9. Dia Lagi ... Dia Lagi!

2044 Words
“Dan ternyata ...,” ucap Dara susah payah menahan tawanya. Di hadapannya dan hanya dipisahkan oleh meja kaca berbentuk bundar, Lita tak ubahnya pakaian lecek yang belum disetrika. Mendengkus miris, Lita yang menunduk berkata, “Dia lagi, dia lagi ... hidupku benar-benar hanya berputar di lingkaran yang sama.” Detik itu juga, Dara dan om Fean terbahak menertawakannya. Termasuk itu baby F yang sampai ikut-ikutan tertawa layaknya kedua orang tuanya. “Namun cikal bakalnya tetap Om Fean, kan? Gara-gara Om Fean, ini, aku malah nikah sama dia yang usianya saja ... ya ampun, tuaan aku! Masa iya, aku menikah dengan laki-laki yang sudah aku anggap sebagai adik sendiri, dan selama ini sudah bikin duniaku jungkir balik bahkan tenggelam!” ucap Lita mendadak memarahi om Fean. Namun, bukannya merasa bersalah ataupun kesal, pria itu malah makin menjadi-jadi tertawanya bersama keluarga kecilnya. “Ada apa, ini? Rame banget? Lagi bahas apa?” ucap Arkana yang baru datang. Arkana datang sambil mengemban Mahesa yang memang merupakan anak angkat Lita dan dirinya, sekalipun mereka baru menikah kemarin. Mahesa sendiri merupakan anak dari alm. Nabila yang tidak lain merupakan mantan istri Fean. Namun karena saat itu Mahesa terancam menjadi sebatang kara, Nabila yang hanya percaya kepada Lita karena sejauh ini Lita dikenal sebagai pribadi yang sangat baik oleh semuanya, menyerahkan sang putra yang saat itu baru wanita itu lahirkan, kepada Lita. Sementara alasan Nabila justru menyerahkan Mahesa kepada orang lain dan tidak merawatnya sendiri karena satu bulan setelahnya, Nabila harus menjalani eksekusi atas hukuman mati yang harus ia jalani—baca n****+ : Istri Bar-Barku. Ada Mahesa, beban hidup Lita seolah berkurang detik itu juga. Adanya Arkana di sana pun tak ia masalahkan karena pemuda yang sudah menikahinya itu sedang tidak berulah. Lita segera berdiri dari sofanya kemudian mengambil alih Mahesa yang sudah belepotan es krim. Kemeja putih Arkana sampai ikut belepotan es krim rasa cokelat hingga kemejanya menjadi terlihat kurang enak dipandang. “Kok separah ini, berasa bencana alam?” ucap Lita menatap berat sang putra. Kemudian, ia mengalihkan tatapannya pada Arkana dan meminta suaminya itu untuk segera ganti baju. “Es klim!” seru baby F atau itu Feandra. Ia mengulurkan tangan kanannya kepada Mahesa, dan yang bersangkutan langsung berusaha memberikan sisa es krim contong di tangan kanannya kepadanya. “Baik banget yah, kak Mahesa.” Semuanya memuji Mahesa dan juga interaksinya dengan Feandra. Karena bukannya bertahan di embanan Lita, Mahesa minta turun dan ingin main dengan Feandra. “Bentar, kumur sama lap dulu.” Lita sudah telanjur sibuk mengikuti sang putra, memastikan gigi-gigi Mahesa bersih dengan cara berkumur. Tak beda dengan Lita, Dara juga menjadi ikut jongkok di lantai sebelah meja kebersamaan mereka sebab putra mereka memilih duduk bersebelahan di sofa beludru warna cokelat. “Semalam aku beneran cemas, takut ada pengantin minggat,” ujar Fean yang kemudian tertawa. Ia sungguh tidak bisa untuk tidak tertawa jika itu menyangkut hubungan Lita dan Arkana. “Nyaris,” balas Arkana sambil menahan senyumnya membalas Fean. Lima tahun ia menjadi tunangan misterius Lita dan baru terbongkar di ijab kabul mereka, padahal selama itu, ia juga terus menjadi satelit Lita ke mana pun istrinya itu pergi. “Gibah saja terus,” ucap Lita sengaja menyindir kedua pria di sebelahnya. Di seberangnya, Dara yang tahu betul perjalanan hubungannya dan Arkana, langsung tertawa. “Pantas, keluarga kamu peduli banget ke aku, ya, Ra? Kalau dari mana-mana, oleh-olehnya enggak tanggung-tanggung. Mereka bilang dari tunanganku, eh ternyata biang keroknya ya masih itu-itu saja!” ucap Lita berkeluh kesah, tapi lagi-lagi membuat yang di sana termasuk Arkana tertawa. Setelah tawa di sana reda, Fean menghela napas dalam. Ia memfokuskan tatapannya kepada Lita. “Mengenai Lilyn, kamu lepas saja. Dari awal kita juga sudah tegas, kan? Dia sudah dewasa, dan harusnya dia paham, terlebih di dunia ini laki-laki bukan hanya Arkana. Lagian, pacar dia juga banyak. Sekarang, kamu fokus ke rumah tangga kamu saja. Aku yakin, kamu tahu alasan Arkana melakukan semua ini. Bukan alasan lain, tentu saja karena Arkana sangat mencintaimu. Setiap orang punya cara berbeda dalam menunjukkan rasa sayang dan cintanya kan? Andai Arkana terus bikin emosi, banting saja kamu pasti bisa.” Ia bertutur penuh pengertian karena biar bagaimanapun, sebagai orang yang menjadi cikal bakal hubungan Lita dan Arkana ada, ia merasa sangat bertanggung jawab. Lita yang jadi duduk di sofa panjang bersama Dara dan anak-anak mereka, menjadi menunduk sekaligus bungkam. “Bagaimanapun keadaannya, aku yakin, Arkana yang paling tepat. Anaknya memang nyebelin, tapi lebih makan hati kalau dapat pasangan yang sopan dan baik ke siapa pun, tapi tiba-tiba malah ninggalin kamu karena dia sudah menghamili sahabatnya sendiri. Bukan bermaksud mengorek luka lama, aku hanya ingin kamu menerima sekaligus berdamai dengan kenyataan,” lanjut Fean yang memang mencoba menuntun Lita untuk mengingat apa yang sudah terjadi. Karena meski Lita sangat baik, pada kenyataannya gadis itu juga pernah sangat terluka dan berada di titik nadir dari kejamnya pengkhianatan yang juga membuat Lita merasa dibuang. “Harusnya Lita masih bisa mendengar dengan baik,” ucap Arkana sengaja menyindir Lita. “Telingaku ada di telapak kaki, jadi enggak bisa dengar!” cibir Lita sambil melirik sebal Arkana. “Untung enggak di p****t, bahaya kalau sampai iya,” lirih Arkana sengaja menyindir Lita yang juga tengah ia lirik nakal. Dara dan Fean kompak saling lirik sambil menahan tawa mereka. Dalam diamnya, mereka yakin, Lita akan lebih bar-bar dari Dara ketika Dara yang hamil dan ditelantarkan Billy, malah dinikahi oleh Fean. “Oh, iya ... rencananya kalian mau langsung honey moon apa bagaimana?“ lanjut Fean. “Honey moon, dong. Tapi cukup di rumah saja, biar biayanya murah,” balas Arkana sambil memangku Mahesa yang kebetulan menghampirinya. Jawaban Arkana yang terdengar asal-asalan membuat Lita makin yakin, pria yang telah menikahinya itu mulai kurang waras. Namun, apa pun itu balasannya, Fean dan Dara selalu saja tertawa. “Ta, aslinya Kana sudah beliin kamu rumah di luar negeri,” ucap Fean sengaja memberi tahu. Lita langsung terkesiap dan buru-buru menatap sang suami. “Enggak usah terima kasih!” ucap Arkana sambil menyeringai sombong. Lita menggeleng tak habis pikir. “Belum apa-apa sudah akan langsung kamu ungsikan ke rumah yang ada di luar negeri, apalagi kalau aku sudah jompo!” cibirnya sambil tersenyum miris. “Langsung aku kubur hidup-hidup, biar enggak nyusahin. Kurang lebih seperti itu!” balas Arkana mengomel sesaat setelah ia sengaja mendekap erat kepala Mahesa ke dadanya agar bocah berusia tiga tahun itu tidak mendengar terlebih menyaksikan keributannya dan Lita. Fean dan Dara makin terpingkal-pingkal karena ulah pasangan baru di hadapan mereka yang sungguh berisik. “Romantis dikit, kek. Di mana-mana harusnya senang, sudah disiapkan rumah bahkan di luar negeri!” keluh Arkana sambil menatap sebal sang istri. Lita meraih sisa cake di piringnya menggunakan kedua tangannya, kemudian mengusapkannya ke wajah Arkana yang ia bingkai gemas. Kali ini, Arkana memilih pasrah. Ia sengaja memamerkan keromantisannya kepada Dara dan Fean. Di restoran yang ada di Luxury Hotel milik keluarganya, ia sungguh tengah menikmati akhir dari penantian panjangnya terhadap cinta Lita. Iya, selama lima tahun terakhir dan membuatnya sangat tersiksa karena harus merahasiakan hubungan mereka, apa yang tengah terjadi telah membayar semuanya dengan lunas. “Ini belum apa-apa, ... nanti kalau sedang hanya berdua apalagi kalau sudah di kamar, pokoknya, ... Lita romantisnya enggak kaleng-kaleng!” ucap Arkana sengaja jail kepada Lita yang sudah membuat wajahnya belepotan cake cokelat. Mahesa sampai menertawakannya gara-gara wajahnya belepotan cake. Tanpa bisa Lita tepis, kejailan Arkana kali ini cukup membuatnya gugup. Pipinya sampai bersemu karenanya, selain ia yang juga sampai tidak bisa membalas. Oke, kali ini kamu memang. Tunggu pembalasanku! Batin Lita di tengah gelak tawa yang mewarnai kebersamaan mereka. Penghuni lain yang memang tengah memenuhi restoran di sana, sampai kebingungan memperhatikan mereka. Namun andai mereka tahu siapa Arkana maupun Dara selaku anak dari pemilik hotel mereka berada, mereka pasti tidak bingung terlebih heran. *** Semenjak menikah, Lita merasa ada yang berbeda dengan hubungannya dan Arkana, khususnya ketika mereka hanya berdua dan itu di tempat sepi terlebih kamar pribadi. Layaknya kini, Lita sampai tidak berani keluar dari kamar mandi hotel tempatnya dan Arkana harusnya menghabiskan malam pertama. Tempat di mana mereka menjalani lembaran terbaru mereka sebagai suami istri. Bukan karena mereka masih sering ribut tapi gampang baikan termasuk itu ketika mereka sedang di tempat umum, bukan. Ini mengenai kenyataan yang pasti terjadi layaknya apa yang terjadi pada suami istri pada umumnya, khususnya dalam interaksi intens dan benar-benar sensitif. Serius, semenjak kemarin malam dan dimulai di kamar ini, rasanya jadi campur aduk gini. Berasa ada petasan rentet di dadaku, padahal pas aku sama Justin enggak gini-gini amat! Apa ... apa gara-gara Arkana, ternyata Kutceng Garong mesummnya enggak ketulungan, ya? Sumpah, lama-lama aku beneran takut kena mental kalau gini caranya punya suami semesum Kana, batin Lita yang seketika terkejut karena dari luar, seseorang menggedor pintu dan bisa dipastikan itu Arkana. “Ta, kamu masih hidup, kan? Atau malah kamu sudah jadi patung, buat gantiin Roro Jonggrang di Prambanan?” teriak Arkana dari luar. Mendengar itu, Lita menghela napas dalam sekaligus pelan demi menambah stok kesabarannya agar malam ini tidak ia habiskan dengan keributan hanya karena ia menjaili Arkana. Dan sebelum ia benar-benar pergi, ia sengaja mematut penampilannya di cermin wastafel yang ada di hadapannya. Semuanya sudah dalam keadaan rapi. Ia sengaja menggerai rambut panjang bergelombangnya karena niatnya pun akan langsung tidur. Sementara berbeda dari malam kemarin, kali ini ia sengaja memakai piama kimono warna putih gading sekalipun di dalam lemari, nyatanya Arkana sudah menyiapkan banyak koleksi lingire dengan segala kemesuman suaminya itu. “Oke, aku kalengin kamu kalau berani macam-macam, biar jari sarden kucing garong sekalian!” cibir Lita yang kemudian membuka pintu kamar mandinya. Tangan kanan Arkana masih tergantung di udara karena awalnya, ia masih akan menggedor pintu kamar mandi agar Lita keluar. Namun nyatanya, meski wanita yang ia tunggu-tunggu kehadirannya itu ada di hadapannya, ia malah merasa kecewa. “Kenapa? Kalau mau pakai kamar mandi ya sudah, aku sudah beres, kok,” ucap Lita sengaja basa basi agar kebersamaan mereka tak terasa sangat canggung bahkan tegang untuknya. “Kok kamu pakai baju, sih?” kesal Arkana sampai mendesah menegaskan kekecewaannya. Ia dapati, Lita yang detik itu juga menatapnya sambil mendelik tak percaya sementara bibir tipis yang selalu menggoda imannya itu juga menjadi komat-kamit dan seolah sudah akan langsung menceramahinya dengan omelan. “Memangnya aku harus, ba-gai, manaaaa?!” Lita benar-benar tak habis pikir, tapi juga gemas kepada Arkana. Kedua tangannya sampai sudah terasa panas, tak sabar ingin meremas bibir berisi milik Arkana yang selalu saja menghasilkan kata-kata menyebalkan untuknya. “Tentu saja aku akan jauh lebih berterima kasih andai kamu enggak pakai apa-apa. Sudah polos saja!” pinta Arkana masih berkeluh kesah. Lita panik dan nyaris jantungan mendengarnya. Ia sampai sibuk beristigfar tanpa berani menatap Arkana. Memang, sebagai suami, Arkana berhak melakukannya. Namun sungguh, Lita belum terbiasa dan terlalu syok dengan sisi kucing garong seorang Arkana. Karenanya, demi kewarasannya, ia memutuskan untuk berlalu dari sana, meski Arkana malah mencekal sebelah pergelangan tangannya. “Sumpah, kalau begini caranya, mending enggak ada malam terlebih duaan di kamar, lha. Kana, jangan seliar ini, kenapa?” mohon Lita ketika akhirnya Arkana sampai mendekapnya kemudian menciumi kepala, wajah, dan juga lehernya. Arkana menahan tawanya. “Enggak usah teriak-teriak kenapa, sih? Aku kan suami kamu, aku berhak melakukannya, dan sekarang kamu jangan lupa, kita enggak hanya berdua, ada Mahesa, jadi kamu jangan berisik,” lirihnya di tengah tawa kecil yang masih berlangsung. Dan Lita sungguh lupa jika mulai malam ini, sepertinya mereka memang akan lebih sering bertiga karena Mahesa selalu ingin bersama mereka. Tentu saja kenyataan tersebut terjadi karena ia terlalu gugup sekaligus tegang menghadapi kemesuman sang suami. “Lupa, ya?” lirih Arkana yang kali ini mendekap Lita penuh sayang dari samping. Kemudian, ia sengaja membingkai wajah Lita menggunakan kedua tangannya. Sambil menatap Arkana dengan memohon, berharap suaminya itu mau mengerti, Lita berkata, “Kana, kamu apa-apanya jangan main serang dan spontan, dong. Aku tuh beneran belum biasa. Intinya, aku belum terbiasa. Takutnya bukannya senang atau terkejut, aku malah jantungan dan bablas ke alam baka!” lirihnya. Ia dapati, sang suami yang langsung menjadi terlihat sangat sedih. Jika sudah seperti itu, Arkana benar-benar mirip bayi dan tampak sebaya dengan Mahesa. “I love you,” lirih Arkana benar-benar tulus, tapi Lita hanya mengangguk-angguk kaku layaknya boneka kucing emas yang konon dipercaya sebagai simbol hoki oleh beberapa orang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD