Chapter 5: Kamila

1291 Words
Kamila Anindita adalah seorang perempuan yang sudah menjadi istri sejak tujuh tahun yang lalu, ia juga seorang wanita karir, meskipun sudah menikah dengan lelaki idamannya Haidar Ervin, suaminya tidak pernah mengekang keinginan wanita itu untuk terus berkarir, karena baginya dengan Kamila bekerja wanita itu bisa menambah wawasan dan pergaulan di dunia luar selama tidak melebihi batas wajar. Malam itu, Kamila tampak resah karena sudah beberaa hari belakangan ini hubungannya dengan Ervin tidak berjalan baik. Puncaknya adalah ketika mereka berseteru hebat dan membuat Ervin harus pergi mengungsi sementara sebelum kembali ke rumah. Rasa bersalah terus menghantuinya sampai akhirnya suaminya itu pulang diantar oleh seorang wanita lain yang tidak ia kenal. Kamila cukup terkejut namun juga merasa lega, ia menghampiri Ervin dan menggotongnya ke dalam kamar membiarkannya terbaring di kasur lalu mengobrol dengan perempuan yang bernama Ghani. Awalnya curiga namun kecurigaannya luntur ketika mendengar cerita dari Ghani. Mau tidak mau ia harus percaya dulu. Keesokkan harinya, Ervin baru bangun menjelang tengah hari. Ia mengerang kesakitan dibagian kepalanya. Bajunya sudah berganti dengan piyama. Ia mencoba untuk bangun dan termenung apa yang sudah terjadi. Beberapa saat kemudian, Kamila datang membawa nampan dan secangkir air madu hangat untuk suaminya. “Akhirnya bangun juga?” tanya nya menaruh nampan dimeja samping kasur. “Aku pulang jam berapa semalam?” “Satu dini hari,” Ervin tidak menjawab lagi melainkan meminum air madu hangat yang dibuatkan istrinya. “Kamu mandi dulu ya, habis itu makan siang.” “Oke.” Mau tidak mau Ervin memaksakan diri untuk bangun dan berjalan ke kamar mandi yang ada didalam kamar itu juga. Setengah jam kemudian, ia keluar kamar dan berjalan menuju meja makan yang sudah terhidang beberapa makanan. Kamila ada di bangku sambil memainkan ponselnya. Ervin sudah merasa segar dan menghampiri istrinya. “Maafin aku ya.” Ujar Kamila ketika melihat suaminya duduk. “Aku minta maaf juga, aku semalem kalut.” “Ya untungnya kamu ada yang nolongin.” Kening Ervin berkerut. “Aku gak pulang sendiri semalem?” “Mana bisa orang mabok nyetir mobil sendiri?” “Jadi aku pulang sama siapa?” “Sama cewek.” “Cewek siapa?” Kamila menjelaskan kronologi ceritanya dan betapa terkejutnya Ervin mendengar cerita yang sebenarnya. “Untung dia gak ada niatan jahat. Syukurlah masih ada orang baik.” Ervin tertegun dan memilih untuk menyuap makanannya. “Aku merasa bersalah, maafin aku ya Hunny.” “Iya gak apa-apa. Jangan ngebahas masalah itu lagi.” Kamila tidak mengiyakan namun juga tidak membantahnya, Ia memilih untuk diam dan meneruskan makannya. “Besok jangan lupa ya kita ke rumah Mama ya ada acara keluarga.” Tambah Ervin. Kamila mengangguk sambil menghembuskan napas yang berat.   ***   Keesokan harinya, Kamila dan Ervin sudah berada di rumah Mama Ervin yang mengadakan acara syukuran karena adik Ervin sudah lulus S2 selain itu, Mama Ervin juga sekalian mengundang keluarga besar karena bertepatan dengan Anniversarry mereka. Kamila sudah siap di dapur membantu menyiapkan hidangan konsumsi. Mama Ervin muncul dan melihat Menantunya masih berada di dapur. “Kamu ngapain disini? Hayu kedepan aja. Disini udah ada yang ngurusin kok.” Ajak wanita yang masih saja cantik dan bersahaja di usianya yang sudah tidak muda lagi. Kamila mau tidak mau mengangguk mengikuti langkah Mertuanya ke kerumunan keluarga besar yang begitu menyesakkan buat Kamila. Ia memasang senyum selebar mungkin. “Baru keliatan ini Menantu nya. Kamila apa kabar?” Tanya salah seorang perempuan seusia Ibu Mertuanya yang Kamila ingat bernama Tante Meisya. “Sehat, Tante.” Kamila membalas dengan senyum. “Masih kerja?” “Iya saya masih kerja.” “Kenapa gak dirumah aja, kan udah cukup kalo Ervin yang kerja sendiri?” “Saya suntuk kalau diam diruma aja, Tante.” “Punya anak dong makanya, kamu udah hamil belum sih?” “Belum, mohon doain ya Tante.” “Ya doain sih pasti lah, tapi dari kamu nya juga usaha juga. Kamu gak nunda kan?” Kamila menggeleng. “Mungkin belum waktunya dikasih.” “Ke dokter coba, program hamil.” “Iya Tante.” Kali ini Kamila tidak menyunggingkan senyumannya. Tante Mesiya kemudian berbalik dan berbaur dengan tamu yang lain sedangkan Kamila memilih untuk melipir duduk disalah satu bangku taman dibelakang rumahnya. Inilah alasan ia memilih untuk menyibukkan diri di dapur mengatur konsumsi untuk para saudara yang datang daripada harus berinteraksi secara langsung. Sebenarnya Kamila sudah biasa mendengar pertanyaan seperti ini di tahun pertama pernikahannya, namun semakin bertambahanya tahun sampai mereka memasuki tahun ke tujuh tahun pertanyaan itu justru adalah pertanyaan yang paling ingin ia hindari, karena apa? Karena setiap ditanya orang ‘Kapan punya anak? Kok belum hamil juga sih? Yang tahu jawabannya adalah Sang Maha Pencipta. Siapa sih yang gak mau punya anak setelah menikah? Setelah memisahkan diri cukup lama, Kamila bangkit mencari suaminya. Ia melihat Ervin sedang asik mengobrol dengan Papa nya dan beberapa saudara lain membentuk lingkaran kecil telihat ada Mama Ervin juga disana. Kamila ragu apakah ia harus menghampiri atau tidak. Langkahnya sudah semakin dekat. Perbincangan mereka perlahan mulai terdengar. “Sebentar lagi kamu bertambah umur loh Vin, mau kapan punya anak?” tanya Mama Ervin dengan raut muka yang cemas. “Ervin sama Mila masih berusaha untuk itu Ma, Doain ya semoga Allah memberikan kepercayaan buat Ervin dan Mila jadi orangtua.” Jelas Ervin. “Berdoa itu udah pasti. Tapi jangan kalian nikah udah terlalu lama loh.” “Ma, kalau belum dikasih ya mau gimana lagi?” Sela Papa Ervin cukup bijak. “Mama denger Syifa udah menikah ya tahun lalu dan sekarang udah punya anak.” Syifa adalah mantan pacar Ervin. Langkah Kamila kali ini benar-benar terhenti, dan ia tidak bisa bergerak selama beberapa saat sebelum kemudian ia berbalik cepat dan melesat masuk ke dalam rumah sebelum yang lain menyadari kehadirannya.   ***   Kamila dan Ervin sudah berada dimobil sedang menuju rumah. “Kamu kenapa sih sayang diem aja dari tadi?” tanya Ervin sambil melihat Kamila disampingnya tampak asik dengan dunia nya sendiri. “Gak apa-apa kok.” “Kalau kamu udah ngomong begitu pasti ada sesuatu yang disembunyiin nih. Coba ceritain ada apa?” Kamila menghela napas berat. Percuma saja dia menyembunyikan sesuatu dari suaminya karena ia selalu bisa melihat ada yang tidak beres dari istirnya. “Tadi, waktu aku mau nyamperin kamu, aku denger pembicaraan nya Mama.” “Pembicaraan yang mana?” “Tentang Syifa yang udah menikah dan punya anak.” “Oh yang itu, gak usah di pikirin sayang.” “Sayangnya gak semudah itu, aku udah kepikiran dari tadi. Makanya gak jadi nyamperin kamu.” “Kamu marah ya sama ucapan Mama? Maafin Mama aku ya sayang, mungkin dia gak bermaksud seperti itu.” Kamila menggeleng. “Aku gak marah sama Mama kamu, aku cuma merasa aku gagal menjadi istri yang belum bisa ngasih kamu keturunan.” “Perihal keturuan, bukan istri yang menentukan bisa melahirkan keturunan atau enggak, tapi Allah. Ya mungkin kita emang belum dikasih aja sayang. Jangan berburuk sangka, kita harus terus berpikir positif. Allah pasti punya maksud dari semua ini.” Kamila terenyuh mendengar jawaban dari suaminya. “Seandainya semua orang punya pikiran kamu kamu.” Ervin tertawa pelan. “BIarin aja kata orang, sebagian dari mereka hanya kepo bukan perduli.” “Tapi saudara kamu gak termasuk yang kepo kan?” Ervin mengangka kedua bahunya. “Kalau Mama kamu pasti karena perduli dan cemas. Aku jadi merasa bersalah.” Ervin memegang tangan Kamila. “Kita terus berdoa ya dan berusaha.” Kamila mengangguk. Sebenarnya masih ada yang ingin ia sampaikan tapi ia tahan karena tidak mau merusak suasana seperti kejadian tempo hari. “Kita mampir ke Rumah Makan Bebek Madura dulu yuk. Aku laper.” Ujar Kamila. “Memangnya kamu gak makan disana?” Kamila menggeleng. “Mana bisa aku makan. Aku sibuk menghindar dari tante-tante kamu.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD