Part 18

1381 Words
Hari berganti hari, usia kandungan Maita semakin terlihat membesar. Kehidupan Maita juga mulai tertata berkat bantuan dan dukungan dari Omar tentunya. Jujur saja hidup dengan lelaki asing di negri orang, bagi Maita bukanlah perkara mudah. Menaruh kepercayaan terhadap lelaki yang sama sekali tidak dia kenal membuat Maita sedikit berpikir di awal. Apakah Omar benar-benar tulus atau memiliki motif lain. Keraguan Maita terjawab dengan berjalannya waktu, Omar yang disangka Maita memiliki maksud lain, ternyata tulus menolong Maita. Bahkan hubungan mereka semakin dekat dan menjadi lebih akrab tentunya. Maita kini memiliki kesibukan di usia kandungan yang sudah terbilang cukup tua. Omar sengaja memasukkan Maita ke universitas di Melbourne untuk mengejar cita-cita yang Maita harapkan. Seperti biasa setiap pagi Maita pergi ke kampus bersama dengan Omar. “Kamu yakin mau pergi hari ini?” tanya Omar ragu. Apalagi jika melihat keadaan Maita dengan perut besar dan juga jalan yang sudah mulai sulit. “Iya, aku yakin kok. Kamu senang saja. Aku tidak akan melahirkan dalam wktu dekat,” ujar Maita dengan santai. “Berjanjilah jika terjadi sesuatu atau kamu merasakan kontraksi kamu akan segera mengabari aku,” pinta Omar. Lelaki itu sangat tidak ingin melepaskan Maita untuk pergi ke kampung karena keadaan kandungan yang sudah mendekati HPL. “Siap Bos, jangan panik gitu dong mukanya. Aku kan yang hamil, kamu yang panikan gitu,” sambung Maita. “Kamu tahu, aku sudah menganggap anakmu itu seperti anakku sendiri, asal kamu tahu!” ketus Omar. “Iya aku tahu itu ... Tapi sayangnya hanya ada satu lelaki yang aku tunggu sampai saat ini,” celetuk Maita. Hal itu ternyata mampu membuat hati Omar sedikit terkoyak karena kecewa. Omar berusaha menahan rasa sakit itu, karena ia sadar dirinya hanya menjadi seorang penjaga jodohnya orang. “Begitukah? kamu masih mengharapkan si bastard itu,” seringai Omar yang memancarkan kekesalan di raut wajahnya. “Maafkan aku Omar, tapi aku hanya mencintai dia sampai detik ini, aku yakin jika dia akan kembali suatu hari nanti. Aku juga yakin suatu saat nanti kamu akan menemukan wanita yang baik buat kamu,” kata Maita mencoba meyakinkan Omar. “Aku tidak yakin, karena hanya kamu yang aku mau,” harap Omar. Ternyata tinggal bersama selama hampir tujuh bulan dengan Maita, mampu memupuk benih-benih di antara dirinya dengan Maita. Namun tidak bagi Maita yang hanya menganggap Omar sebagai seorang Kakak. “Ayo kita jalan, nanti aku bisa terlambat dan bisa kena omelan miss Cathrine,” kata Maita mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Bukan hanya sekali Omar mencoba melamar Maita, namun sudah beberapa kali. Entah mengapa Maita masih saja dibutakan oleh cinta Jackson yang belum jelas apakah di sana Jackson juga mengharapkan cinta sepertinya. Maita segera menaiki mobil ketika Omar membukakan pintu untuknya. Perjalanan menuju ke kampus hanya memakan waktu sekitar lima belas menit dari rumah Omar. “Omar, apakah kamu mengirimi uang ke rekeningku kemarin?” tanya Maita ragu. “Tidak, aku kan hanya memberimu jatah setiap tanggal satu, dan kemarin baru tanggal tujuh belas,” kata Omar yang masih fokus pada kemudinya. “Oh ...,” lirih Maita dengan wajah yang sedikit bingung. “Kenapa?” tanya Omar. “Tidak ada,” kilah Maita. “Jika ada yang aneh jangan lupa beritahu aku!” titah Omar. “Iya, aku pasti akan mengabari kamu, jika ada yang janggal,” timpal Maita. “Goid girl, sudah sampai. Kamu hati-hati ya,” kata Omar mewanti-wanti Maita. “Oke, terimakasih sudah mengantarku. Semoga harimu menyenangkan, selamat bekerja.” Maita turun dari mobil lalu berjalan menuju kelasnya berada. Maita mengambil jurusan fashion design, dia ingin sekali menjadi desainer dan bisa mendirikan sebuah boutique milik pribadinya. “Jika bukan Omar yang mengirimkan uang kepadaku beberapa bulan ini, lalu siapa ya?” gumam Maita sembari berjalan menuju ke kelasnya. Pikirannya tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan siapa pengirim dana di rekening pribadinya. Tidak mungkin jika keluarganya. Maita bahkan sudah lost kontak dengan mereka semenjak terakhir kali menelpon sang bunda kalau itu. Tidak mungkin juga jika Jackson pelakunya. Rekening yang digunakan oleh Maita saat ini bari di bikin di Melbourne. . Di rumah sakit Omar segera mendial nomor seseorang. “Halo ....” “Ya ada apa Omar?” jawab orang di seberang panggilannya. “Apakah anda yang mengirim sejumlah uang di rekening Caroll?” cecar Omar. Ada rasa tidak suka di dalam hatinya ketika Maita mendapatkan kiriman uang dari orang lain. Karena Omar sudah berjanji untuk merawat dan mengurus Maita apapun yang terjadi. “Kenapa? apakah kamu keberatan?” Tanya Lelaki itu dengan nada mengintimidasi. “Tidak maksud saya ... begini tolong anda jangan mempersulit keadaan kami di sini, saya sudah berjanji akan menjaga Caroll apapun yang terjadi. Jadi lebih baik anda simpan saja uang anda itu!” cetus Omar dalam kekesalan. “Ho ho ho, sepertinya kamu sudah terbawa perasaan Omar, ingatlah bahwa kamu tidak berhak atas Maita dan anaknya!” kata lelaki itu penuh penekanan. “Saya tidak perduli dengan itu semua, Selamat siang,” kata Omar mengakhiri panggilan teleponnya. “Damn ... kenapa semua ini harus terjadi,” umpat Omar di depan rumah sakit sembari mengacak rambutnya kasar. Bahkan kelakuannya menjadi bahan tontonan orang lain. Dengan kesal Omar berjalan memasuki rumah sakit. Omar segera menjalankan tugasnya mengabdi pada rumah sakit di Melbourne. Pasien yang ditangani Omar kali ini lumayan banyak. Ada rasa kesal dan kurang enak hati di dalam dadanya. Tiba-tiba saja panggilan teleponnya berbunyi. Di sana tertulis nama Caroll, jelas itu panggilan telepon dari Maita. Terpancar senyum lebar di wajah Omar ketika hendak mengangkat telepon Maita. “Wait,” kata Omar menghentikan kegiatannya saat ini. “Halo, ada apa Caroll?” tanya Omar kepada orang di seberang sana. “Omar ... aku akan melahirkan, bisakah kamu ke sini?” rintih Maita di tengah-tengah panggilan teleponnya. “Whaaat?” pekik Omar. Lelaki itu segera berdiri dan berpurat sambil mengacak rambutnya sendiri. “Oke kamu di mana sekarang?” tanya Omar penasaran dan juga bingung. “Aku masih di kampus, sepertinya tidak lama ambulance datang ke sini,” ujar Maita di tengah-tengan menahan rasa sakitnya. “Kamu tenang, tarik napas ... lalu hembuskan, lakukan seperti yang aku perintahkan kepadamu ketika rasa sakit di perutmu muncul,” jelas Omar mencoba mengarahkannya. “Iya ... baik, ta-pi ... tidak bisah kamu ke si ... ni. Aku takuuuut melahirkan di kampus!” jerit Maita dari ujung panggilanya. Omar semakin bingung dan juga gusar. Dari pagi dirinya bahkan sudah memberikan peringatan kepada Maita. Namun seperti biasanya, Maita selalu keras kepala. Bahkan dirinya menganggap omongan Omar itu hanyalah angin lalu. “Dokter Omar, anda sedang apa?” tanya salah seorang staf yang sama-sama dari Indonesia. “Dok, tolong lanjutkan pemeriksaan pada Pasien saya. Saya harus mengurus wanita hamil saya yang akan melahirkan!” seru Omar sambil berlari meninggalkan sang dokter. “Wanita melahirkan ... sejak kapan dokter Omar menjadi bidan dan menangani wanita hamil?” gumam wanita muda itu. Namun sang dokter malah melanjutkan pekerjaan dokter Omar tanpa berpikiran negatif lainnya. . Di sisi lain Jackson merasakan sakit perut yang luar biasa saat ini. Bahkan dirinya sampai hampir pingsan di saat kelas berlangsung. “Jack ... you okey?” bisik salah seorang temannya dari Indonesia. “Iya ... Kevin, aku okey. Cuma tiba-tiba saja perutku rasanya seperti di giling,” gumam Jackson. Melihat Jackson yang terlihat merintih menahan sakit, Kevin segera meminta Izin kepada dosennya untuk membawanya ke klinik di kampusnya. “Makasih ya Bro, lo sudah bantuin gue,” ucap Jackson yang terlihat dipapah Okeh Kevin menuju ke klinik. “Sama-sama, sudah ayo ke klinik. Sepertinya ini bukan sakit biasa,” tebak Kevin saat ini. “Kamu benar sekali, dari dalam perutku seperti akan keluar sesuatu,” jelas Jackson. “Aku tidak mengerti dengan maksudmu Jack,” jawab Kevin. “Ya sudah, aku juga tidak memaksamu untuk memahami,” kekeh Jackson di sela-sela menahan rasa sakitnya saat ini. Jackson segera diperiksa oleh dokter yang berada di klinik itu. Namun kata sang dokter Jackson baik-baik saja. Namun hal itu malah membuat semua yang berada di sana saling menatap satu sama lain, seolah meminta penjelasan kepada Jackson sendiri. Namun lagi-lagi Jackson tidak mengerti kenapa dirinya kesakitan seperti sekarang ini. . Omar berlari menuju ke kampus Maita. Beruntung ketika Omar sampai, Maita hendak dimasukkan ke dalam Ambulance. “Excusme ....” Omar mencoba menerobos masuk ke dalam untuk menenangkan keadaan Maita. “Omar,” gumam Maita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD