Perjodohan.

1100 Words
Daylon dan Zalikha jalan berdampingan memasuki grandballroom hotel milik keluarga Takizaki. Pesta pernikahan yang seharusnya untuk Zalikha bersama Hugo. Dekorasi, bunga-bunga mawar putih kesukaan Zalikha berpadu dengan warna biru langit kesukaan Hugo. Harusnya Zalikha masuk dari pintu utama sebagai mempelai bukan tamu seperti sekarang ini. Jangan tanya betapa hancurnya hati gadis itu saat ini. Luka itu masih sangat basah. Pesta masih sangat meriah, kata siapa akan berakhir. Bisa-bisanya Alfredo saja tadi saat di telpon agar keduanya segera muncul. "Akhirnya kalian datang juga," sambut Alfredo. Daylon dan Zalikha memberi hormat dengan membungkuk karena di meja bundar besar itu bukan hanya Alfredo tapi ada pada tetua keluarga besar Takizaki dan Abimana. "Dari mana saja kamu, Likha? Orang rumah bilang kamu sudah pergi sejak siang, kenapa baru muncul jam segini?" cecar Sarah. "Saya yang menjemput Likha, harusnya Anda bertanya dengan saya, Nyonya," timpal Daylon dengan tatapan dingin. "Eh, ma-maaf, Daylon. Saya kira dia pergi sendiri," balas Sarah, terbata. "Saya baru mendarat dan langsung menjemput Likha atas perintah papi. Jepang Indonesia itu tidak dekat, saya jetlag dan mengajak Likha beristirahat sebentar di kamar lantai 8. Saya ketiduran di kamar sedangkan Likha asik nonton drama Korea." Penjelasan Daylon begitu membuat Zalikha tercengang, apakah pria ini selalu pintar berbohong seperti ini? Mengarang cerita. Alfredo yang mendengar penjelasan putranya mengangguk paham. "Sudahlah yang penting kalian sudah datang," timpal salah satu keluarga yang duduk di sana. "Kalau begitu saya permisi, kami berdua belum makan malam. Sepertinya kambing guling di sana nikmat," pamit Daylon seraya menggenggam tangan Zalikha dan menariknya pergi dari sana. "Anak muda!" gumam Alfredo, bibirnya tersenyum penuh arti. *** Saat sedang menikmati hidangan yang tersedia di sana, Zalikha mendengar beberapa suara sumbang. "Bagaimana bisa Hugo malah menikahi Ara?” "Entahlah, tapi segelintir yang saya dengar kalau Zalikha yang tidak becus melayani tunangannya sampai-sampai Hugo kepincut sama Ara." "Jelas kepincut lah, Ara lebih cantik dan seksi begitu. Beda sama Zalikha yang tipis." Sontak Zalikha melotot sembari menatap bagian depan tubuhnya. Orang itu bilang tubuh Zalikha tipis. Memang lebih tipis dari Ara tapi tubuh Ara khususnya bagian d**a tidak asli alias silicon. Sedangkan Zalikha punya asli. Perihal d**a saja menjadi topik pembicaraan, konyol! Daylon merangkul pinggang Zalikha posesif, kemudian dia berbisik. "Jangan dengarkan. Yang tahu persis milik kamu itu adalah aku. Aku merasa cukup dan pas." Zalikha langsung menyentak, melepas diri dari Daylon. Kalimat yang pria itu lontarkan membuat Zalikha risih. *** Sesekali Zalikha membetulkan posisi duduknya, Daylon tahu pasti saat ini putri Aksa Abimana itu sedang tidak nyaman, atau mungkin dia masih sakit di bawah sana? Tidak ingin menebak-nebak Daylon memutuskan mempertegas asumsinya dengan melemparkan pertanyaan. "Apa masih sakit?" bisik Daylon. Sontak pipi Zalikha bersemu merah mengingat beberapa jam yang lalu pergelutan panasnya bersama paman dari mantan tunangannya begitu dahsyat hingga meninggalkan beberapa tanda kemerahan di tubuhnya dan juga rasa ngilu di inti tubuhnya. Bahkan Zalikha merasa milik Daylon tertinggal di dalam, dia masih dapat merasakan betapa besar milik pria itu sampai memenuhi miliknya di bawah sana. Usapan tangan Daylon di paha Zalikha menyentaknya. "Apa kamu sedang membayangkan kejadian tadi?!" Lagi-lagi Daylon berhasil membuat Zalikha risih dengan kata-katanya yang dia anggap vulgar. "Salah, aku hanya sedang memikirkan bagaimana caranya kita tidak bertemu lagi, Uncle Daylon," balas Zalikha, berbisik. "Jangan harap karena sebentar lagi kita berdua akan di paksa semakin dekat. Lihat saja nanti," sahut Daylon. Zalikha terpaku, membisu. Rasanya percuma bicara dengan Daylon. Pria itu seakan memiliki jawaban dan selalu benar. Ucapan pria itu seakan langsung terjawab oleh Tuhan. "Tuan, Nona, Anda berdua di minta menemui Tuan besar." Seorang pengawal datang menemui Daylon dan Zalikha menyampaikan apa yang Alfredo titahkan. Jarak meja Alfredo dan Daylon memang cukup jauh, karena ada sesuatu yang ingin disampaikan jadi dia memerintah pengawalnya untuk memanggil Daylon dah Zalikha. Keduanya pun langsung menghadap, dua kursi kosong sudah di siapkan untuk keduanya. Di sana hanya Alfredo seorang karena Aksa, Roki dan istrinya sedang ada di panggung pelaminan sebagai kedua orangtua dari para mempelai pengantin. "Papi dan Ayahnya Zalikha tadi telah sepakat," ucap Alfredo, sengaja menjeda kalimatnya untuk melihat ekspresi putranya dan Zalikha. Daylon dan Zalikha saling menatap beberapa saat kemudian kembali fokus pada Alfredo. "Kami sudah sepakat untuk menikahkan kalian berdua." Kalimat yang Alfredo lontarkan adalah kalimat pernyataan bukan pertanyaan. Kenapa orang tua selalu bertindak semau mereka tanpa bertanya terlebih dahulu pada anak-anaknya? Yang menjalankan bukan mereka tapi Daylon dan Zalikha. "Jangan bercanda, Pi," ucap Daylon seraya terkekeh sumbang. Wajah tegas Alfredo seakan menjawab ucapan sang putra. "Uncle, benar. Aku rasa Kakek sedang bercandaan saat ini." Zalikha sepakat dengan Daylon. "Apa saya terlihat sedang bercanda saat ini?" Keduanya langsung bungkam. "Saya tidak akan pernah memaafkan diri saya kalau Likha tidak menjadi keluarga Takizaki, maka saya putuskan jika Likha tidak menjadi cucu menantu keluarga Takizaki, maka dia akan menjadi menantuku." Zalikha menunduk dalam. "Kamu tidak perlu khawatir Likha. Daylon tidak seperti yang orang-orang itu ceritakan. Dia akan berhenti mabuk dan main perempuan jika menikah dengan kamu, benar begitu?” Alfredo menatap lurus pada putra bungsunya. "Tapi, Kakek. Aku—” "Kamu bukan di posisi yang dapat menolak, Likha." Tanpa Zalikha menoleh ke asal suara dia sudah hapal betul siapa sosok yang berbicara itu. Dibelakangnya sang ibu tiri tiba-tiba muncul dan menimpal obrolan ketiganya. "Kenapa aku harus selalu menuruti perintah kalian?" tanya Zalikha, berdiri menghadap ibu tirinya, kesabarannya sudah habis sekarang. "Apa tidak cukup aku mengalah dengan membatalkan pernikahan dengan dia dan membiarkan Ara mengambil alih posisiku?" Zalikha menunjuk ke atas panggung pelaminan. "Jangan jadi anak pembangkang dan durhaka, Likha! Kamu harus ingat, bukan salah Ara yang hamil di luar nikah. Bukan salah dia juga harus menggantikan posisi kamu di sana." Zalikha tertawa kecil, sungguh saat ini kalau saja dia bisa menampar dan merobek mulut ibu tirinya itu maka akan dia lakukan sejak tadi. Menahan diri untuk tidak membuat keributan di pesta keluarga besar Takizaki dan Abimana saat ini lebih penting dari pada emosinya yang sesaat. "Lagi pula apa salahnya menikah dengan duda? Dia lebih pengalaman," lanjut Sarah, berbisik di telinga Zalikha tapi dapat terdengar oleh Daylon yang masih terduduk di sebelah Zalikha. Daylon pun langsung berdiri. "Seharusnya Anda malu, Nyonya. Tidak pantas Anda berbicara seperti itu pada orang yang sudah menyelamatkan kehormatan putri kandung Anda dan keluarga Anda," ucap Daylon, membela Zalikha. Sarah langsung terdiam, Daylon kembali berhasil memojokan Sarah. Perkataan pria itu selalu benar. Kalau Zalikha tidak mengalah tentu saja Ara akan malu karena hamil tanpa suami, keluarga Abimana juga merasakan imbasnya. Kebodohan putri kandungnya sudah di tutupi oleh kemurahan hati Zalikha, pantaskah dia meminta lebih pada gadis baik hati itu? Zalikha melihat Daylon dengan tatapan yang sulit diartikan. Sungguh dia tidak menyangka pria itu sudah membelanya di depan ibu tirinya yang selalu merendahkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD