PROLOG

700 Words
“Apa aku tidak bisa meminjam uang milikmu?” “Tidak, Valen.” “Kenapa tidak?” “Karena kamu akan memakainya untuk hal yang tidak baik.” “Oh ayolah, Vic. Aku hanya ingin membeli rokok saja.” “Aku tidak punya uang.” Wanita yang dipanggil Vic itu menghela napas cukup panjang, lalu ia menaruh mangkuk bubur di atas pangkuan adiknya dengan sedikit emosi. “Berhenti mengoceh, Valen. Habiskan sarapanmu.” Valen berdecak kesal. Pemuda berumur 18 tahun itu berkata, “Setelah aku keluar dari tempat berbau menyengat ini aku akan membeli rokok.” “Ya, ya, ya. Terserah kau, preman.” Victoria bangkit dari kursi kecil yang semula ia seret dari sudut ruangan. Wanita itu memakai blezernya, siap pergi. Valen kembali berkata—berteriak, “Apa gunanya kau bekerja di W.A.C Company tapi tidak punya uang? Cih, menyusahkan!” “Menyusahkan katamu?” Victoria berdiri di hadapan adiknya yang duduk santai di atas brankar rumah sakit. “Yang menyusahkan adalah kamu, anak nakal. Aku harus membiayai rawat inapmu yang konyol karena kamu selalu senang berbuat onar.” “Bukan salahku, Kak.” Valen hampir tidak pernah memanggil kakaknya dengan baik, namun kali ini ia sedang membela dirinya sendiri. “Silakan mengomel kepada Marko yang tempramen. Hidungku sampai patah ditinju olehnya. Dasar titisan kerbau tukang pukul.” “Seharusnya bukan Marko yang menghajarmu, tapi aku.” Victoria mengomel. “Aku juga harus membayar ganti rugi karena kamu merusak sepeda Marko. Berhentilah iseng kepada anak tetangga dan berhentilah menghabiskan uangku.” Victoria hanya mendapatkan jari tengah dari adiknya lalu ia keluar dari ruang inap yang sebenarnya tak diperlukan Valen. Adiknya itu pergi ke rumah sakit agar tidak diomeli orangtua Marko namun ia malah diomeli kakaknya. Rasakan! Keluar dari taksi, berjalan setengah berlari sambil melirik jam di tangan kirinya, Victoria menyiapkan jawaban yang tepat jika atasannya bertanya mengapa ia telat lima menit. Mungkin kamu pikir ini hanya lima menit, tapi Vicoria bekerja dengan William Addison Charles, seorang produser terkemuka sekaligus pemilik rumah produksi ternama di Hollywood. Percayalah, memiliki boss seperti William Addison Charles itu sama dengan menghadapi malaikat maut dengan tampang yang gagah dan seksi. “Victoria!” Vic mendengar namanya dipanggil, ia langsung berlari menghampiri Liam yang memakai setelan jas seharga dua ginjal Victoria jika dijual. “Selamat pagi, sir.” Victoria membungkukan tubuhnya sedikit. “Miss Whitney, menurutmu jam berapa sekarang?” Victoria tak perlu melihat jamnya untuk melihat waktu. Ia telat, astaga, Victoria tahu. “Maaf, sir.” Victoria tidak berani menatap Liam saat mode macan seperti ini. Meski ia sudah dua tahun menjadi sekretaris—merangkap asisten Liam—Victoria masih ingin hidup panjang. “Saya bertanya ini jam berapa, bukan mendengar permintaan maaf kamu.” Liam berujar dengan sangat dingin. “Delapan lewat enam menit, sir.” Victoria menjawab. “6 menit waktumu yang terbuang adalah waktu saya juga, Tori.” Entahlah Victoria harus senang atau tetap panik. Ia tahu sudah telat, namun jika bossnya memanggilnya ‘Tori’ dan bukan nama lengkapnya, berarti Liam cukup jinak untuk diajak bicara. “Maaf, sir, adik saya sakit dan itu bukan alasan. Dia di rawat di Robin Medical Center, nomor kamar 300. Hidungnya patah karena dihajar anak tetangga.” Penjelasan Victoria bisa didengar bukan hanya oleh Liam, melainkan beberapa karyawan lain di gedung ini yang lantainya sama dengan ruang kerja Liam. Karyawan lain sedang menahan tawanya namun juga iba kepada Vicoria yang selalu dimarahi oleh Liam. “Masuk ke ruangan saya, sekarang,” perintah Liam dengan jenis suara yang membuat suluruh nyali Victoria menciut. Sebelum dicaci maki lebih banyak Victoria bergegas melangkahkan kakinya mengikuti tubuh Liam yang masuk terlebih dahulu ke ruang kerjanya yang sangat rapi. Victoria langsung memberikan agenda apa saja yang harus dilakukan Liam hari ini, namun bossnya itu menyuruh Victoria untuk duduk di sofa. Di hadapannya. Liam ingin membicarakan sesuatu.  Apa Victoria akan dipecat karena telat 6 menit? Liam menatap matanya, Victoria seperti tidak bisa melarikan diri. Aura Liam sangat dominan dan tidak mau dibantah. Lalu pria itu berkata, “Tori, kamu belum menikah, kan?” “Belum, sir.” “Mau menikah dengan saya?” APA???????????! [] ------------------------- all copyright belongs to kennyken. COMING SOON 2022.  [love aja dulu ya supaya gak ketinggalan update-nya]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD