25- Serba Salah

1091 Words
Fina dalam kondisi serba salah. Gadis itu sejak tadi kebingungan mencari topik obrolan dengan teman sebangkunya itu, Jena. Pasalnya Jena masih diam seribu bahasa, bahkan saat mereka sempat bersitatap tadi gadis itu langsung memalingkan wajahnya. Pura-pura tak melihat keberadaan Jena sama sekali. Sebenarnya biasanya Jena juga tak akan berbicara jika Fina tak mengajaknya bicara terlebih dahulu, namun hari ini hawanya sangat berbeda. Apalagi Fina tahu bahwa Jena sepertinya masih marah karena sudah ditertawai begitu oleh mereka. Bahkan Jun sampai didiamkan oleh Jena sejak dua hari kemarin. "Jen, lo bawa pe-er lo?" Meskipun Fina sejak tadi kebingungan memikirkan topik obrolan, namun akhirnya ia berhasil menanyakan hal itu pada Jena. Fina menarik napasnya dalam diam menunggu respon teman sebangkunya itu. Jena sedikit menoleh. Gadis itu menganggukkan kepalanya sekilas, kemudian tanpa menjawab apapun, ia mengeluarkan buku paket dari tasnya. Selanjutnya Jena mengeluarkan buku tugasnya untuk mata pelajaran Matematika, tepatnya tentang pekerjaan rumah yang dibahas Fina tadi. Fina tersenyum lebar. Setidaknya masih ada harapan karena Jena mau meresponnya. Ia tahu kalau Jena akan berubah menjadi gadis kasar nan dingin yang menyebalkan ketika sedang marah, namun tetap saja ia tidak suka. Fina tetap ingin Jena yang tersenyum meskipun dengan senyum tipis itu. "Jen, plis dong, jangan diemin gue juga," rengek Fina tiba-tiba membuat beberapa orang di dalam kelas mereka menoleh. Fina menarik lengan Jena yang terdiam. "Maafin gue kalau gue punya salah, tapi jangan diemin gue!" Fina masih merengek. Tampak hampir menangis ketika mengucapkan kalimat itu. Kini hampir seisi kelas memperhatikan meja mereka. Termasuk Rehan dan Jun yang sejak tadi pun ikut menyaksikan interaksi kedua gadis itu. Meskipun Jun lah yang paling memperhatikan ekspresi wajah Jena sekarang yang masih dingin, namun ia takut bahwa Jena akan membuat seisi kelas jadi segan berteman padanya. Sedangkan Karina yang berada di belakang meja mereka hanya terdiam, ia pun bingung sekarang. Jena masih diam. Ia hanya pasrah saja ketika tangannya ditarik-tarik oleh Fina, bahkan sekarang digoyang-goyangkan. Meskipun Fina berisik, tetapi Jena tidak mungkin bukan membekap mulut temannya itu sekarang? Jadi gadis itu hanya berusaha melepaskan cengkraman tangan Fina dari lengannya. Selanjutnya ia mendapati Fina memandangnya dengan sorot terluka, yang langsung membuat hati Jena sedikit luluh. Kini ia mulai menetralkan ekspresi wajahnya. Tidak sedingin yang tadi ia tunjukkan. "Udah ada guru, jangan cengeng deh." Jena mengucapkan kalimat itu dengan pelan. Tepat setelah Jena mengatakan kalimat itu, guru Matematika mereka memasuki kelas. Dan Fina yang tadinya hendak memprotes, tentu saja kicep. Gadis itu diam, dan hanya menatap Jena dari samping, tanpa berucap apapun lagi hingga jam pelajaran berakhir. *** Ruangan OSIS masih sepi. Hanya ada dua orang di sana, yang mana salah satunya yaitu si Ketua OSIS. Bayu sejak tadi menunggu anggota-anggotanya yang lain untuk ikut berkumpul rapat hari ini. Cowok itu tak sendirian menunggu, melainkan ada Zaldi di sana, teman sekelasnya sekaligus teman satu organisasinya itu. Zaldi sibuk bermain game di ponselnya sedangkan Bayu sibuk mencatat materi yang akan ia bahas nantinya dalam forum rapat itu. Sebentar lagi akan ada event tahunan di sekolah mereka. Yaitu event ulang tahun sekolah mereka, sekaligus puncaknya akan ada pementasan drama dari Ekskul Teater. Maka dari itu ia mengumpulkan beberapa anggota OSIS serta anggota Ekskul Teater siang ini. "Yah! Anjir!" Umpatan dari Zaldi itu mengganggu konsentrasi Bayu. Cowok berambut hitam legam itu menghentikan kegiatan tangannya yang sejak tadi menulis. Kini Bayu berdecak dan memelototi Zaldi. "Berisik!" seru Bayu sembari menggeplak lengan Zaldi. Detik berikutnya, cowok itu kembali fokus pada tulisan tangannya. "Kalah gue!" Zaldi berdecak, kemudian melempar ponselnya ke atas meja dengan pelan. Lalu ia melirik Bayu yang masih fokus menulis. Ia terdiam memandangi tulisan tangan Bayu yang tergolong rapi itu untuk kalangan cowok-cowok di sekolah mereka. Zaldi melirik ekspresi wajah Bayu sebelum menanyakan sesuatu untuk sang Ketua OSIS. "Nanti ada Jena, lo gak apa-apa?" Bayu tampak menghentikan gerakan tangannya yang tadi masih menulis itu. Meski sekilas, Zaldi bisa melihat Bayu terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. "Gak apa-apa. Kenapa emangnya?" Bayu dengan santai berucap. Kemudian ia melanjutkan tulisan tangannya. Zaldi terkekeh pelan. "Lo gak mau gitu terima perasaannya si Jena? Dia udah kejar-kejar lo sejak kelas sepuluh, Bro! Bayangin!" Bayu kini benar-benar menghentikan tulisan tangannya sepenuhnya. Cowok itu menutup bukunya dengan cepat dan menatap Zaldi di sebelahnya. "Kenapa? Lo iri karena gak ada yang mau sama lo gitu?" Bayu menyeringai. Ia meledek temannya itu. Zaldi tersenyum masam. "Anjir." Lalu ia mendekat ke arah Bayu. "Lo gak ada perasaan gitu ke Jena? Ini seorang Jena loh, Bro! Jena Mustika! Cewek yang masuk nominasi Cewek Paling Cantik se sekolah!" ucapnya menggebu. "Lo gak suka sama dia sedikitpun, gitu?" sambung Zaldi dengan senyum lebar. Bayu terdiam. Sambil mengelus dagunya, ia mengangguk. "Iya. Jena cantik. Dia lucu juga, pasti bakal asik kalau semisal ngobrol seharian sama dia." Zaldi menepuk pundak Bayu dengan antusias. "Nah itu!" serunya. "Terus kenapa sampai sekarang lo gak ada perasaan apapun ke dia?" Bayu menerawang. "Gue gak tahu. Masih biasa aja kalau gue ada di dekat dia." Ia tersenyum santai. Lalu melanjutkan tulisan tangannya. Zaldi mencebik. "Lo gak takut dia diambil orang lain gitu? Itu ... si Jun, sahabat sejak kecilnya, siapa tahu dia friendzone sama Jena." Mendengar Zaldi menyebut nama Jun, Bayu menoleh. "Jun? Friendzone sama Jena?" tanyanya tak percaya, lalu terkekeh. "Gak mungkin!" Bayu mendekati Zaldi untuk melanjutkan kalimatnya. "Seluruh sekolah tahu kalau hubungan mereka berdua murni sahabat. Dan seluruh sekolah tahu kalau Jena suka sama gue." Zaldi mencebik. "Anjir bangga banget lo!" Cowok itu menepuk bahu Bayu lagi. "Tapi lo tahu gak sih, keadaan bisa berbanding terbalik begitu aja, 'kan? Lo tahu kalau gak ada yang gak mungkin di dunia ini," jelasnya dengan wajah yang sangat meyakinkan. Diam-diam, dalam hati Bayu ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Zaldi itu. Mungkin memang benar selama ini Jena mengejarnya, bahkan mengumumkan pada satu sekolah bahwa ia menyukai Bayu. Namun, bisa saja suatu saat gadis itu akan lelah karena Bayu tak jua membalas perasaannya. Dan akhirnya, gadis itu akan melepaskan Bayu begitu saja dan bahkan mencari cinta yang lain. Memang selama ini Bayu sempat terpikirkan hal itu. Ia tahu kalau suatu saat nanti Jena akan berhenti menyukainya. Namun, yang ia tak pernah pikirkan yaitu sosok lain yang akan menjadi pelabuhan perasaan Jena adalah sosok yang menjadi saingannya sejak dulu. Jun. Ketika ia dan Jun dulu disandingkan menjadi saingan saat mendaftar Ketua OSIS. Atau saat ia harus mengalah karena akhirnya Jun lah yang terpilih mewakili sekolah mereka untuk Perlombaan Karya Tulis. Mungkin mereka satu sama sekarang, karena akhirnya Bayu dapat menjadi Ketua OSIS sekarang, sedangkan Jun mendapatkan piala perlombaan. Namun, ia tak akan membiarkan Jun kembali menyalipnya. Maka ... Bayu tak akan membiarkan Jun begitu saja. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD