Part 4

1214 Words
Apa kamu sudah melaksanakan tugas yang ku berikan Omar?” tanya Orang yang ada di sebrang teleponnya. “Saya sudah melaksanakan sesuai perintah,” jawab Omar. “Bagus ... lakukan sesuai rencana. Jangan sampai semuanya gagal!” “Baik,” jawab Omar lalu segera mengakhiri teleponnya. “Aku harus segera mengurus keberangkatan kami,” ujar Omar lalu segera keluar dari kamarnya. Ketika Omar keluar dari kantor dia melihat Maita y ang masih berada di tempat yang sama sebelum dia masuk ke dalam kamar. “Sudah telponannya?” tanya Maita. Deg. “Eh ... sudah. Kalo kamu lelah kamu bisa segera tidur. Besok kita akan mengurus semua keperluan kita sebelum berangkat,” jelas Omar. Entah kenapa Omar mendadak menjadi gugur di hadapan Maita. Omar berjalan meninggalkan Maita, namun langkahnya tiba-tiba saja terhenti. “Em ... Omar,” panggil Maita. “Ya?” “Terimakasih untuk hari ini, tanpamu aku mungkin sudah menjadi mayat di bawa derasnya arus sungai Mahakam,” lirik Maita. “Please jangan bahas itu lagi, lupakan semuanya. Kita bika lembaran baru. Memulai kehidupan baru, Okey?” kata Omar meyakinkan. Maita mengangguk dan segera meninggalkan Omar menuju kamarnya. Maita masih memikirkan nasibnya saat ini. Dirinya masih tidak begitu percaya dengan apa yang dia alami hari ini. Diusir dari rumah, tidak dianggap oleh Mama Jackson. Terus tiba-tiba bertemu dengan Omar yang tak dikenalnya tapi mau berbuat sejauh ini. ”Tidakkah semua ini terlalu aneh? apakah dia merupakan jaringan sindikat penjualan manusia?” lirih Maita termenung di atas kasurnya. Ingatannya kembali melayang ketika dirinya masih bersama dengan Jakson. flashback. Tiga bulan silam. “Sayang ... aku takut,” lirih Maita kala itu. “Kamu percaya aku mencintaimu, bukan?” kata Jackson mencoba meyakinkan Maita Kedua insan itu sudah berada di titik yang salah. Hal yang tak seharusnya dilakukan oleh remaja seusia mereka, namun mereka melanggar hal itu. Keduanya sekarang sudah saling menatap dengan lekat, tenggelam dalam peraduan dari bujukan setan. Hingga mereka melakukan hal yang tak sepantasnya. Maita kini sudah terbaring lemas di samping kekasihnya. “Sayang aku takut jika hamil,” ujar Maita sambil menatap wajah Jackson dengan lekat. “Aku akan bertanggung jawab jika kamu hamil. Aku janji, kamu bisa pegang kata-kataku. Pernahkah aku ikang di setiap janjiku?” tanya Jackson kepada wanita yang kini ada di dalam pelukannya. Maita hanya menggeleng. Dia mencoba mengingat ke dalam ingatannya, selama ini memang Jackson adalah pria yang selalu menepati janjinya. Kini tidak ada keraguan di dalam hatinya. Kedua insan itu bahkan melanjutkan kegiatan panas mereka hingga dua kali. Flashback off “Mana janji yang kamu agungkan itu?” lirih Maita sembari menatap foto yang ada di dalam ponselnya. Setidaknya hanya itu barang yang dia bawa dari rumah selain baju, itupun sangat adik yang memasukkanya ke dalam tasnya ketika mengejarnya tanpa sepengetahuan Maita. Dia menyadari hal itu ketika dia membuka tas hendak mengganti pakaiannya. “Kini aku hamil anakmu, tapi kamu entah di mana sekarang. Nomormu tidak busa dihubungi. Apakah begini cara kamu menepati janji?” ujar Maita sembari menatap foto Jackson dengan lekat. Maita tak berhenti berharap agar ada keajaiban. Berharap jika kekasih hatinya akan kembali kepadanya. Maita mencoba menghubungi nomor kekasihnya namun hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban, lebih tepatnya nomornya sudah tidak aktif lagi. “Jika ini memang maumu, Aku akan mengubur semua kenangan kita bersama. Aku berjanji tidak akan pernah membencimu, tapi jangan salahkan aku jika suatu hari nanti kamu tidak bisa bertemu dengan anakmu. Jangan pernah menyesali itu,” ujar Maita sembari menghapus butiran bening yang membasahi pipinya. Maita meletakkan ponselnya di malas setelah mengeluarkan kartu perdananya. Ia memutuskan untuk tidak menghubungi siapapun dan bertekad ingin membesarkan anak dan meraih cita-citanya. Karena kelelahan dengan kehidupan dan masalahnya hari ini. Wanita itu mulai terlelap di dalam tidurnya. . Sementara itu di tempat lain, Danar sibuk mencari keberadaan putri satu-satunya. Dengan penuh penyesalan dia menyusuri jalanan mencari putri yang telah diusirnya. Meskipun kejam dan terbilang tega, namun entah mengapa Danar tak bisa melihat putrinya menderita. “Maaf Om, saya bahkan tidak tahu jika Maita tidak pulang hari ini. Oh iya Om jika boleh tahu ada masalah apa ya sampai Mati tidak pulang,” tanya Marina sahabat dekat Maita. “Maaf Om, tidak bisa memberitahukan permasalahannya. Ini adalah kesalahan Om, mungkin Maita akan membenci Om selamanya.” Nampak dengan begitu jelas penyesalan do dalam raut wajah pria paruh baya itu. “Maafkan saya juga Om, sudah menggali informasi yang seharusnya tidaknsaya tahu. Semoga Maita segera ketemu ya Om, saya akan membantu mencari keberadaannya,” jelas Marina. “Terimakasih ya Marina. Kabarin Om jika kamu menemukan keberadaan Maita,” jelas Danar lalu segera berpamitan untuk pergi. Marina yang merasa curiga mencoba mencari tahu keberadaan Maita. Namun usahanya gagal. Dia juga menelpon nomor dari Jackson, namun hasilnya sama. Mereka berdua sama-sama tidak bisa dihubungi. “Mungkinkah, mereka berdua kabur bersama?” gumam Marina. Marina memutar seribu cara untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada sahabatnya itu. “Halo Melvin,” sapa Marina kepada Melvin adik kandung Maita. “Ya halo, ada apa kak?” jawab Melvin di seberang sana. “Kakak cuma mau tahu, sebenarnya apa yang terjadi dengan Maita?” selidik Marina. “Papa mengusir Kak Mai, Kak. Hari ini Papa mengetahui jika ternyata Kak Mai hamil dan kekasihnya menghilang,” jelas Melvin. “Si brengsėk itu, kemana dia pergi?” kesal Marina. “Tolong jika Kak Marah menemukan kak Mai, segera kabarin Melvin ya ...,” kata remaja itu. “Oke, nanti aku bakal nyari tahu keberadaan dia melalui teman yang lain.” . Keesokan harinya sesuai janji Omar, dia mengantar Maita mengurus semua keperluan sebelum berangkat ke Australia. Meski Maita sedikit ragu dengan Omar, namun dia berusaha menepis semua itu. “Kamu di rumah dulu ya, aku akan mengurus keperluanku di rumah sakit. Masih banyak berkas yang harus ku selesaikan, jangan ke mana-mana ya. Nanti kalo kamu mau beli apa-apa atau pengen sesuatu kamu hubungi saja aku pakai nomor rumah,” jelas Omar. “Iya ... aku pasti hubungi kamu kok,” jelas Maita. Omar segera pergi meninggalkan Maita. Setelah Omar pergi dan sudah tidak terlihat dari depannya. Maita segera memasuki rumah lalu ingin menyalakan televisi. Pandangan matanya tertuju kepada sebuah figura foto yang ada di atas meja di samping televisi. “Kenapa foto ini nampak familiar banget ya?” gumam Maita sembari meraih bingkai yang ada di hadapannya saat ini. “Jangan di sentuh!” teriak Omar lalu segera meraih bingkai foto yang akan diraih oleh Maita. “Maaf,” lirih Maita, ia merasa menjadi lancang karena menyentuh barang yang bukan menjadi miliknya. “Maaf,” kata Omar yang segera meninggalkan Maita yang masih termenung di hadapan televisi. Di salam kamar Omar merutuki kebodohannya karena lupa menyimpan barang-barang yang tak seharusnya di lihat oleh Maita. “Maafkan aku Carol, tapi kamu belum seharusnya mengetahui kebenarannya. Semoga kamu tidak membenciku kelak,” gumam Omar. Lelaki itu segera menyembunyikan benda-benda yang akan membuat Maita shock dan kepikiran. . “Yang tadi itu siapa ya?” gumam Maita di balkon rumah Omar, dia bahkan masih memikirkan kejadian yang tadi siang. Bisa-bisanya Omar muncul kembali setelah mengatakan dirinya akan pergi. “Kenapa aku pernah melihat foto orang yang berada di samping Omar tadi, ya?” gumam Maita. “Tapi siapa ya, melihatnya saja aku jadi berpikir keras.” “Ah ... sepertinya aku ingat!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD