When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Ibu! Ngapain Ibu memohon-mohon di kaki perempuan nggak tahu diri ini? Dia nggak pantas diperlakukan seperti itu, Bu!" Tiba-tiba saudara sepupu Kiara datang dan mengacaukan semuanya. Kiara menyeriangai, tak ada lagi tatapan takut pada kakak sepupunya itu. Terlebih dengan situasi yang terjadi saat ini. "Sandra! Jaga mulutmu! Sekarang berlututlah, mohon ampun pada adikmu!" bentak Bibik Sarinah pada putri emata wayangnya. Wajah wanita itu sudah memerah menyaksikan bagaimana sikap putrinya pada Kiara, padahal saat ini ada Pak Hamid yang menatapnya penuh intimidasi. "Bu, kenapa kita harus berlutut pada bocah tak tahu diuntung ini sih? Apa salah kita, Bu? Oh ... apa mentang-mentang sekarang sudah jadi simpanan orang kota lalu mau sewenang-wenang pada kita? Dasar menjijikkan!" cerocos Sandr