BAB 14. Oma Indira Datang

1089 Words
“Hemm, aku sudah menyiapkan beberapa pilihan gaun pengantin untuk Mentari. Dan setelah melihatmu langsung, aku sangat yakin, gaun manapun yang kamu pilih, akan sangat cocok dan terlihat cantik,” ucap Kim seraya tatapan matanya tak lepas dari Mentari. Mentari sendiri malah kebingungan mendengar pujian itu, sebab baginya itu adalah hal yang mustahil. Gadis sederhana dengan kulit yang tak pernah tersentuh perawatan salon kecantikan seperti ini, bagaimana mungkin akan cocok memakai gaun mahal karya desainer terkenal? Sedangkan Chris tersenyum penuh arti mendengar ucapan Kim, dalam hatinya dia sangat sependapat. Chris sang casanova, si dokter tampan penakluk hati wanita, tentu saja bisa dengan mudah menilai gadis mana yang benar-benar menarik secara natural, ataupun menarik karena polesan. “Setelah dari sini apakah Anda akan membawa Mentari ke salon kecantikan, Pak Chris?” tanya Kim dengan tatapan yang seperti penuh harap. “Tidak.” Sontak raut wajah Kim yang sangat cantik terlihat sedikit kecewa. Namun Chris justru tersenyum padanya. “Tapi Bu Amanda akan mengirimkan karyawannya untuk perawatan spesial Mentari di hotel,” lanjut Chris sambil mengangkat sebelah alisnya. Seketika senyum manis Kim mengembang di wajah cantiknya. Lalu dia melirik pada Mentari dengan tatapan berbinar. “Sempurna,” desisnya. Chris memiringkan sedikit wajahnya, dia memperhatikan gestur Kim sedari tadi. “Ada apa Nona Kim? Tampaknya sedang bahagia?” “Hemm ya, tentu saja. Lihatlah nanti ketika gadis ini telah mendapatkan perawatan dari karyawan Bu Amanda. Dan lalu memakai gaun karyaku. Lihatlah betapa cantiknya dia, aku yakin akan bisa menandingi Olivia,” ucap Kim dengan nada suara yang santai. “Uhuk! Uhuk!” Tiba-tiba Chris terbatuk karena tersedak salivanya sendiri. Dia sangat terkejut mendengar ucapan wanita cantik di hadapannya. Dan Mentari, dia menatap bergantian pada Kim dan juga Chris. Dalam hatinya bertanya-tanya, siapakah itu Olivia? Setelah Mentari memilih beberapa gaun pengantin yang menurut Kim juga sangat cocok untuknya, lalu mereka segera meninggalkan butik tersebut. “Setelah ini kita akan kemana lagi Kak?” tanya Mentari ketika mereka sudah kembali menyusuri jalan raya ibu kota. “Hemm ….” Chris memiringkan sedikit wajahnya, berlagak sedang berpikir keras. “Kita minum yuk.” “Hah?!” Sontak Mentari menoleh pada Chris dengan tatapan menuduh. “Kok hah?” Lalu begitu dia balas menoleh pada Mentari, seketika Chris terkejut bukan main melihat ekspresi wajah Mentari yang seperti sedang melihat penjahat saja. “Heh, kenapa kamu?” Chris tidak terima ditatap seperti itu. “Tadi Kak Chris mau ajak minum? Minum apa maksudnya? Pertama dan terakhir aku mabuk, berakhir besok menikahi orang nggak dikenal!” Sontak Chris tertawa keras setelah mendengar itu. Sampai dia mengusap air mata dan kembali tertawa lagi tiap melirik pada Mentari yang memasang wajah cemberut sekarang “Jadi kamu pikir aku akan ajak minum alkohol? Begitu? Hei, aku nggak segila itu ya, ngajak calon pengantin teman sahabat sendiri untuk mabuk-mabukan. Kecuali … kamu yang ajak duluan, mungkin aku nggak bisa nolak!” Reflek Mentari memukul lengan kiri Chris, dan itu justru membuat Chris kembali tertawa lepas. Padahal Mentari sudah ketar-ketir hatinya tadi. Entahlah, sejak kejadian di bar waktu itu, yang berbuntut sebentar lagi mendarat di pelaminan, Mentari menjadi sangat sensitif pada apapun yang berkaitan dengan mabuk atau alkohol. Puas mentertawakan Mentari, Chris akhirnya memutuskan untuk mampir di salah satu kedai ice cream terkenal. Dan membeli dua cup minuman segar dengan tambahan float di atasnya. Butuh sekitar sepuluh menit lebih, untuk Chris bisa meyakinkan bahwa minuman mango float di tangan Mentari tidak mengandung alkohol sama sekali. “Kita kembali ke hotel ya.” Chris sekadar memberitahu, dia tidak perlu pendapat Mentari sama sekali. Sebab Chris yang telah mengatur semua jadwal untuk persiapan pernikahan hingga acara puncak besok. Mentari masih menikmati mango float tegukan terakhir ketika mobil Chris telah memasuki area hotel. “Oke, lima belas menit lagi waktunya kamu untuk perawatan seluruh badan termasuk wajah. Jadi, kamu masih ada waktu untuk naik ke lantai 9, lalu buang air kecil dan duduk diam menunggu para karyawan Tante Amanda datang.” Chris mengingatkan. Lalu dia turun dari mobil diikuti oleh Mentari. Mereka berdua berjalan berdampingan di lobi utama hotel, menuju lantai 9. Dan setiap berpapasan dengan para karyawan hotel siaspapun itu, pasti Chris langsung memberi kode melalui matanya, untuk tidak menatap pada Mentari seperti itu. Seperti sedang mencibir atau memandang rendah Mentari. Chris telah menekan tombol di luar lift ketika dia mendengar seseorang memanggilnya. “Chris, tunggu!” Segera Chris menoleh pada asal suara. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat seorang wanita dengan rambut telah putih seluruhnya dan sedang berjalan sambil memegang tongkat di tangan kanan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah, wanita itu tengah berjalan ke arahnya, dengan dua orang pengawal di sisi kanan serta kirinya, berjalan dua langkah di belakang wanita itu lanjut usia itu. Itu adalah Oma Indira! Gawat ini! Aku harus menyelamatkan Mentari sekarang. Chris membatin dan berpikir dengan cepat. Pria tinggi tampan itu langsung melempar senyum pada Indira, dan sedikit menundukkan kepalanya. Lalu melalui ekor matanya, Chris melihat pintu lift yang mulai terbuka. Tak ada satu orangpun yang keluar dari lift itu, maka dia mengambil posisi agak menutupi tubuh mungil Mentari. Chris menggeser letak berdirinya sedikit, lalu dengan tangan kanannya Chris mendorogn Mentari hingga masuk ke dalam lift. “Hei!” protes Mentari karena dia hampir saja jatuh. Chris segera melirik Mentari dan mengedipkan sebelah matanya. “Ssttt! Cepatlah naik ke lantai 9, dan masuk ke kamarmu! Ada bahay mengintai!” bisik Chris yang hanya bisa didengar oleh Mentari saja. “Hah?” Mentari mendengar semua ucapan Chris itu, tapi dia masih bingung mencernanya. Chris segera menempelkan kartu akses hotel, lalu menekan tombol 9, dan pintu lift tertutup. Dengan menarik napas lega, Chris segera berjalan menghampiri Indira yang sudah hampir sampai ke tempatnya. Lalu Chris memegangi tangan Indira yang tidak menggenggam tongkat. “Siapa itu tadi?” tanya Indira tanpa menoleh pada Chris sedikitpun. “Ohh bukan siapa-siapa Oma?” “Tidak mungkin. Kamu mengeluarkan kartu akses hotel tadi. Iya kan? Mata Oma masih cukup jelas untuk jarak sedekat itu Chris. Jangan coba-coba membohongiku!” Chris menelan salivanya dengan susah payah. “Itu tadi hanya tamu hotel, yang ketinggalan kartu akses di kamarnya. Jadi aku bantu untuk naik ke lantainya.” Chris terus mencoba bertahan. Pikirnya, jika Mentari harus bertemu dengan Oma Indira hari ini, itu harus setelah gadis itu mendapatkan perawatan pada seluruh badannya. Bukannya Chris mengejek penampilan Mentari. Tidak berniat itu sama sekali. Hanya saja Chris takut mendengar yang akan langsung mengejek gadis polos itu. Indira menatap Chris beberapa saat, dengan matanya yang dingin dan selalu mengintimidasi orang lain. “Oke, anggap Oma percaya. Sekarang antarkan Oma ke kamar.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD