BAB 1
MADU PILIHAN SUAMI
Oleh: Kenong Veyza
"Nesha, seandainya aku menikah lagi, apakah kamu mengijinkan? Kamu tahu usia pernikahan kita sudah lebih 8 tahun. Aku ingin mendengar suara tangisan bayi. Tapi, kenyataanya semua usaha kita belum ada hasilnya," ucap Kenzo Zahir—pria yang pernah mengucapkan janji suci dengan seorang Nesha Kamala delapan tahun silam.
"Apa harus dengan cara seperti itu, Mas? Aku yakin setiap usaha pasti akan ada hasilnya. Mungkin Tuhan masih menginginkan kita untuk bersabar. Jujur, aku belum siap jika harus berbagi kamu dengan wanita lain," jawab wanita yang langsung menangis membayangkan nasib pernikahannya.
"Tapi, kamu tahu sendiri seperti apa hasilnya. Belum lagi ditambah tekanan dari orang tua. Ibu menginginkan anak untuk dijadikan penerus keluarga Zahir," ujar pria yang sudah kehilangan rasa sabarnya.
Nesha terdiam. Sebagai wanita dan seorang istri, memilki madu dalam pernikahan adalah luka batin paling parah yang tidak pernah ada obatnya. Lalu bagaimana nasib dirinya jika sang suami benar-benar memilih menghadirkan wanita lain sebagai madu hanya untuk melengkapi kesempurnaan pernikahan?
"Jika aku menolak, apa Mas akan tetap melakukan hal itu?" tanya wanita yang sedang berusaha menyelamatkan biduk rumah tangganya.
Kenzo seketika mengembuskan napas kasar. "Aku hanya ingin mempunyai anak, Sha. Apa aku salah jika mencari itu dari wanita lain? Sedangkan kamu sendiri tidak bisa memberikannya?"
"Aku bukan tidak bisa, Mas. Hanya saja Tuhan belum mempercayakan pada kita," jawab Nesha yang masih belum bisa menerima keputusan sang pria.
"Aku anggap tidak mendengar apa pun dari kamu. Aku mau tidur," ucapnya lagi, lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan posisi membelakangi suaminya.
"Aku harap kamu mau mempertimbangkannya, Sha," ucap Kenzo, lalu ikut merebahkan diri di samping wanita yang selama ini menemani hidupnya.
Keduanya saling tidur membelakangi hingga pagi. Bahkan, Nesha memilih bangun tanpa mengganggu tidur prianya. Ia juga menunaikan dua rakaatnya seorang sendiri agar lebih berdekatan dengan Sang Pencipta.
"Ya Allah, kenapa Engkau jadikan hamba yang menerima ujian ini? Rasanya benar-benar hancur mendengar dia menyerah dan memilih menghadirkan wanita lain. Apa ini cara-Mu untuk mengukur keihklasan yang hamba miliki?" tanya Nesha di sela-sela doanya.
Setelah sedikit mendapat ketenangan, wanita yang belum menjadi wanita seutuhnya langsung melakukan kegiatan paginya. Mulai dari menyapu, memasak, dan mencuci. Meskipun semua itu dipermudah dengan alat-alat canggih yang diberikan sang pria.
"Nyapu sudah, tinggal memasak dan mencuci," gumamnya, lalu bergegas menuju dapur.
Sebagai istri dari seorang Kenzo Zahir, ia bisa memasak apa saja tanpa harus memikirkan banyak kekhawatiran. Sebab suaminya punya penghasilan cukup lumayan karena dipercaya orang tuanya mengelola usaha sendiri. Ya, Kenzo memilih membuka cafe yang sedang digandrungi anak-anak muda. Akan tetapi, semua itu ternyata tidak menjamin kebahagiaan untuk pernikahannya.
"Aku baru merasakan jika semua kenikmatan hidup ini tidak sempurna tanpa kehadiran buat hati. Usaha seperti apalagi yang harus aku lakukan untuk menjemput setengah kebahagiaan itu?" tanya Nesha sembari meracik bumbu masakan.
Selama memasak, Nesha terus memikirkan permintaan prianya. Kepalanya menyimpan banyak pernyataan mengapa Kenzo begitu kekeh menghadirkan wanita lain. Padahal masih ada beberapa cara yang belum dicoba.
"Mas Kenzo begitu kekeh ingin menikah lagi. Apa memang dia sudah menemukan calon madu itu? Atau hanya masih tanpa rencana?" batinnya seolah terjebak pikiran sendiri.
Ketika sedang menyiapkan masakan di meja, Kenzo sudah duduk di ruang makan dalam keadaan rapi. Padahal biasanya selalu memakai pakaian biasa.
"Kamu mau pergi, Mas? Bukannya biasa berangkat ke cafe jam 8 pagi? Ini baru jam 6 lebih sedikit," tanya Nesha yang terus memperhatikan penampilan prianya.
"Iya memang berangkat jam segitu. Hanya ingin pakai yang rapi saja," jawab sang pria terdengar santai. "Oh, ya, apa kamu sudah memikirkan apa yang semalam kita bicarakan?" tanyanya kemudian.
.
"Aku tidak mau memikirkannya, Mas. Tapi, jujur, aku penasaran kenapa Mas begitu ingin menikah lagi. Apa Mas sudah punya calonnya?" Nesha berusaha menguatkan diri untuk bertanya.
"Apa harus punya calon dulu? Jika jika ijin sudah di tangan, maka mencari wanita itu bukan hal yang sulit," jawab Kenzo yang terkesan memilki banyak keyakinan.
"Ya iya, dong. Mana mungkin kekeh ijin ingin menikah lagi kalau bukan sudah punya calon," kekeh Nesha dengan pendapatnya.
Ketika tengah memperdebatkan hal yang cukup sensitif, tiba-tiba ibunya Kenzo datang. Wajahnya terlihat tidak suka jika ada perdebatan di dalam rumah. Kebetulan rumah bersebalahan Jadi, mempermudah mereka datang.
"Sepagi ini kalian sudah bertengkar. Memang apa yang sudah kalian rebutin?" tanya wanita yang mempunyai surga di telapak kakinya.
"Ibu ada apa ke sini?" Kenzo bertanya setelah menarik kembali kata-katanya.
"Ibu hanya ingin kasih toge buat Nesha. biar cepat punya momongan. Ini sudah mau masuk ke 9 tahun. Apa kalian tidak memikirkan hal itu?" jawab ibunya Kenzo dengan wajah serius karena langsung mengembalikan pertanyaan.
"Tolong kalian berusaha memberikan cucu pada kami. Kalau memang ada kendala, dicari. Minta bantuan dokter kandungan atau datang ke rumah sakit. Kalian jangan kecewakan kami," lanjutnya lagi sembari menatap wanita menurutnya mempunyai bentuk tubuh cukup bagus sebagai wanita.
Kenzo tersenyum getir sebab semua usaha itu sudah pernah mereka lakukan sebelumnya. Meskipun semuanya normal, tetapi semua itu kembali kehendak Tuhan. Karena sebaik-baik usaha, tetap semesta yang menentukan.
"Aku sama Nesha sudah pernah melakukan semua hal yang Ibu sebutkan. Tapi, memang belum ada hasilnya," jawab pria yang berkata jujur tanpa menutupi keadaan sebenarnya.
"Bagaimana kalau kalian mencoba adopsi. Kata orang-orang mengasuh bayi orang lain bisa memancing kehamilan juga," usul ibunya Kenzo yang terkadang masih percaya hal-hal seperti itu.
"Itu mitos, Bu. Lagian aku ingin punya anak dari darah daging sendiri," tolak pria udah tidak pernah memasukkan adopsi dari bagian usahanya.
"Terus apa rencana kamu?" tanya wanita bergelar ibu itu.
"Aku ingin menikah lagi. Tapi, Nesha belum mengijinkan," jawab Kenzo sembari melirik wanitanya.
Sang ibu hampir melongo mendengar jawaban anaknya. Akan tetapi, tidak ada salahnya mencoba melakukan cara tersebut.
"Apa yang membuat kamu tidak setuju, Sha?" tanya ibunya Kenzo yang mencoba ingin tahu.
Nesha pun tersenyum getir. "Menurut Ibu bagaimana jika Ayah minta ijin menikah lagi? Apa menyetujuinya? Atau memperingatkannya? Pernikahan itu tentang komitmen."
"Kalau Ibu, mungkin tidak akan menerima. Kecuali memang sudah tidak ada cara lain," jawab wanita bergelar ibu itu terdengar cukup bijaksana.
"Nah itu, Ibu bisa paham." Nesha menjawab sambil melirik prianya.
"Tapi, Sha ... bukankah kalian sudah melakukan usaha yang cukup lumayan dalam prosesnya? Dan tidak berhasil selama menikah sampai detik ini. Jika, wanita yang dibawa bisa memberikan keturunan, kenapa tidak," ujar ibunya Kenzo yang akan tetap mempunyai naluri mendukung sang anak.
Kenzo merasa seperti mempunyai pendukung untuk keputusannya.
"Ibu juga setuju, Sha. Masa kamu tidak memberi ijin? ucap sang pria yang masih tidak lelah berusaha.
Kali ini Nesha tidak tahu harus bagaimana. Ibu dan anak itu kompak saling mendukung. Sedangkan dirinya tidak mempunyai dukungan.
"Aku mohon, Sha ... ijinkan aku menikah lagi untuk mendapat keturunan," mohon sang pria yang entah sudah berapa kali.
"Benar, Sha. Biar rumah ini ada suara tangisan bayi." Sang ibu ikut meminta hal yang sama.
Seketika wanita yang tidak ingin membagi apa pun dalam hidup, termasuk pria dan segala isinya hanya bisa tersenyum getir. Ia mendadak merasa semua kepercayaan yang dibangun selama pernikahan sudah ambruk dan hancur.
"Pokoknya aku tidak akan mengijinkan. Kalau sampai kamu masih kekeh melakukan itu, lebih baik aku mundur dan menyerah dari pernikahan ini."
----***----
Bersambung