Keesokan paginya, Zalikha bangun dengan wajah masam, mengingat jika dia kembali terjebak dalam bujuk rayu Daylon semalam. Dan lucunya pagi ini Daylon masuk ke kamarnya dengan santai minus dosa, dan Zalikha heran dia sampai tak ingat kapan lelaki itu keluar dari kamarnya.
“Selamat pagi bidadari surgaku. Cantik seperti biasa!” sapa Daylon seraya melangkah masuk sambil membawa nampan berisi roti panggang dan segelas s**u hangat.
“Bidadari?” sahut Zalikha dengan nada ketus. Daylon mengangguk dengan senyuman ceria di wajahnya, dia meletakkan nampan itu di bench–kursi ujung tempat tidur.
“Aku mati, dong, kalau gitu. Bidadari kan hanya ada di surga!” ujarnya dengan nada kesal.
Daylon terkekeh, sepertinya calon istrinya itu sedang marah saat ini gara-gara dia kembali menggagahinya semalam. Dia pun lalu duduk di dekat Zalikha, mengulurkan tangan hendak menyentuh wajahnya. Namun Zalikha cepat menoleh memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindarinya.
Daylon pun menarik nafas panjang, merasa bersalah karena memang dia tak bisa menahan diri semalam tadi, wangi tubuh Zalikha seolah jadi candu baginya, dan membuatnya b*******h setiap kali berada di dekat gadis itu.
“Maaf, semalam aku kebablasan lagi!” ucapnya seraya meraih tangan Zalikha dan menggenggamnya dengan lembut.
Zalikha tak menjawab, dia masih tak bergeming enggan untuk menoleh pada Daylon. Membuat pria itu kebingungan sendiri jadinya.
“Likha, Sayang. Kamu boleh marah dan menamparku, tapi jangan diam begini. Aku jadi nggak tahu harus bagaimana!” katanya menatap figur samping Zalikha yang masih saja terlihat menawan dengan hidung mancung dan bulu mata lentik alaminya.
Bibirnya yang mungil dan berisi, membuat Zalikha tak ubahnya seperti boneka hidup yang sempurna. Daylon mendesah dalam hati. Selain mengutuk Hugo, keponakannya yang bodoh itu sudah menyia-nyiakan wanita secantik dan selembut Zalikha, di sisi lain dia bersyukur dengan begitu akhirnya Zalikha kini menjadi miliknya.
Secara teknis, menurutnya. Meski mereka belum terikat sumpah janji pernikahan.
Daylon menggeleng, gusar sendiri karena dia benar-benar terpesona oleh Zalikha, alih-alih melanjutkan meminta maaf padanya.
“Likha–”
“Aku mau tanya!” tukas Zalikha.
“Ya, Sayang, kenapa?” sahut Daylon begitu mendengar Zalikha kembali bersuara. Dia berlangsung bersikap manis dan tersenyum menunggu calon istrinya itu bicara.
Zalikha tampak masih marah kepadanya dan menatapnya dengan penuh rasa kesal di matanya.
“Mau tanya apa?” tanya Daylon lemah lembut.
Zalikha mendengus sambil menarik tangannya dari genggaman Daylon.
“Sebenarnya Uncle ingin menikah dengan aku karena apa?” tanya Zalikha tiba-tiba.
Daylon pun tertegun mendengarnya.
“Kenapa kamu menanyakan itu?” ujarnya bertanya balik.
“Jawab saja!” kata Zalikha lagi.
Daylon pun terdiam sejenak, mengingat dan meraba perasaannya sendiri terhadap Zalikha. Sialnya sejauh yang dia rasakan sekarang adalah hanyalah rasa ingin terus bercinta dengan perempuan itu.
“Itu ….“
“Tidak mungkin dia mengatakan hal yang sebenarnya di hadapan Zalikha, bukan!?” gerutu Daylon dalam hati.
“Nggak mungkin kalau Uncle tiba-tiba mencintai aku dalam aku singkat, pertemuan kita juga diawali langsung dengan seks saja,”
“Dan aku berpikir jika Uncle ingin menikahiku hanya untuk membuktikan pada orang lain jika Uncle tidak akan gagal lagi menikah hal ini!” beber Zalikha.
“Apa aku dijadikan tumbal?” tanyanya dengan nada tajam.
Daylon tertegun mendengarnya.
“Kenapa kamu bicara seperti itu?” ujarnya tidak suka.
Zalikha pun terdiam.
Nada suara Daylon yang berubah dingin barusan tak urung membuat hatinya menciut. Namun dia tidak boleh merasa gentar begitu saja karena ini taruhannya adalah seumur hidup, yang mana dia akan menghabiskan sisa hidupnya bersama laki-laki itu jika mereka jadi menikah.
“Aku hanya bertanya, Uncle tinggal jawab saja!” kata Zalikha menatap lurus pada Daylon.
Sebagai pria yang memiliki reputasi dingin dan sulit ditaklukan di hadapan orang lain, Daylon merasa jika dia telah jatuh cinta pada Zalikha namun tentu dia tak bisa menunjukkannya di hadapan orangnya sendiri.
“Aku tidak akan menjawab pertanyaan itu,” kata Daylon yang membuat kening Zalikha berkerut.
Daylon pun menatapnya lalu melanjutkan kalimatnya.
“Kita sama-sama dipertemukan dalam momen yang tidak tepat, secara kamu gagal menikah karena kekasihmu malah menghamili wanita lain yang mana dia adalah adik tirimu, dan aku yang gagal menikah dua kali,” papar Daylon.
Zalikha pun terdiam di tempatnya.
“Terlepas dari apapun itu, mari kita jadikan ini sebagai ajang saling menguntungkan satu sama lain. Kita tidak mungkin membatalkan pernikahan yang sudah diketahui keluarga besar kita masing-masing, bukan!?”
Zalikha menelan saliva mendengarnya.
Rupanya sikap tegasnya malah berbalik tajam padanya, sedikit rasa sesal di hatinya. Sama saja dia sudah mengusik harimau yang sedang tidur, padahal sebelumnya Daylon selalu bersikap manis dan baik padanya.
“Maksud Uncle apa?” cicit Zalikha.
Daylon pun diam-diam tersenyum geli dalam hati melihat wajah panik Zalikha meski tidak kentara.
“Kita buat perjanjian saja dalam pernikahan kita, bagaimana?” katanya.
Mata indah Zalikha membulat mendengarnya.
“Perjanjian? Bukannya itu nggak boleh?” ucap Zalikha pelan. Boleh saja dia awam dalam soal agama, tapi dia paham perjanjian dalam pernikahan sama saja dengan kawin kontrak.
“Sampai sini juga aku tidak akan menekan kamu, Likha. Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman menjalani pernikahan itu nanti bersamaku, tanpa paksaan!” kata Daylon seraya beranjak berdiri dan melipat kedua tangannya di depan d**a.
Zalikha pun merasa semakin terintimidasi, namun dia juga mengumpat dalam hati karena sikap Daylon seperti ini adalah karena olehnya sendiri.
“Perjanjian seperti apa yang ingin Uncle buat sama aku?” kata Zalikha, tangannya meremas sprei takut jika Daylon memberikan perjanjian yang menakutkan.
Daylon menarik nafas dalam-dalam, dia tersenyum miring kemudian mencondongkan tubuhnya, berlutut di atas kasur merangkak mendekatkan wajahnya, sampai perempuan itu pun reflek menarik diri ke belakang sampai terbentur sandaran tempat tidur.
“U-uncle ….“
Daylon menatap wajah cantik yang kini terlihat panik di depan wajahnya, dalam hati tertawa merasa gemas, ingin sekali kembali meraup bibir mungil itu di dalam sebuah ciuman panas.
Zalikha menahan nafas selagi Daylon mempertahankan posisi mereka seperti itu untuk beberapa saat, sebelum kemudian pria itu pun kembali menarik diri dan berdiri lagi. Membuat Zalikha akhirnya bisa menarik nafas lega, tangannya naik meraba dadanya di mana di sana jantungnya seolah berhenti namun kini terasa berdebar-debar kencang setelahnya.
“Aku akan memeriksanya dulu nanti, akan kubuat perjanjiannya sedetail mungkin, yang mana setiap poinnya tidak hanya akan menguntungkan salah satu pihak saja!” kata Daylon seraya berjalan ke ujung ranjang.
“Asal jangan seperti yang di film itu!” kata Zalikha mencicit pelan.
Daylon berkerut dalam.
“Film apa maksud kamu?” ujarnya, dia yang terlalu sibuk dengan pekerjaan tidak ada waktu untuk menonton film sekalipun.
“Film yang … si pria itu hobi mendominasi dan dia mencari perempuan yang menjadi bawahannya!” ujar Zalikha menggerakkan dua jari tangannya di udara membentuk tanda kutip.
Kening Daylon semakin berkerut dalam, tak mengerti dengan penjelasan Zalikha. Tentu sulit menebak film mana yang dimaksud oleh perempuan itu jika dia tak melihat sendiri gambarnya.
“Oke, sekarang tunjukkan film yang mana!” ujarnya sambil berkacak pinggang.