Bagian 8

1442 Words
"Jadi bisa jelaskan!?" tanya Risky memulai perbincangan. Niel duduk diam di kursi keluarga menjaga jarak dengan ibunya, takut-takut kalau kejadian tadi terulang lagi dia langsung siaga lari dari tempat, sedangkan Thalia memilih duduk menjauh dari ibunya hanya berjaga-jaga agar tak terjadi sesuatu  ketika ibunya mulai menyerang lagi seperti tadi. Lalu Risky duduk di depan ketiga anggota keluarganya, sedangkan Raisa memilih membuang muka dari Niel. Mbok Atik dan yang lainnya hanya bisa mengintip dari dapur dengan takut-takut. Setelah insiden Raisa mengamuk dan mengancungkan pisau pada Niel, Niel lari menjerit-jerit dari meja makan, lalu di susul Thalia yang melompat menyelamatkan diri dari amukan ibunya, Risky langsung menerjang istri dan menenangkannya, tapi reaksi Raisa masih sama ia mengamuk dan mengancam akan memotong titit anaknya. Mbok Atik lari tergopoh-gopoh memanggil Parman sang supir merangkap sekaligus menjadi suaminya, sedangkan Jojon si penjaga kebun lari melepaskan selang air, lalu di susul istrinya Narti keluar dari kamar mandi meninggalkan cuciannya. Risky hampir kewalahan menenangkan istrinya dibantu Mbok Atik yang takut-takut menenangkan majikannya juga. Acara makan malam mereka tertunda karena insiden Raisa mengamuk. "Sekali lagi papa tanya bisa jelaskan?" tanya Risky ke istri dan anak sulungnya. Niel masih diam di tempat. "Pa--," ucapan Raisa terhenti. "Aaaaa...." jerit Thalia takut. Sedangkan Niel sudah siaga akan melompat dari kursinya. "Heumm," Raisa mendengus. Mbok Atik dan kawanan luar biasa penasaran mereka bahkan saling tindih-menindih untuk bisa melihat dan mendengar. Risky geleng-geleng kepala. "Nathaniel tolong jelaskan ke papa apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa sampai kau membuat mama-mu mengamuk? Dan mama juga kenapa pakai pisau segala? Bahaya tahu kalau ada yang kena!" ucap Risky dengan tegas. "Itu pa...anu..." Niel ragu-ragu ingin menjawab. "Itu anu apa? Udahlah ngak usah ngasih penjelasan juga mama udah tahu kok." Ucap Raisa dongkol. Risky memijit pelipisnya. "Ma, mama kalau udah tahu jelasin lah ke papa, supaya papa tahu juga, lama-lama cuma papa dan Thalia aja yang jadi orang bego nggak tahu apa-apa," ucap Risky. "Ish papa apa-apaan sih bawa-bawa Thalia segala," batin Thalia. "Jadi gini pa, si Niel ini padahal setiap hari bawa perempuan ke kantornya pa." Jelas Raisa. "Bawa perempuan?" tanya Risky. Raisa mengangguk. "Nggak kok ma bohong!" seru Niel. "Halah nggak usah ngelak." Tandas Raisa. "Nggak gitu ma." Elak Niel. "Tunggu, Niel bawa perempuan di kantor?" tanya Risky. "Iya Niel bawa perempuan pa," sahut Raisa. "Lalu apa masalahnya?" tanya Risky dengan sabar. "Di dalam ruangannya lagi," celutuk Raisa. Niel diam, Risky megerutkan keningnya. "Dalam ruangan?" ulang Risky. Raisa mengangguk. "Lama banget lagi," lanjut Raisa lagi. "Terus apa masalahnya? Bukannya mama senang kalau Niel ada dekat dengan perempuan? kan mama sendiri yang bilang, pengen cepet punya mantu." Jelas Risky. "Yah bukan masalah sih pa kalau Niel deket sama perempuan, mama sih seneng-seneng aja mendukung malah, mama sih pengen banget punya mantu, yah tapi nggak kaya gini lah caranya, pencemaran namanya itu." Celutuk Raisa. "Maksud mama apa sih? Yang jelas dong jangan bertele-tele gitu papa pusing dengernya." Ucap Risky. "Jadi intinya gini pa, Niel sering bawa perempuan di dalam ruangannya lama banget, terus perempuan itu pengantar bunga, hm terus dia juga katanya punya lebam, denger-denger sih Niel melakukan penganiayaan pa." Jelas Raisa yang katanya inti menjadi panjang lebar. Risky melongo dengar penjelasan istrinya, Thalia cengo. "Nggak kok ma, Niel nggak pernah aniaya orang kok, tapi kalau gadis pengantar bunga itu yah emang masuk ke ruangannya Niel sih," elak dan jelas Niel. "Nah itu ngaku kamu kan, kalau sering bawa perempuan." Celetuk Raisa. "Ma bukan Niel yang bawa ma, dia itu pengantar bunga, ma." Jelas Niel. Risky menghela nafas. "Masa sih?" cibir Raisa. Niel mengangguk. "Pokoknya intinya Direktur Utama Sandawa menghamili gadis pengantar bunga titik!" seru Raisa. Thalia melotot mendengar ucapan ibunya, Risky mematung sedangkan Niel Syok. "Apa!" respon Thalia menjerit sambil mengedip-ngedipkan matanya. "Ma, sumpah ma gosip itu nggak bener ma, ok biar Niel jelasin yang sebenarnya dan yang sedetail-detailnya, biar mama dan semuanya percaya mari Niel jelaskan, tadi itu ada pengantar bunga datang bawa bunga ke kantornya Niel karena ada acara, tapi Niel terlalu buru-buru dan nabrak pengantar bunga itu, kita sih sebenarnya terlibat sedikit perdebatan ma, tapi Niel nggak sengaja buang kata yang salah terus buat dia agak sedih sih, niatnya mau negur dia eh Niel malah lihat lebam di rahangnya, para pegawai lihat ma, kan Niel nggak tega sama dia terus..." jelas Niel panjang lebar kepada Ayah, ibu dan adiknya. "Gitu ma...makanya mama tuh denger penjelasan Niel dulu baru marah-marah." Jelas Niel di akhir kalimat. Risky dan Thalia manggut-manggut. Raisa mendengus. "Ma, sekarang udah jelas kan ma Niel-nya kita nggak bakal lakukan hal kaya gitu," ucap Risky. Raisa memandang sinis Niel. "Ma, kok pandangan mama gitu sih ke Niel," ucap Niel. "Kalau bisa bawa gadis pengantar bunga itu ke sini, udah itu aja ayo pa kita lanjutin makannya," balas Raisa. Niel mengerjab-ngerjabkan matanya. "Ehh?!" respon Niel. Lalu mereka melanjutkan makan malam mereka. ................ "Vann, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris. "Belum nih, dari tadi siang, beliin dong bang." Jawab Savanna. "Ok, mau makan apa?" tanya Faris. "Sate ayam enak tuh." Jawab Savanna. "Ok tunggu abang beliin dulu." Ucap Faris. Faris berjalan keluar dari tempat jaga mereka dan pergi membeli makanan, tak lama Wawan muncul. "Baaa..." jail Wawan ke Savanna. "Aaaaa!" jerit Savanna. "Hahahahahaha!" tawa Wawan. "Ngerjain orang banget sih...heh pamali tahu istri lagi hamil nggak boleh sembarangan ganggu orang," cerocos Savanna. "Abisnya kamu lucu banget, melamun apaan coba? Mending di jailin biar seru gitu!" ucap Wawan dengan ekspresi jailnya. "Eh aku lapar kamu ud--astaga Savanna ini muka kamu kenapa biru begini?" niatnya tadi Wawan ingin tanya Savanna sudah makan atau belum malah kaget lihat lebam di wajah Savanna. "Tadi malam kena pukul pencuri Wan, sakit..." ucap Savanna. "Gila! Ada berita segede gini kok aku nggak tahu yah?" heboh Wawan. "Yah kamu aja yang nggak ada tadi malam." Sahut Savanna. "Iya yah...wah coba kalau aku tadi malam nggak, ijin pasti seru nih," celutuk Wawan. "Apaan yang seru? Serunya tuh lihat aku kena pukul gitu?" tanya Savanna mulai kesal. "Nah itu salah satunya...aduh kakiku..." jawab Wawan disusul ringisan kesakitan kakinya di injak Savanna. "Heum...jail aja terus...awas yah aku doa in supaya nanti anak kamu lahir terus jadi tukang jahil seantero kota Bandung," ucap Savanna dongkol. "Waduh jangan dong, nanti aku yang kena cibirannya." Melas Wawan. "Heum biarin, biar tahu rasa, situ kan tukang jahilin orang, nah buah jatuh nggak jauh dari tangkainya!" dengus Savanna. Wawan yang mendengar celotehan Savanna menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Baru dengar," sahut Wawan. "Apanya yang baru dengar?" tanya Savanna. "Itu, buah jatuh nggak jauh dari tangkainya, kan biasanya buah jatuh nggak jauh dari pohonnya." Jawab Wawan. "Itu kan yang kamu dengar, yang punya aku beda lah lagian kalau buah jatuh dari pohonnya tuh terlalu ambigu," jelas Savanna. "Ambigu apaan maksud kamu?" tanya Wawan. "Yah gini ni, kalau orang bilang buah jatuh dari pohonnya lah kalau misalnya buah mangga jatuh dari pohonnya, terus bertetangga dengan terong kan nanti orang pada bingung bilangnya," jelas Savanna. "Bingung bagaimana, sudah jelas kok," sahut Wawan. "Apanya yang sudah jelas? His kamu ini," cibir Savanna. "Buah mangga jatuh tidak jauh dari pohonnya yang bertetangga dengan terong, mangga yah mangga, terong lain lagi." Sanggah Wawan. "Nah itu tahu! Pura-pura lagi," celutuk Savanna. "Oh jadi kamu ngerjain aku dari tadi? Awas yah...heh heh sini kamu...jangan lari!" teriak Wawan yang mengejar Savanna, Savanna lari ke arah datangnya Faris. "Heh heh ada apa nih, datang-datang langsung ribut," tegur Faris. "Itu tuh si GG ngerjain aku." Tukas Wawan. "Situ duluan," cibir Savanna. "Udah dari pada ribut nggak jelas mending kita makan aja, ayo!" ajak Faris. "Asik makan gratis, makan gratis," nyanyi Savanna. "Ck! Bocah." Cibir Wawan yang masih kesal. Faris geleng-geleng kepala. Mereka mulai acara makan mereka, belum habis makanan mereka Iman datang menghampiri mereka bertiga. "Wih makan nggak bagi-bagi atuh, Iman teh mau juga," ucap Iman. "Yah kamu terlambat Man, ini sate ayamnya udah sisa tulang, kalau mau saos kacangnya aja atau ini ada tulangnya". Tawar Savanna, padahal sisa tusuknya saja. "Tulang mau dikasih emangnya saya kucing," ciibir Iman. "Hehehehehe," cengir Savanna. "Eh Vann, kamu dipanggilin sama pak Imran tuh," ucap Iman. "Ah yang bener kamu?" tanya Savanna memastikan. Iman mengangguk. "Mau ngapain dia dipanggil?" tanya Wawan. Iman mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Wah mungkin kamu ada buat salah kali Van," tebak Wawan. "Ah nggak tuh...aku mah baik-baik aja, tapi nggak tahu sih mungkin penting kali," sahut Savanna asal. "Udah sana pergi jangan kelamaan bisa lumutan pak Imran-nya." Celutuk Wawan. "Hussh pelan-pelan jangan keras-keras nanti kalau pak Imran denger bisa gawat," bisik Savanna ke arah Wawan. Spontan Wawan menutup mulut dengan tanganya. "Memangnya kenapa kalau saya dengar?!" suara Pak Imran. "Uhuk-uhuk!" Faris tersedak teh panasnya. Brak Wawan menjatuhkan piring kotor sate ayamnya yang untung saja itu terbuat dari plastik. Bruk Iman berjinggat hingga jatuh. Sedangkan Savanna. "Hachiuuuuww." Pura-pura bersin. Pak Imran yang melihat ke-empat anak buahnya yang baru saja berbisik-bisik geleng-geleng kepala. "Hm?" Sahut pak Imran. "Eh pak Imran...itu pak maaf kita lagi bilang kalau pak Imran itu jarang kelihatan, kita khawatir aja kalau terjadi apa-apa gitu eh padahal bapak nggak kenapa-kenapa sehat lagi, segar pula, masih fresh," sahut Savanna mencari alasan. "Kirain ikan gitu masih fresh." Bisik Wawan. "Ish...kamu ini...yah kan?" tanya Savanna tersenyum manis pada teman-temannya. Iman, Faris dan Wawan ikut tersenyum lalu mengangguk. "Hm yah sudah...Savanna kamu ikut saya, ada hal penting yang harus saya bahas dengan kamu." Pinta pak Imran. Savanna mengangguk. "Siap pak," sahut Savanna. Lalu Savanna mengekori kemana pak Imran berjalan, dan ternyata mereka menuju ruangan pak Imran. Ceklek Bunyi pintu terbuka Pak Imran dan Savanna masuk. "Ah ini dia Savanna?!" ............
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD