Dihina

1056 Words
Elang yang baru keluar dari kamar mandi mendengar ponselnya berdering. Elang pun berjalan mendekati ponselnya. "Siapa yang menelpon sepagi ini?" pikir Elang. Elang mengambil ponselnya yang disimpan diatas meja dekat ranjang dan ia mengerutkan keningnya saat melihat nama Gina di layar ponselnya. "Gina?" ucap Elang. "Perasaan aku tidak pernah menyimpan kontak dengan nama Gina," ucap Elang pelan. Karena ponselnya terus berdering, akhirnya Elang pun mengangkat panggilan itu. "Halo,” ucap Elang membuka obrolan. "Halo mas Elang," ucap Gina dari seberang telepon. "Ini siapa ya?" tanya Elang tak mengenali suara Gina. "Aku Gina, adiknya Ayra, yang kemarin ke rumahmu msas," ucap Gina mengingatkan. "Oh," jawab Elang. "Ada apa?" tanya Elang cuek. "Tidak apa-apa, hanya ingin memastikan apa Mas sudah bangun atau belum,” ujar Gina mencari alasan. Tidak jelas, batin Elang kesal. "Maaf ya Gina, saya harus siap-siap ke kampus,” ucap Elang mengakhiri panggilan itu. "Baik Mas,” jawab Gina dari seberang telepon. Elang pun memutuskan sambungan telepon itu dan meletakan kembali ponselnya di atas meja dan tak memperdulikan ucapan yang Gina ucapkan. Gina tersenyum sesaat setelah Elang mengakhiri panggilan dengannya. "Ah senangnya bisa mendengar suara mas Elang," ucap Gina sambiĺ memeluk ponselnya. "Cepat atau lambat kamu akan jadi milikku," ucap Gina kemudian. Sementara itu yang terjadi di rumah Rangga. Ayra masuk kembali ke kamar Vano setelah ia mandi dan memakai pakaian yang kemarin diberikan oleh Minah. Ayra memakai pakaian khas pengasuh "Masih tidur ternyata," ucap Ayra saat melihat Vano masih tidur, padahal jam sudah menunjukan pukul enam pagi kurang lima belas menit. Ayra berjalan ke arah jendela dan membuka gorden hingga sinar matahari masuk ke kamar. Setelah membuka gorden Ayra pun berjalan ke arah tempat tidur Vano. Ayra memilih duduk di atas tempat tidur Vano dan ia mengusap kaki Vano pelan. "Tuan Muda, bangun. Ini sudah pagi," ucap Ayra dengan lembut. Berusaha membangunkan Vano tanpa membuat Vano kaget. Vano merespon, ia menggeliat. Baru kali ini aku dibangunkan selembut ini, batin Vano. Ia merasa senang Ayra membangunkannya dengan cara lembut. "Jam berapa ini?" tanya Vano sambil mengucek matanya. "Ini sudah pukul enam kurang lima belas menit Tuan Muda," jawab Ayra sambil berdiri. "Ya ampun!" Seru Vano. "Kenapa mbak tak membangunkanku dari tadi?" Tanya Vano sambil turun dari tempat tidur. "Aku akan kesiangan mbak, biasanya aku bangun jam lima pagi. Harusnya mbak tahu tentang ini," omel Vano. "Maaf Tuan Muda," ucap Ayra. "Sudahlah, siapkan seragam dan tasku, aku harus segera mandi,"ucap Vano sambil berjalan ke arah kamar mandi. "Tuan Muda mandi sendiri?" Tanya Ayra. "Ya! Tak perlu khawatir, aku bisa mandi sendiri," jawab Vano. Setelah itu ia menutup pintu kamar mandinya. Sementara itu Ayra tersenyum karena melihat tingkah Vano yang seperti anak dewasa mulai dari caranya berbicara hingga bersikap. Bagi Ayra anak usia lima tahun sudah bisa mandi sendiri itu cukup hebat. Ayra dengan segera menyiapkan seragam Vano dari lemari pakaiannya. Setelah semua pakaiannya siap, Ayra menyiapkan buku dan alat tulis lalu dimasukkannya ke dalam tas. Ayra merapikan tempat tidur Vano hingga benar-benar rapi, begitupun dengan bagian kamarnya yang lain. Ayra melihat ke arah jam dinding. "Sudah sepuluh menit dan Vano belum.juga keluar dari kamar mandi," ucap Ayra pelan. Karena khawatir, Ayra pun berjalan ke arah kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi. "Tuan Muda, apa anda sudah selesai mandinya?" tanya Ayra. "Sebentar lagi selesai," jawab Vano dari dalam kamar mandi "Baiklah Tuan," jawab Ayra. Baru saja Ayra berjalan tiga langkah, pintu kamar mandi terbuka dan Vano keluar dengan menggunakan handuk rambutnya basah karena keramas. "Ambil hair dryer dan keringkan rambut ku,"pinta Vano. Ayra pun mengangguk dan mengambil Hair dryer di laci yang ada di dalam lemari pakaian Vano. Ayra membantu mengeringkan rambut Vano. "Besok bangunkan aku jam lima pagi,"ujar Vano. "Iya baik Tuan Muda," jawab Ayra. Setelah rambut Vano benar-benar kering, Ayra membantu Vano memakaikan seragam hingga rapi. "Sekarang kita harus segera ke ruang makan. Pasti ayah, nenek dan tanteku sudah ada di sana" ucap Vano. Setelah mengatakan itu Vano keluar dari kamar diikuti oleh Ayra dibelakangnya. Ayra sudah memegang tas sekolah milik Vano. Sesampainya di ruang makan, ternyata apa yang dikatakan oleh Vano benar. Di sana sudah ada Rangga, Paulina dan Rianita. "Eh cucu nenek sudah ada,"ujar Paulina sambil melihat ke arah Vano. Vano pun tersenyum dan memilih duduk dekat Rangga. Ayra tetap berdiri tak jauh dari kursi Vano. Vano mulai makan bersama ayah, nenek dan tantenya dan Ayra tetap berdiri. Ayra yang belum makan pun merasa lapar. Perutnya keroncongan dan itu didengar oleh semua orang yang ada di sana. Ayra merasa malu dan menggigit bibir bawahnya. Tak seharusnya perutku keroncongan, ini sangat memalukan, batin Ayra. Paulina pun langsung angkat bicara sambil melihat ke arah Ayra. "Kalau lapar, pergi ke dapur dan makan di sana," ucap Paulina sambil mengibaskan tangannya. Ayra merasa direndahkan, tapi sesaat kemudian Ayra sadar dia siapa di rumah itu. Ayra pun mulai melangkah, tapi suara Rangga membuat Ayra menghentikan langkahnya. "Makan di meja makan," pinta Rangga. Ayra tertegun dan melihat ke arah Paulina karena Paulina memintanya untuk makan di dapur. "Ya sudahlah makan saja di sini," ucap Paulina. Akhirnya Ayra pun sarapan bersama keluarga itu. Ayra merasa senang karena ia makan makanan yang sama dengan makanan yang dimakan oleh keluarga itu. Cara makan Ayra yang berkelas menjadi perhatian Rianita, adik Rangga. "Pengasuh baru Vano gayanya kayak orang kaya saja," batin Rianita. Rianita merasa ada yang aneh dengan Ayra. "Ah tapi paling pengasuh itu belajar table manner dari internet," Rianita menyimpulkan dengan suara pelan. Setelah sarapan selesai, Vano berpamitan pada Rangga. "Ayah, Vano sekolah dulu," izin Vano sambil berdiri di dekat kursi yang Rangga duduki. "Kita berangkat bersama saja sayang, kebetulan ayah juga satu arah dengan sekolahmu," ucap Rangga. "Benarkah?" Tanya Vano. Rangga pun mengangguk. Saat Rangga berjalan ke depan rumah bersama Vano dan Ayra, Rangga meminta Ayra mengganti bajunya dengan baju biasa. Ayra pun menurut. Akhirnya Vano dan Ayra ke sekolah dengan diantar oleh Rangga. Rangga menyetir sendiri dan Vano duduk di samping Rangga, sementara Ayra duduk di kursi belakang. Ayra hanya melihat ke pinggir jalan sepanjang perjalanan di mobil, sementara Vano asik bermain rubik di tangannya seakan tak mau mengganggu Rangga yang sedang menyetir. Setelah menempuh perjalanan setengah jam, mobil Rangga pun berhenti tepat di depan gerbang sekolah Vano. Vano dan Ayra turun dari mobil, sedangkan Rangga melanjutkan perjalanannya. Ayra berjalan masuk ke kawasan sekolah Vano, saat baru saja masuk seseorang menyapa Vano dan mengatakan hal yang membuat Ayra terdiam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD