[SOPHIA] . Kejadian barusan membuat dàdaku semakin sesak. Aku merasa malu yang sangat hebat atas perbuatanku sendiri. Hagia benar, aku telah mengotori tanganku. Dan bagian terburuknya adalah Emir sebagai korbannya. Ya, korban! Dia memang datang tidak tepat waktu, juga dalam keadaan marah, tapi bukan salah Emir sepenuhnya. Aku memegang teguh pendapatku untuk menunda memberi penjelasan pada teman-temanku, inilah akibat yang harus aku terima dengan ikhlas. Padahal, ah, mereka bukan sekadar teman, melainkan sahabat terdekatku. Kami selalu bersama sejak awal kuliah, sedangkan Emir dan Ayse, aku sudah mengenalnya sejak sekolah menengah. Rasanya memang menyakitkan bila orang yang sudah sangat dekat ternyata mengkhianati. Pikiranku mulai berkelana tanpa arah tujuan. Kehidupanku yang dulu d