BAB 15. Masih Terpikir Olivia

994 Words
Chris berharap Mentari tidak nyasar di lift dan sudah masuk ke kamarnya. Lalu dia, Indira, dan juga kedua pengawalnya, memasuki lift. Mereka juga turun di lantai 9. Indira menempati kamar bersama dengan seorang wanita, yaitu asistennya. Chris mengantar Indira sampai masuk ke kamarnya, lalu dia pamit dengan alasan ada tugas lain. Padahal dia langsung menuju ke kamar Mentari. Untuk memastikan bahwa gadis itu sudah aman di sana. Dia mengetuk pintu kamar Mentari, dan yang membukakan pintu adalah ibunya, Astri. “Iya, cari siapa ya?” Astri belum mengenal Chris, sebab tadi saat Chris datang, dia sedang di kamar mandi. Namun Chris sudah menduga, bahwa itu adalah ibunya Mentari. “Maaf Bu, apa Mentari sudah kembali ke kamar?” tanya Chris dengan cemas. “Sudah kok, memangnya kenapa ya?” “Ah syukurlah.” Chris mengusap dadanya. Bersamaan dengan itu, tiga orang wanita muda dengan seragam berwarna merah muda, datang dengan didampingi seorang housekeeping. Chris hapal betul itu adalah seragam karyawan di klinik kecantikan milik mamanya Arion. “Langsung masuk saja, beri perawatan yang paling spesial karena pasien kalian kali ini adalah calon menantu Ibu Amanda,” titah Chris dan langsung dijawab dengan anggukan oleh ketiganya. Astri memandang takjub pada Chris. Dia pikir Chris ini adalah orang kepercayaan dari keluarga calon besannya. Mirip seperti mandor, begitu yang ada dalam kepala Astri. “Bu Astri, kalau begitu saya tinggal dulu,” ucap Chris. Dia memasuki kamarnya sendiri sekadar untuk meregangkan kaki sebentar. Hari ini cukup melelahkan bagi Chris. Dia mencoba menghubungi nomor handphone Arion. Ada nada sambung, tapi tidak dijawab. “Ahh kemana dia? Lagi sibuk begini malah menghilang dari tadi! Hisshh!” Chris kesal sendiri dengan tingkah sahabatnya itu. Baru saja Chris akan kembali menelepon Arion, tiba-tiba handphonenya berdering, ada panggilan masuk. Dia pikir itu pastilah Arion yang menelepon balik. “Hei sialan! Gue capek seharian ini, lo malah menghilang di telan bumi! Lagi di mana sekarang? Cepat ke kamar gue! Dasar b******k!” umpat Chris tanpa bisa ditahan lagi. “Chris!” Terdengar suara melengking di seberang telepon. Sontak Chris menegakkan punggungnya. Dia hapal itu suara siapa. Namun Chris masih tak percaya. Dan ketika telah melihat nama yang tertera di layar, sudah tak salah lagi. “Oma umm … aku ….” “Apa?! Kamu pikir siapa yang menelepon? Arion begitu?! Beraninya panggil cucuku b******k! Awas kamu ya!” teriak Indira dnegan suara melengkingnya yang mulai bergetar. Chris langsung menepuk jidatnya sendiri. “Maaf Oma, tapi bukan Arion, kupikir itu temanku yang lain yang menelepon. Sama sekali bukan Arion.” Chris berbohong terntu saja, untuk menyelematkan diri. “Ya sudah! Chris, nanti jam tujuh tepat, ajak seluruh anggota keluarga berkumpul di restoran hotel. Kita akan makan malam bersama. Termasuk Mentari dan ibunya,” titah Indira. Seketika itu juga kedua bola mata Chris seakan mau melompat rasanya. “Ta tapi—” “Oke Chris. Sampai jumpa nanti malam, dan jangan terlambat.” Lalu sambungan telepon diputus begitu saja oleh Indira. Membuat kepala Chris tiba-tiba berdenyut pusing. Ini akan gawat pikirnya, apalagi Arion telah mengatakan bahwa keluarganya telah mengarang cerita tentang Mentari, khusus untuk Oma Indira. Demi keamanan kata Arion waktu itu. Karena handphone Arion masih belum bisa dihubungi juga, akhirnya Chris melompat turun dari ranjangnya. “Ahh, tak bisakah aku istirahat sebentar saja!” keluhnya lalu segera keluar dari kamar. Chris turun ke lobi utama hotel, dan bertanya pada beberapa karyawan hotel di sana, barangkali ada yang melihat bos mereka. Sala seorang diantara mereka menunjukkan bahwa tadi melihat sang bos menuju ruang ballroom. Pikir Chris, benar juga, pasti Arion sedang mengecek sendiri ruang untuk pesta pernikahannya besok. Sebab Arion adalah tipe orang yang sempurna. Sesampainya di dalam ruang grand ballroom yang terbilang sangat besar itu, sebab bisa menampung hingga 3000 tamu, pandangan mata Chris langsung memindai ke segala arah, sambil berjalan perlahan. Masih banyak pekerja di sana yang sedang berlomba dengan waktu untuk mendekor ruangan itu menjadi sempurna. “Arion,” desis Chris ketika melihat sang sahabat sedang berdiri menatap ke arah pelaminan yang telah selesai didekor. Chris memandangi Arion sesaat yang sedang berdiri mematung di sana. Lalu menghampirinya. Chris menepuk pundak Arion pelan. “Sedang apa di sini? Dicariin dari tadi!” Arion menoleh, seperti biasa dengan ekspresi datar. “Mau apa?” Chris mendengkus malas. “Cih! Masih nanya mau apa! Gue berasa EO gagal ditanya gitu sama calon pengantin!” Arion hanya terkekeh kecil. “Gue nggak terlalu peduli juga. Yang penting besok pernikahan digelar, dan selesai. Oh ya, Olivia bagaimana? Jadi diundang?” tanya Arion tanpa menatap Chris. “Ah, sial! Masih mikirin dia?! Perempuan yang nggak bisa diajak serius, dan terakhir mencampakkan seorang Arion Melviano Albern begitu saja!” “Jadi, dia belum tahu tentang besok?” Arion dengan ekspresi datarnya, seperti tak mengambil pusing sikap Chris yang memang selalu berapi-api. “BIG NO!” tukas Chris dengan mantap. Arion menghembuskan napas dengan berat. Lalu dia kembali menatap pada pelaminan dengan nuansa putih gold. “Ayo!” Chris tak tahan lagi dengan sikap dingin Arion, dia lantas menarik tangan sahabatnya itu untuk keluar dari grand ballroom. “Hei, mau kemana sih?!” protes Arion. “Jam 7, Oma Indira mengundang kita semua untuk makan malam di restoran. Dan jangan sampai telat kalau tidak mau dicoret dari daftar pewaris harta keluarga!” “Apa peduli lo?” “Yaa gue akan kecipratan warisan bagian lo tentunya,”seloroh Achris sambil terus menarik Arion menuju lift. “Udah, sekarang balik ke kamar dan bersiap untuk makan malam nanti!” Chris yang bisa dibilang sangat pecicilan, tapi kalau dengan Arion, dia bisa bersikap jauh lebih dewasa. Mereka berdua menuju kamar Arion di lantai 9. Chris hanya mau memastikan bahwa Arion tidak akan kabur seenaknya lagi. “Arion, oma minta Mentari dan ibunya ikut makan malam bersama,” cetus Chris dengan wajah cemasnya. Arion tak kalah cemas mendengar itu. Keningnya mengernyit. “Kupikir baiknya oma bertemu dengan Mentari besok saja, saat acara pernikahan.” “Ya! Gue juga berharap begitu tapi ….”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD