6

1130 Words
Ratu Camille mendatangi kediaman sang suami. Langkahnya yang anggun serta wajahnya yang lembut benar-benar menyembunyikan kekejaman yang bersembunyi di tubuh indah itu. Bahkan sang raja pun tak tahu bahwa istri yang sering tidur bersamanya memiliki sifat yang tak ubahnya seperti seorang iblis. Kedatangan Ratu Camille telah diumumkan oleh penjaga yang berjaga di pintu ruangan. Pelayan utama Raja Arland keluar untuk mempersilahkan Ratu Camille masuk ke dalam. Ratu Camille memberi salam yang langsung diterima oleh Raja Arland, kemudian ia duduk di sebelah suaminya yang nampaknya sedang menikmati teh beraroma melati. Mata Ratu Camille menangkap kebahagiaan yang terpancar jelas di raut wajah suaminya. Ia tidak perlu menebak apa yang membuat suaminya bahagia, karena tentu saja alasannya adalah kemenangan yang diberikan oleh Drake. "Apa yang membawa Ratuku kemari?" Raja Arland bersuara lembut. Pria ini selalu memperlakukan Ratu Camille dengan baik. Meskipun ia sudah jarang bermalam di kediaman Ratu Camille tapi rasa kasihnya terhadap ibu dari Putra Mahkota itu tidak pernah berkurang. Terlebih Ratu Camille adalah Ratu yang bersahaja dan bijaksana. Ratu yang mampu mendukungnya dengan baik dan bisa mengurus istana dalam tanpa ada masalah hingga saat ini. "Beberapa hari lalu aku mempelajari seni merangkai bunga yang baru, dan aku telah merangkainya untuk Yang Mulia Raja." Pelayan utama Ratu Camille mendekat dengan rangkaian bunga yang dibuat oleh Ratu Camille. Senyuman kembali terlihat di wajah Raja Arland. Istrinya begitu perhatian padanya. "Letakan di sebelah tempat tidurku!" Ia menerima bunga itu dengan senang hati. Pelayan Ratu Camille memberikan rangkaian bunga itu ke pelayan utama Raja Arland. Setelahnya keduanya pergi meninggalkan Raja dan Ratu mereka untuk berbincang-bincang. "Suasana hari ini begitu cerah." Ratu Camille memandang ke luar jendela. Hari ini adalah hari pertama di musim semi, bukan hanya terlihat cerah tapi juga sangat menyegarkan. Aroma bunga yang mulai bermekaran terbang bersama angin, menyapa setiap penciuman manusia yang ada di bumi. "Benar. Sangat cerah dan menyenangkan." Raja Arland kembali menyesap teh-nya. Menikmati hari pertama di musim semi bersama dengan teh melati yang ia sukai sangatlah pas. Ditambah suasana hatinya sangat bagus hari ini, membuat semuanya semakin menyenangkan baginya. "Ah, aku memiliki sesuatu hal yang ingin aku diskusikan denganmu." Raja Arland mengingat sesuatu yang tadi sempat ia pikirkan. "Hamba akan mendengarkan dengan baik, Yang Mulia." "Pangeran Drake telah menaklukan Kerajaan Onyx, tetapi aku masih merasa bahwa Kerajaan Onyx suatu hari nanti bisa saja menyusun rencana pemberontakan. Dan untuk itu aku ingin agar ada ikatan antara Kerajaan Artemis dan Kerajaan Onyx." Ratu Camille masih mendengarkan dengan seksama. Namun, ia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini. Pernikahan politik. "Raja George memiliki seorang putri yang sangat cocok untuk mengisi posisi Putri Mahkota kerajaan Artemis yang masih kosong." "Putri Kerajaan Onyx terkenal memiliki kecantikan seperti dewi. Ia pandai dan bijaksana. Memang akan sangat cocok jika disandingkan dengan Putra Mahkota." "Kau sependapat denganku. Kalau seperti itu aku akan segera mengirim utusan ke Kerajaan Onyx untuk melamar Putri Mahkota mereka." "Ya, Yang Mulia." Ratu Camille menjawab lembut. "Yang Mulia, hamba juga memiliki hal yang ingin aku bicarakan denganmu." Nada bicara Ratu Camille terdengar serius meskipun mimik wajahnya tidak berubah sedikit pun. "Katakanlah, Ratuku." "Semua pangeran yang cukup umur telah memiliki istri atau paling tidak selir. Sedangkan Pangeran Drake, dia telah menghabiskan banyak waktu medan perang dan tidak sempat memikirkan tentang pernikahan. Kerajaan kita telah berjaya, setidaknya kita harus memberikan waktu bagi Pangeran Drake untuk beristirahat dan menikmati hidupnya." Ratu Camille menyampaikan maksudnya dengan baik. Alih-alih ingin menarik otoritas militer Drake, ia menyebutkan tentang pernikahan seolah ia sangat memperhatikan Drake. Raja Arland menatap istrinya seksama. Mata Phoenixnya yang tajam terlihat sangat tenang. Menimbang apa yang dikatakan oleh istrinya barusan. Drake sudah berusia 22 tahun dan masih belum memiliki pendamping sedangkan anak-anaknya yang lain telah menikah atau memiliki beberapa selir. Nampaknya ia telah membuat Drake sangat sibuk di peperangan hingga tidak sempat memikirkan tentang wanita. Mengingat sebagian besar wilayah di benua Estland telah menjadi milik Kerajaan Artemis tidak ada salahnya jika ia membiarkan Drake istirahat sebentar dari peperangan. Dan lagi, para prajuritnya juga pasti telah lelah berperang dan rindu pada keluarga mereka. Istrinya memang memiliki pemikiran yang baik. "Lalu, siapakah menurutmu yang cocok untuk Pangeran Drake?" Ratu Camille tersenyum di dalam hatinya. Rencananya berhasil. "Pangeran Drake adalah pahlawan Kerajaan Artemis maka kita harus memilihkan wanita yang terbaik untuknya. Biarkan aku mengadakan seleksi untuk pemilihan istri bagi Pangeran Drake." "Kau sangat perhatian, Ratuku." Ratu Camille tersenyum lembut. "Terima kasih atas pujianmu, Yang Mulia Raja." Niat buruk Ratu Camille disambut baik oleh Raja Arland. Ia tidak hanya berhasil membuat Drake istirahat dalam memegang kendali militer, tetapi juga berhasil mengikat Drake. Tentu saja ia telah memilihkan seorang wanita untuk Drake. Wanita yang akan bersama dengan Drake adalah Putri Menteri Kehakiman. Ratu Camille akan mengendalikan Drake melalui sebuah penikahan politik. Dengan menikahkan Drake bersama putri salah satu orangnya maka ia bisa memperhatikan gerak-gerik Drake lebih leluasa. ** Satu minggu sudah Drake berada di istana kerajaan Onyx. Setiap pagi ia bertemu dengan Lluvena dan tatapan Lluvena padanya tetap sama, dingin dan tidak bersahabat. Drake mengerti betul kenapa Lluvena menatapnya seperti itu. Ia tidak marah atau tersinggung, sebaliknya ia semakin ingin melihat Lluvena. Pagi ini masih sama. Lluvena menyeduhkan teh untuknya dengan wajah angkuh yang malah terlihat semakin menawan di mata Drake. "Mungkin sebaiknya kau berlatih tersenyum, Putri Mahkota." Drake menatap Lluvena dengan matanya yang setenang lautan. Ia yang biasanya diam ketika Lluvena menuangkan teh kini gatal ingin membuka mulutnya. Iris coklat terang Lluvena menatap Drake acuh. Tersenyum? Bagaimana bisa manusia tirani di depannya memintanya tersenyum setelah membuatnya melayani Drake setiap pagi. Sangat menggelikan. Lagi-lagi Drake diabaikan oleh Lluvena, dan Drake malah tersenyum tipis. Semakin lama ia semakin menginginkan Lluvena. Ia merasa sangat tenang jika Lluvena berada di dekatnya. "Jenderal Agung, Putri Mahkota ini benar-benar berani." Jade yang berdiri di belakang Drake melihat ke arah Lluvena yang pergi setelah menuangkan secangkir teh dengan tatapan tidak suka. Drake menyesap teh seduhan Lluvena. Rasa dari teh itu begitu ia hapal. Seperti ia telah bertahun-tahun meminum teh yang sama sebelumnya padahal ia baru saja bertemu dengan Lluvena selama satu minggu. Sama seperti dirinya yang merasa telah mengenal Lluvena selama bertahun-tahun. "Bukankah dia sangat sempurna, Jade?" Drake meletakan cawan yang ia pegang kembali ke tatakan di meja. Jade memang tidak pernah melihat wanita seperti Lluvena. Tak ada cela. Wajahnya seperti jelmaan dewi. Kecantikan yang sangat langka dan tidak ada duanya. Hanya saja, Lluvena begitu angkuh. Memperlakukan tuannya dengan tidak ramah. Sesempurna apapapun Lluvena, dia tetap tidak berhak menghina Jenderal Agungnya. "Jenderal, apakah Anda menyukai Putri Mahkota itu?" Jade tiba-tiba menyadari sesuatu. Jenderal Agung-nya selama ini tidak pernah memuji wanita, jangankan memuji membicarakan makhluk yang disebut wanita saja tidak pernah. Drake tersenyum penuh arti, matanya terus mengantar kepergian Lluvena. "Bukan hanya menyukainya, Jade. Aku menginginkannya menjadi milikku." Jade terdiam. Dari semua wanita yang ada di dunia, kenapa Jenderal-nya harus jatuh cinta pada wanita yang menatapnya dengan kebencian. Mungkinkah kecantikan Putri Mahkota kerajaan Onyx telah menyihir Jenderal Agung-nya? Entahlah, Jade tidak mengerti. Ia juga merasa tidak pantas mempertanyakan alasan sang Jenderal mengenai kenapa Jenderal-nya menyukai Lluvena yang tak memberi muka padanya. Terlebih ini adalah pertama kalinya sang Jenderal menginginkan seorang wanita.                        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD