Ibu Baru

1032 Words
Ayra berjalan memasuki gerbang sekolah Vano. Dan saat baru saja masuk seseorang menyapa Vano dan mengatakan hal yang membuat Ayra terdiam. "Wah Vano datang sama Ibu baru ya?" tanya seorang ibu-ibu yang menuntun anak laki-laki dengan seragam sama dengan Vano. Perempuan itu tampak memperhatikan Ayra yang memakai kemeja dan celana kulot. Ayra pun terdiam lalu mengerutkan keningnya saat mendengar Vano mendapatkan pertanyaan itu dari orang tua temannya. Karena Vano tak menjawab, Ayra pun angkat bicara. "maaf bukan bu,” jawab Ayra cepat. “Ah masa?" goda ibu-ibu itu tak percaya. Ayra mengangguk. Di sisi lain Vano melihat ke arah temannya yang dituntun ibu itu. "Fathir ayo kita ke kelas," ajak Vano tidak mau terlibat antara obrolan Ayra dan Elva, Ibu dari Fathir. "Oke," jawab Fathir. "Mendengar obrolan ibu-0ibu tak akan ada habisnya," tambah Fathir sambil nyengir. Ibu Fathir pun menggelengkan kepalanya. Setelah itu Fathir dan Vano pun masuk ke dalam kelas mereka. Kini di tempat itu hanya tinggal Ayra dan ibu dari Fathir. " Oh iya kita belum kenalan," ucap ibu Fathir. "Saya Elva, ibunya Fathir. Fathir itu teman sekelas Vano," Elva menjelaskan. “Oh iya,” jawan Ayra. "Saya Ayra dan saya pengasuh tuan muda Vano" jelas Ayra. “Sulit dipercaya,” ujar Elva. Ayra tak menanggapi ucapan Elva, "Oh iya Ayra, kita menunggu di tempat tunggu saja yuk," ajak Elva. Ayra pun mengangguk dan mengikuti langkah kaki Elva. Sesampainya di tempat tunggu orang tua dan pengasuh, Elva memilih duduk bersebelahan dengan Ayra. Saat tiba di sana, Ayra baru sadar jika pengasuh memakai seragam khas pengasuh. Oh pantas saja bu Elva tak percaya aku ini pengasuh, batin Ayra. “Ayra kapa kamu benar-benar pengasuhnya Vano?" tanya Elva. "Iya bu, memangnya kenapa?" tanya Ayra. "Soalnya kamu tidak memakai seragam pengasuh seperti pengasuh lain gitu loh." "Oh iya, selama Vano bersekolah, sepertinya nyaris tiap bulan Vano mengganti pengasuhnya dan mereka pasti menggunakan seragam pengasuh. dan kamu ini berbeda. Kamu kok tidak memakai seragam?" tanya Elva. "Saya juga tidak tahu nyonya. Saya diminta memakai pakaian biasa saat mengantar tuan muda, mungkin belum ada seragamnya,” ucap Ayra beralasan. "Sangat aneh sekali," pikir Elva. Ayra hanya bisa tersenyum lalu berbaur dengan pengasuh dan orang tua siswa yang lain. Dari ibu-ibu itu Ayra tahu jika hanya Vano yang tidak mempunyai ibu di sana. Sementara Rangga, ayahnya selalu sibuk bekerja. Sehingga jika ada acara di sekolah Vano selalu menunjukan wajah yang sedih, lebih parahnya lagi, terkadang dia tidak menghadiri acara sekolah itu. Mengetahui hal itu Ayra juga mempertanyakan kenapa hanya ia yang diminta memakai pakaian biasa oleh Rangga. Disisi lain Vano sudah sampai di kelasnya bersama Fathir, kedua anak itu duduk berdekatan dan Fathir. Saat Fathir membuka tas gendongnya, ia bertanya pada Vano. "Oh iya Vano, apa perempuan yang tadi mengantarmu adakah calon Ibu baru mu?" Tanya Fathir. Vano terdiam. Sudah sejak lama aku ingin punya Ibu. Aku iya kan saja lah pertanyaan Fathir ini, batin Vano. “Iya Fathir,” jawab Vano santai. "Tante Ayra memang calon Ibuku,” jawab Vano. "Kamu kok bisa tahu?" tanya Vano heran. "Ya karena tante itu tidak memakai seragam pengasuh seperti pengasuh-pengasuh mu sebelumnya,” ucap Fathir. Benar juga, batin Vano baru menyadarinya. "Ah aku ikut senang jika kamu punya Ibu, Vano. Nanti kita bisa main bareng dan pastinya kamu sekarang tak akan kesepian lagi,” ucap Fathir sambil tersenyum seakan ia ikut bahagia saat Vano akan mempunyai ibu. Sementara Vano hanya menganggukan kepalanya. “Nanti kalau ada acara sekolah dan harus melibatkan ayah dan Ibu pasti ayahmu yang dokter hebat itu juga akan datang bersama Ibu barumu," ujara Fathir. “Iya iya, sudah jangan bahas tentang tante Ayra," ajak Vano yang mulai lelah mendengarkan ocehan Fathir yang banyak bicara. "Oke oke,” jawab Fathir sambil mengacungkan jempolnya. Sementara itu di tempat lain, Ayra sudah berbaur dengan orang tua dan pengasuh lain. Ayra yang mudah akrab membuat ia tak canggung berhadapan dengan ibu-ibu itu. Menyenangkan juga jadi pengasuh tuan muda, pikir Ayra. Aku jadi punya banyak teman baru dan semuanya sangat menyenangkan, batin Ayra kemudian. Tapi aku tak merasa nyaman saat semuanya mengira aku adalah calon Ibu dari tuan muda, batin Ayra kemudian. Saat jam pulang sekolah tiba, semua anak-anak keluar dari kelasnya, begitupun dengan ibu-ibu dan para pengasuh yang berjalan ke arah gerbang. Saat Ayra baru sampai dekat gerbang, Vano datang dan menghampiri Ayra. Di saat siswa lain membuka tasnya dan memberikannya pada pengasuh, lain hal nya dengan Vano yang tetap menggendong tasnya seperti yang dilakukan oleh Fathir dan anak-anak yang diantarkan ibunya. “Berikan tasnya,” pinta Ayra pada Vano. Vano pun menggeleng. "Tidak perlu tante, biar Vano saja yang gendong,” ujar Vano. Loh kok manggilnya jadi tante? batin Ayra heran. Sementara Elva yang sedari tadi berdiri di samping Ayra pun hanya bisa tersenyum. "Vano, Ayra mau pulang bareng dengan saya?" tanya Elva menawarkan. "Tidak, terima kasih bu. Jemputan kami sebentar lagi juga tiba,” ucap Ayra. Elva yang mendengar jawaban Ayra pun mengangguk. "Oke, baiklah kalau begitu," jawab Elva kemudian. Setelah itu Elva dan Fathir pun meninggalkan Ayra dan Vano. Tak berselang lama, mobil jemputan Ayra dan Vano pun datang. Ayra duduk dibangku belakang dengan Vano. Setelah mobil itu melaju meninggalkan gerbang sekolah, Ayra pun mulai bertanya pada Vano. "Tuan Muda, kenapa Tuan Muda memanggil saya dengan panggilan tante?" tanya Ayra. "Ya, mau saja,” jawab Vano. "Memangnya tidak boleh?" tanya Vano. "Em. tidak juga,” jawab Ayra. "Tapi sepertinya lebih enak manggilnya mbak saja,” tawar Ayra. "Akunya tidak mau,” jawab Vano. “Mana ponselku?" pinta Vano mengalihkan pembicaraan. Ayra pun menyerah kan ponsel milik Vino dan Vano langsung mengambil dan memainkan game di ponsel itu. Sebenarnya Ayra tidak mau menyerahkan ponsel itu. Tapi jika disebutkan ponselnya ketinggalan, tidak mungkin karena Vano tahu Ayra menghubungi sopir dari ponselnya. Sepanjang perjalanan ke rumah Vano asyik dengan ponselnya, sementara Ayra melihat ke arah jalanan. Beberapa saat kemudian Ayra melihat gedung tempat Wisuda kampusnya. "Seharusnya aku wisudah hari ini,” ucap Ayra pelan. Aku harus benar-benar menyembunyikan identitasku dari keluarga nyonya Paulina. suatu hari nanti ku akan membalaskan perbuatan nenek lampir Dona itu, tekad Ayra Dalam hati. "Tante kita ke mall dulu yuk?" Ajak Vano. Ayra langsung melihat ke arah Vano. "Untuk apa ke Mall?" Tanya Ayra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD