"Lepaskan! Apa yang kau lakukan?" Hanna mencoba menarik tangannya dari genggaman William sambil mengikuti langkah lebar saudara lelakinya itu. Tetapi pegangan William yang terlalu erat dan mulai menyakiti pergelangan tangannya, sama sekali tidak terlepas.
“Apa yang kulakukan? Seharusnya pertanyaan itu untukmu," kata William sinis. Bawah matanya berdekik, raut marah terukir di wajahnya yang tampan.
Setibanya di pintu masuk Klub, William langsung meminta kunci mobilnya pada petugas valet yang terburu-buru memberikan kunci itu padanya. William kembali menarik Hanna setelah mendapatkan kuncinya dan membawa adiknya itu menuju sedan hitam mewah miliknya yang terparkir di parkiran Vip Klub. Dengan gesit ia membuka pintu sedan untuk Hanna lalu mendorong adiknya itu masuk.
Hanna terlompat di kursi saat William menutup pintu sedan dengan keras di depan wajahnya. Dengan sebal ia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu itu ketika William sedang memutari kepala sedan, namun sebelum ia sempat keluar— William telah menarik salah satu lengannya dari kursi pengemudi.
"Jangan pernah berpikir untuk kembali ke dalam sana, Hanna!" bentak William memperingatkan.
Hanna memberontak, “Bukankah ini yang kau inginkan?! Bukankah kau memintaku untuk mencari calon suami?!" pekiknya, sambil memukul William dengan gemas.
William menangkap pergelangan tangan Hanna yang terus memukul dirinya dan menahan kedua tangan ramping itu di atas pangkuannya. "b******k," gumamnya pelan, saat genggaman tangan Hanna tanpa sengaja mengenai miliknya yang sedang menegang di balik celana yang ia kenakan. Hanna tidak menyadarinya, adiknya yang cantik itu masih mencoba melepaskan diri darinya dengan menarik-narik tangannya.
Tidak sabar menghadapi sikap Hanna itu, William pun melepaskan salah satu tangan Hanna dan menarik tengkuk adiknya itu mendekat lalu mencium bibir Hanna dengan kasar.
Hanna membeku di kursinya, kelopak matanya melebar, sama sekali tidak menduga jika William akan berinisiatif mencium dirinya.
Sesaat ia meringis saat bibirnya disesap dengan kuat. Kecupan William tidak lembut, namun mampu membuat sekujur tubuhnya sontak bergetar. Hanna membuka mulutnya sedikit saat lidah hangat William dengan arogan mendesak memasuki mulutnya. Memilin lidahnya, membuat ia menjadi kesulitan untuk bernapas dengan baik hingga suara desisan tertahan terlepas di mulut saudara lelakinya itu. Sementara William kini semakin berani padanya. Salah satu tangan kakak angkatnya itu sekarang telah berada di balik gaun yang ia kenakan, menangkup salah satu bukit kembarnya dan memberikan remasan lembut di sana. Jemari William terasa panas dan membakar saat mengusap puncak bukitnya, itu luar biasa, dan Hanna hampir meledak karenanya, sebentar lagi.
Tepat di saat William menarik lidahnya keluar dari dalam mulutnya, tubuh Hanna langsung bergetar. Sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata terasa meninggalkan area intimnya.
Hanna terengah. Di sisi lain, William yang telah mengakhiri kecupannya hanya menatap wajah adiknya itu yang tampak sangat memerah. Hanna terlihat sangat indah, reaksi tubuh adiknya itu memikat hatinya.
"Apakah ini yang kau inginkan?!" tanyanya dengan suara yang mulai terdengar serak.
Hanna tidak menjawab, ia hanya menjatuhkan punggung kepalanya pada sandaran kursi sambil memejamkan matanya, masih berusaha mengatur napasnya yang seakan saling berkejaran.
Satu remasan lembut di salah satu bukit kembarnya membuat Hanna kembali mendesis dan sontak membuka matanya. Tanpa menyadari bahwa William juga ikut mengerang seiring ia melontarkan desisannya itu.
Usai memberikan remasan terakhir, William langsung menarik tangannya keluar dari dalam gaun Hanna lalu memasangkan seatbelt untuk adiknya itu. "Sudah saatnya kau kembali ke Rosendale House," ujarnya sambil duduk dengan tegak di kursi pengemudi, mengacuhkan hasratnya yang berkobar di dalam dirinya.
Tak berselang lama, sedan William mulai meninggalkan parkiran RC Klub. Suasana di dalam sedan terasa hening selama mereka dalam perjalanan menuju Rosendale House tanpa ada seorang pun yang berbicara. William tidak ingin mengatakan apapun lagi. Ia tidak ingin Hanna menyadari perubahan suaranya yang terjadi karena ia merasa sangat b*******h saat ini.
Hampir saja, beberapa saat yang lalu saat Hanna mendesis di dalam mulutnya— William hampir saja tergoda. Saat itu, rasanya ia ingin menurunkan sandaran kursi dan menekan tubuh adiknya itu di bawah tubuhnya. Untungnya kesadarannya kembali, karena itu ia segera menarik lidahnya dari dalam mulut Hanna. Tapi tubuh adiknya itu tiba-tiba bergetar. William sempat tertegun sesaat, tidak menduga jika Hanna bisa dengan mudahnya mencapai puncak meski ia belum melakukan apapun pada adiknya itu.
Oh, Tuhan. Wanita itu cantik, sangat cantik. Dan reaksi tubuh Hanna atas sentuhannya sangat manis, begitu juga suara desisan Hanna yang terdengar merdu menyapa indera pendengarannya. Membuat William hampir menggila karenanya.
"Kau tidak akan kembali ke Rosendale House?" lontar Hanna menyeletuk setelah cukup lama ia berdiam diri.
William menggeleng pelan, "Tidak, tidak baik untuk kita berdua jika aku terus tinggal di sana," sahutnya.
"Mengapa?"
William memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing karena terus-menerus menahan gairahnya, dan dengan berada di samping Hanna, sejujurnya itu terasa sangat sulit baginya. Aroma tubuh adiknya itu yang segar mengisi ruang sempit di dalam sedannya. Terhirup olehnya dan memenuhi otaknya dengan pikiran-pikiran kotor yang ingin William lakukan terhadap adiknya itu.
"Will?" desak Hanna sambil menyentuh lengan saudara lelakinya yang tengah teregang ke arah setir.
William melirik tangan itu, telapak tangan Hanna terasa dingin meski terhalang oleh lapisan jas dan kemeja yang ia kenakan di tubuhnya. Hanna sudah mendapatkan kepuasannya, sedangkan ia sendiri masih berperang dengan hasratnya. William menggeram dalam hati memikirkan hal itu.
"Ada beberapa hal yang tidak bisa kita miliki, Hanna. Karena itu, aku tidak ingin menyiksa diriku dengan terus tinggal di Rosendale House."
"Apa maksudmu itu aku?" sosor Hanna cepat, sambil menunjuk wajahnya.
William terdiam, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu. Ia juga langsung meminta Hanna agar segera keluar dari mobilnya setibanya mereka di depan Rosendale House.
Hanna tentu saja merasa sangat kesal atas sikap saudaranya itu. Jadi ia pun membuka pintu sedan yang terdapat di samping tubuhnya. Namun sebelum ia keluar, ia sekali lagi menatap William. Tetapi Kakak angkatnya itu justru memalingkan wajah darinya.
"Aku akan memberimu waktu dua hari untuk berpikir, jika kau tidak memberikan jawaban padaku— maka aku akan pergi berkencan dengan seseorang!" Hanna keluar dari sedan William setelahnya, kemudian membanting pintu sedan itu dengan keras. Tanpa ia duga, William langsung melarikan sedannya meninggalkan halaman Rosendale House tanpa mengucapkan sepatah kata pun padanya. Meninggalkan Hanna yang merasa sangat kecewa terhadap saudara lelakinya itu.
Padahal, puluhan menit yang lalu William baru saja menciumnya, baru saja menyentuh tubuhnya. Dan kini saudara lelakinya itu pergi begitu saja seolah sebelumnya tidak terjadi apapun pada mereka.
Di tempat berbeda, di dalam sedannya, William berulang kali memukul setir mobil. Merasa kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Hanna. Ia tidak tahu apa yang merasuki dirinya di parkiran RC Klub beberapa saat yang lalu hingga kendali dirinya runtuh di hadapan adiknya itu. Selama ini, ia bisa menahannya. Tetapi malam ini ... "Kau ... benar-benar b******k, William!" teriaknya geram pada dirinya sendiri.