08 - Cinta satu malam.

2011 Words
Jonathan dan Melinda sudah berada di luar club, lebih tepatnya berada di tempat parkir. Jonathan sangat bersyukur karena tadi ia memarkirkan mobilnya tak jauh dari pintu masuk. Jonathan tak harus berjalan jauh, terlebih saat ini dirinya memapah seorang wanita yang sudah mabuk berat. Jangankan untuk berjalan, untuk bisa berdiri tegak saja, wanita tersebut sangatlah kesulitan, karena itulah mau tak mau, Jonathan harus memapahnya. Awalnya memang sulit, apalagi wanita tersebut tidak mau diam, jadi ketika berhasil keluar dari dalam club, Jonathan luar biasa lega. Dengan susah payah, Jonathan membuka pintu mobil, lalu memasukkan Melinda ke dalam mobil. Melinda sempat menolak, dan ingin berada di dekat Jonathan, bahkan kedua tangan Melinda terus memeluk erat leher Jonathan, tidak mau melepaskan Jonathan dari pelukannya. Apa yang Melinda lakukan berhasil membuat Jonathan merasa sangat bahagia, karena wanita tersebut ingin selalu berada dekat dengannya. Tapi kebahagian yang Jonathan rasakan tidak bertahan lama begitu Jonathan mengingat jika wanita tersebut sedang mabuk berat, jadi pasti wanita itu tidak sadar dengan apa yang terjadi. "Sebentar ya," gumam Jonathan sambil melepaskan kedua tangan Melinda dari lehernya. Melinda berhenti memberontak, dan sekarang malah duduk dengan posisi membelakangi Jonathan. "Selesai," gumam Jonathan setelah selesai memasangkan sabuk pengaman pada tubuh Melinda. Jonathan segera menutup pintu, lalu berlari kecil menuju kursi kemudi. Jonathan memang mabuk, tapi Jonathan tidak mabuk berat, jadi Jonathan masih bisa mengendarai sendiri mobilnya. Jonathan sudah duduk di kursi kemudi, dan baru saja memasang sabuk pengaman miliknya sendiri. Sebelum melajukan mobil, Jonathan terlebih dahulu memeriksa Melinda. Jonathan membuka tas mini yang Melinda bawa, lalu memeriksa isinya. Ternyata Melinda tidak membawa dompet. Melinda hanya membawa ponsel, dan ponsel tersebut dalam keadaan mati. "Tidak ada pilihan lain selain membawa dia ke apartemen gue." Jonathan tak tahu, apa ia harus merasa senang atau sedih dengan apa yang terjadi. Seandainya saja Melinda membawa kartu identitasnya, pasti Jonathan akan mengantarkan Melinda pulang ke rumahnya. Tapi karena Melinda tidak membawanya, Jonathan tak punya pilihan lain selain membawa Melinda pulang ke apartemennya. Jonathan memilih apartemen, karena tak mungkin membawa Melinda pulang ke rumah. Melinda tidak lagi meracau seperti beberapa menit yang lalu, karena itulah Jonathan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Jonathan segera melajukan mobilnya menuju apartemen. Malam sudah larut, jadi kendaraan yang berada di jalanan sudah tidak lagi sebanyak atau seramai beberapa jam sebelumnya, karena itulah Jonathan bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Hanya butuh waktu tak lebih dari 10 menit bagi Jonathan untuk sampai di apartemen. Sekarang mobil milik Jonathan sudah terparkir di basement. Seperti biasa, Jonathan memarkirkan mobilnya di dekat lift. Jonathan melepas sabuk pengamannya, lalu menatap wanita di sampingnya secara intens. Tangan kanan Jonathan terangkat, membelai wajah Melinda dengan gerakan penuh kasih sayang. "Cantik," puji Jonathan sambil tersenyum tipis. Jonathan menyibak rambut panjang Melinda, kemudian menyelipkan untaian rambut tersebut di telinga bagian kanannya. "Ini bukan mimpi kan?" gumam Jonathan yang sampai sekarang masih tidak menyangka jika pada akkhirnya ia akan bertemu dengan wanita yang selama beberapa hari belakangan ini sudah menganggu pikirannya. Seandainya saja tadi ia menolak ajakan Bian, pasti dirinya tidak akan bertemu dengan wanita yang saat ini duduk di hadapannya. Jadi, bukankah sudah seharusnya jika ia berterima kasih pada Bian? "Baiklah, besok gue akan berterima kasih pada, Bian," gumam Jonathan sambil terkekeh. "Eungh...." Melinda melenguh, mulai terganggu dengan apa yang Jonathan lakukan. Lenguhan Melinda mengejutkan Jonathan. Jonathan segera menarik tangannya yang ternyata tanpa Jonathan sadari sudah membelai bibir bawah Melinda dengan gerakan yang terbilang cukup intens. Jonathan bergegas keluar dari dalam mobil, lalu menghampiri Melinda. Jika sebelumnya Jonathan memapah Melinda, maka kali ini Jonathan memutuskan untuk menggendong Melinda ala brydal style. Jonathan merasa jika menggendong Melinda akan jauh lebih mudah ketimbang harus memapah Melinda. "Kenapa dia sangat ringan?" gumam Jonathan dengan kening berkerut. Awalnya Jonathan pikir jika wanita yang saat ini ada dalam gendongannya sangat berat, tapi ternyata jauh lebih ringan dari yang ia bayangkan. Jonathan menghentikan sejenak langkahnya ketika wanita dalam gendongannya bergerak gelisah, mencari posisi yang nyaman. Tanpa sadar, Melinda melingkarkan kedua tangannya pada leher Jonathan, lalu mencari kehangatan dengan cara menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jonathan. Jonathan menarik dalam nafasnya, kemudian melanjutkan langkahnya. Dengan susah payah, Jonathan menekan tombol lift agar lift terbuka. Begitu sudah berada di dalam lift, Jonathan segera menekan tombol 25, tempat di mana unit apartemennya berada. Setelah pintu lift tertutup, Jonathan terus menatap lekat wajah Melinda yang kini bersandar manja di bahu kanannya. Perlahan tapi pasti, kedua mata Melinda yang awalnya terpejam mulai terbuka. Jonathan tak mampu memalingkan wajahnya dari Melinda. Jonathan terus menatap lekat wajah Melinda meskipun sekarang kedua mata Melinda sudah terbuka dan balik menatap Jonathan dengan raut wajah bingung. "Gue di mana?" gumam Melinda sambil memijat keningnya yang terasa pusing berkunang-kunang. Di saat yang bersamaan, lift terbuka, itu artinya Jonathan sudah sampai di lantai yang ia tuju. Jonathan melangkah keluar dari dalam lift tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Melinda. Tak lama kemudian, Jonathan sampai di depan unit apartemennya. Jonathan mengarahkan wajahnya pada alat pemindai, selang beberapa detik kemudian, pintu apartemen terbuka. Begitu sudah berada di dalam apartemen, Jonathan membaringkan Melinda di sofa. Setelah membaringkan Melinda, Jonathan pergi menuju dapur untuk mengambil air minum. Setelah melihat Jonathan pergi, Melinda merubah posisinya menjadi duduk, lalu menunduk sambil terus memijat pelipisnya. Melinda mengangkat wajahnya, lalu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. "Ini bukan di apartemen gue, itu artinya, ini apartemen milik pria tadi, kan?" gumamnya kebingungan. Tak lama kemudian, Jonathan datang dengan 2 gelas air putih di kedua tangannya. "Minumlah." Jonathan mengulurkan tangan kanannya yang memegang gelas berisi air putih pada Melinda. "Terima kasih." Melinda menerima air pemberian Jonathan, kemudian meminum air tersebut sampai habis. Jonathan hanya mengangguk, lalu duduk di sofa yang berbeda dengan Melinda. Jonathan tidak mau duduk berdekatan dengan Melinda, karena Jonathan tahu jika ia berdekatan dengan wanita itu, maka ia akan merasa sangat tegang sekaligus gugup. Begitu air dalam gelas tersebut habis, Melinda segera meletakkan gelasnya di meja. Melinda beranjak bangun dari duduknya, dengan langkah sempoyongan menghampiri Jonathan. Jonathan mendongak, menatap Melinda yang sudah berdiri menjulang di hadapannya dengan raut wajah bingung. "Ada apa?" tanyanya dengan suara yang begitu serak. Jonathan berusaha untuk tetap tenang, meskipun sebenarnya saat ini Jonathan sangat gugup. Melinda tidak menjawab pertanyan Jonathan. Melinda meraih gelas yang Jonathan pegang, setelah itu meletakkan gelas tersebut di meja. Melinda menumpukkan kedua tangannya di bahu Jonathan, lalu menaikan kaki kanannya, dan menaruhnya di antara kedua kaki Jonathan yang sejak tadi terbuka lebar. Kedua mata Jonathan membola, tak percaya dengan apa yang baru saja Melinda lakukan. Jonathan semakin terkejut ketika Melinda tiba-tiba duduk dalam pangkuannya, lalu melingkarkan kedua tangannya di lehernya. Posisi wajah mereka sangat dekat, jadi Jonathan bisa merasakan deru nafas hangat Melinda, begitu juga sebaliknya. "Sebenarnya berapa banyak minuman alkohol yang dia minum?" Jonathan membatin. Jonathan yakin, pasti minum alkohol yang diminum oleh wanita dalam pangkuannya ini sangat banyak, karena Jonathan bisa mencium aroma alkohol dari hembusan nafasnya. Melinda tersenyum manis, dan senyum manis yang Melinda tampilkan berhasil membuat Jonathan terpesona. Untuk sesaat, Jonathan terdiam, terus memperhatikan wajah wanita yang saat ini duduk dalam pangkuannya secara intens. "Reno," gumam Melinda sambil membelai wajah Jonathan. "Reno?" gumam Jonathan dalam hati. "Kamu semakin tampan jika di lihat dari jarak sedekat ini, Ren." Melinda terus meracau sambil membelai wajah Jonathan. Sesekali Melinda tertawa, entah mentertawakan apa. "Jadi dia berpikir jika aku adalah Reno? Siapa Reno? Apa Reno adalah kekasihnya? Atau mungkin Reno adalah suaminya" Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini terus berputar-putar dalam benak Jonathan. Melinda menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jonathan, lalu meniup leher Jonathan. Tiupan yang Melinda lakukan berhasil membuat bulu kuduk Jonathan berdiri, bahkan sekarang, deru nafas Jonathan mulai tak beraturan. Jonathan memejamkan kedua matanya sambil mengepalkan kedua tangannya. "Sadarlah, Jonathan, dia sedang mabuk," gumam Jonathan, menasehati dirinya sendiri agar sadar jika dirinya tidak boleh terpancing oleh setiap godaan yang wanita dalam pangkuannya berikan. "Stop!" Jonathan menjauhkan wajah Melinda dari ceruk lehernya ketika tahu jika sang wanita bukan hanya akan meniup lehernya, tapi juga akan mengecupnya. Perlakuan Jonathan mengejutkan Melinda. Melinda menatap sendu Jonathan. "Kenapa? Kamu jijik sama aku?" tanyanya penuh kesedihan. Jonathan langsung memberi bantahan. "Tidak! Aku sama sekali tidak merasa jijik, hanya saja saat ini kamu sedang mabuk, Nona." "Aku memang mabuk, Ren, tapi aku sadar dengan apa yang aku lakukan." Di mata Melinda, pria yang saat ini ada di hadapannya adalah Reno, bukan Jonathan. "Aku bukan Reno, Nona. Tapi Jonathan." Jonathan menatap lekat mata Melinda, sedangkan Melinda malah menatap lekat bibir Jonathan. Melinda merangkum wajah Jonathan menggunakan kedua telapak tangannya, lalu memiringkan wajahnya sebelum akhirnya menempelkan bibirnya pada bibir Jonathan. Lagi, untuk kesekian kalinya Jonathan terkejut. Pada awalnya, Jonathan tidak ingin membalas ciuman Melinda, tapi pada akhirnya, Jonathan kalah, dan membalas ciuman Melinda. Melinda mengalungkan kedua tangannya pada leher Jonathan, tak lupa untuk melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Jonathan. Tangan kiri Jonathan memeluk posesif pinggang Melinda, sedangkan tangan kanannya berada di tengkuk Melinda. Jonathan menggendong Melinda, lalu membawa Melinda menuju kamarnya yang terletak tak jauh dari ruang tamu. Tanpa melepaskan tautan bibirnya, Jonathan membaringkan Melinda di tengah-tengah tempat tidur. "Touch me, please," ucap Melinda sesaat setelah tautan bibirnya dan Jonathan terlepas. Melinda merasa bibirnya kebas, tapi di saat yang bersamaan, Melinda juga merasakan sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Melinda ingin lebih dari sekedar ciuman. Melinda mau, pria yang saat ini ada di atasnya menyentuh setiap inci tubuhnya. Permintaan Melinda mengejutkan Jonathan. "Apa kamu pernah melakukannya?" tanya Jonathan disela deru nafasnya yang tersengal-sengal. Sama seperti Jonathan, deru nafas Melinda saat ini juga tak beraturan. Melinda menggeleng, lalu menjawab pertanyaan Jonathan dengan susah payah. "Belum." Untuk kesekian kalinya, Jonathan terkejut. "Kamu belum pernah melakukannya?" Melinda mengangguk, kemudian tertawa. "Iya, tapi orang-orang bilang, rasanya sangat nikmat, karena itulah banyak orang yang menyebutnya sebagai surga dunia." "Kamu belum pernah melakukannya, tapi kamu malah ingin melakukannya." Jonathan tak habis pikir, bisa-bisanya wanita di hadapannya ini ingin melakukan hal seperti itu. "Memangnya kenapa? Apa ada yang salah?" "s**t! Gue lupa kalau dia lagi mabuk!" Umpat Jonathan yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri. "Sebaiknya kita berhenti." Jonathan tidak mau merusak wanita di hadapannya. Jonathan akan menyingkir dari atas tubuh Melinda, tapi Melinda menahan Jonathan dengan cara melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Jonathan, lalu mengalungkan kedua tangannya pada bahu Jonathan. "Jangan berhenti, Ren, lanjutkanlah," ucap Melinda memelas. "Aku bukan Reno, tapi Jonathan." Jonathan kembali menyadarkan wanita dalam kungkungannya jika dirinya bukanlah Reno, tapi Jonathan. "Lakukanlah, Jo," ucap Melinda sambil memberi Jonathan senyum manis nan menggoda. Melinda menggigil bibir bawahnya dengan gerakan sensual, dan di saat yang bersamaan, jemari lentiknya juga membelai leher Jonathan. Respon yang Melinda berikan tidak sesuai dengan apa yang Jonathan harapkan. Sebenarnya sejak awal, Jonathan tahu jika ucapannya pecuma. Wanita di hadapannya ini sedang mabuk berat, jadi pasti hanya menganggap jika semua ucapannya hanyalah sebuah lelucon. "Kamu yakin ingin melakukannya?" tanya Jonathan dengan suara yang begitu pelan, dan menatap Melinda dengan pandangan menggelap penuh gairah membara. "Mungkin besok kamu akan menjadi orang yang paling menyesal atas kejadian malam ini." Melinda mendorong kepala Jonathan menggunakan tangan kanannya, sampai akhirnya bibirnya dan bibir Jonathan bersentuhan. Awalnya hanya bersentuhan, tapi tak lama kemudian, Melinda mencium Jonathan. Melinda melumat bibir atas dan bawah Jonathan dengan rakus. Jonathan membalas ciuman Melinda, kali ini jauh lebih liar dari sebelumnya. Jonathan menganggap apa yang Melinda lakukan sebagai jawaban atas pertanyaan yang tadi ia ajukan. Jonathan dan Melinda akhirnya melakukan hal yang tidak seharusnya mereka berdua lakukan. Melinda yang mabuk berat, dan Jonathan yang terbawa hawa nafsu. Tangan kanan Jonathan terulur, menyeka keringat yang membasahi kening Melinda. Bukan hanya Melinda yang saat ini bermandikan keringat, tapi Jonathan juga sama. Bahkan keringat di tubuh kekar Jonathan jauh lebih banyak ketimbang keringat yang saat ini membasahi tubuh polos Melinda. Padahal AC kamar sudah menyala, tapi ternyata dinginnya AC tidak mampu untuk meredam panasnya gairah membara Jonathan dan Melinda. "Tidurlah, kamu pasti lelah," ucap Jonathan sesaat setelah mengecup bibir ranum Melinda. Melinda yang memang benar-benar sudah lelah hanya bergumam, dan tak lama kemudian, Melinda tertidur pulas. Jonathan memajukan wajahnya, mengecup dalam-dalam kening Melinda. Bukan hanya kening, tapi Jonathan juga mengecup hidung Melinda yang mancung, dan kecupan terakhir Jonathan berlabuh di bibir Melinda yang sangat membengkak. "Mulai malam ini dan seterusnya, kamu sepenuhnya menjadi milik saya, Melinda," bisik Jonathan penuh ketegasan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD