Chapter 4: Hidup Baru

1052 Words
Malam hari disebuah restaurant ternama terlihat sepasang kekasih duduk disalah satu meja yang dihiasi bunga. Suanana malam itu berubah menjadi romantis karena rupanya pria itu berniat untuk melamar kekasihnya. Dihiasi dengan pencahayaan yang temaram, pria itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jas nya. Sebuah kotak beludru berwarna merah. Sang wanita sedikit terkesiap dan menahan napasnya yang sudah semakin memburu. “Malam ini aku bersama orang yang menemaniku selama ini mengisi hari-hari dengan suka dan duka dengan sabar menunggu ku hingga malam ini adalah saat yang ditunggu. Ghania Afrin, maukah kau menjadi istriku?” Akhirnya Ghani tidak mampu lagi mengembangkan senyuman bahagia nya, setetes air mata jatuh membasahi pipinya yang merona. Dihadapannya, Dennis kekasihnya sedang menunggu jawaban dari pertanyaannya. Ghani mencoba membuka suara namun suaranya terekat. Ia hanya bisa mengangguk dengan keras. Dennis melebarkan senyumannya lalu memasangkan cincin emas putih bermata indah kepada Ghani. Ghani tersenyum didalam tidurnya lalu terbangun. Ia terduduk lemas di kasur. Hari masih gelap karena sekarang masih jam tiga dini hari. Ghani bermimpi untuk yang kesekian kalinya. Mimpi yang sama yang selalu membuatnya tersenyum getir setiap kali mendapatkan mimpi tersebut. Melamar? Ghani sekarang tertawa sumbang. Hal itu tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya karena semakin hari hatinya bukannya semakin membaik malah semakin parah. Ghani menghembuskan napasnya berat dan mengumpulkan tenaga untuk bangkit, karena ia tau bahwa ia tidak akan bisa kembali tidur. Tepat pukul lima pagi, Ghani membuka jendela dikamarnya membiarkan udara pagi yang masih sejuk memasuki ruangan untuk membantunya menyengarkan pikiran, hari ini Ghani masih libur sebelum lusa masuk kerja kembali di perusahaan yang baru.   ***   Hari sudah menjelang sore ketika Ghani sudah sampai disebuah mall, langkah nya berjalan menuju toko buku yang terletak didalam mall tersebut. Ia sendirian, tidak berniat untuk mengajak siapapun karena ingin berdiam diri tanpa perlu basa-basi mengobrol dan ia menikmati kesendiriannya saat ini. Memasuki toko buku yang luas dan cukup banyak pengunjung yang datang. Ghani langsung berhambur mencari kesibukan untuk pikirannya. Dua jam kemudian, ia sudah memborong lima buku fiksi dan non-fiksi untuk bahan bacaannya. Setelah itu, Ghani tidak langsung pulang, ia memilih untuk melipir di sebuah kedai kopi dan memilih bangku di pojok menghadap jendela, memesan kopi dan membuka segel buku lalu membaca nya hingga menjelang tutup, barulah ia bangkit dari bangku dan pulang memesan taksi online. Ghani turun tak jauh dari rumahnya, ia sengaja pulang agak lebih malam supaya tidak berlama-lama bertemu dengan Nesya dan segala kecanggungannya. Tapi baru saja ia turun, ia lupa untuk membeli sesuatu di minimarket. Maka ia memutuskan untuk puter balik dan memilih untuk berjalan kaki, tak jauh dari jalan raya terdapat minimarket yang cukup ramai meskipun sudah hampir tengah malam, ia membawa tas belanja berwarna krem untuk memasukkan belanjaannya. Saat hendak melangkah pulang kembali, Ia bertemu dengan seorang pria yang tampak akan terhuyung saat akan memasuki mobil yang sedang terparkir di bahu jalan. Ghani spontan berlari dan menopang tubuh pria itu agar tidak tersungkur di aspal. Barang belanjaannya dibiarkan terjatuh dan dirinya juga hampir menyentuh aspal karena tidak kuat menahan bobot tubuh pria itu. “Pak, bisa bangun gak?” Pria itu berdiri walau masih sempoyongan. Ghani memerhatikan wajahnya yang tampak baru berusia pertengahan usia 30. “Bapak mabok ya?” tanya Ghani. “Baru jam segini.” Lanjutnya sambil melihat jam tangan yang melingkar di lengah kiri nya. “Berisik kamu, minggir saya masuk mobil.” Ghani menggeser langkah dan membiarkan pria itu berusaha membuka pintu mobil tapi masih tampak sempoyongan. “Bapak yakin mau nyetir mobil sendirian?” Ghani memperhatikan sekitarnya. Mereka sedang berada di gang pertokoan yang sepi orang tapi banyak mobil yang terparkir diluar. Lalu ia tampak berpikir. “Saya yang antar ya.” “Siapa kamu?” Ghani berdecak. “Saya gak enak ninggalin bapak dalam kondisi mabok begini, tenang saya bukan orang jahat. Bapak bisa tahan fotocopy KTP saya.” Pria itu tidak menjawab lalu tampak terhuyung menggelosor ke aspal. Ghani mengangkatnya dan membawa masuk pria itu ke bangku penumpang. Ia lalu membuka dompet untuk melihat KTP mencari tau dimana pria itu tinggal. Perjalanan sekitar 40 menit dari sini.Pikirnya semakin mantap mengantarkan pria yang tidak dikenal itu pulang ke rumahnya. Entah apa yang sedang merasuki pikirannya hingga ia tidak berpikir dua kali membantu orang lain yang tidak ia kenal. Kejahatan bisa aja terjadi tanpa mengenal penampilan tapi Ghani sudah bertekad untuk membawa pria mabuk itu kembali ke rumahnya. Satu jam kemudian Ghani sampai didepan sebuah rumah dikawasan elit, rumah itu terlihat sederhana namun masih memberikan kesan mewah dan elegan. Belum Ghani menghentikan mobilnya, seseorang tengah membuka pintu pagar seakan tahu tuannya yang pulang. Ghani memilih untuk turun dari mobil dan betapa kagetnya seorang sekuriti begitu mengetahui bahwa seorang perempuanlah yang keluar dari mobil tuannya. “Permisi, disini betul alamat ini?” Ghani menyerahkan KTP pria itu kepada sekuriti. “Iya betul. Tapi kenapa KTP bapak ada di mbaknya?” “Bapak ada dimobil. Tadi saya ketemu udah dalam keadaan mabok dan terkapar dipinggir jalan. Jadi saya bawa ke rumahnya. Syukurlah kalau alamatnya benar.” “Siapa di luar pak” tanya seorang perempuan keluar dari rumah. “Ada yang nganterin bapak pulang bu, katanya bapak ditemukan mabok di jalanan.” Perempuan itu terkesiap lalu panik melihat mobil suaminya terpakir diluar. “Ya udah tolong bantu saya bawa bapak masuk ke rumah ya,” perintah perempuan itu. “Saya langsung pamit aja bu.” Ghani merasa tidak enak. “Jangan. Kamu juga masuk dulu ya.” Ujarnya dan Ghani tidak bisa menolak. Beberapa saat kemudian ketika pria itu sudah terkapar dikamar, Ghani duduk diruang tamu seorang diri. Jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, hatinya gelisah dan tidak enak harus berada dalam situasi seperti ini. Perempuan itu datang sambil membawakan minuman. “Dimimun dulu,” Ghani mengangguk. Lalu meminum sedikit air putih yang diberikan pemilik rumah. “Makasih bu, saya bisa langsung pamit?” “Makasih ya sudah menemukan suami saya, tapi benar begitu ceritanya?” tanya si istri menyelidik. Ghani menelan ludah. “Benar bu.” Si istri lalu menghembuskan napas lega. “Maaf soalnya sekarang kan lagi marak ya suami nya punya wanita idaman lain dan kalau boleh jujur saya tadi sempat curiga seperti itu makanya saya gak izinkan kamu langsung pulang. Tapi makasih banget, mungkin kalo gak ketemu sama kamu nasib suami saya tidak akan seberuntung ini.” “Sama-sama bu. Tadinya saya juga sempat ketakutan apakah harus nganterin pulang atau saya tinggal, takut kalau itu modus kejahatan.” Perempuan itu mengangguk maklum. “Ya syukurlah semuanya baik-baik saja. By the way saya Kamila, Istri Ervin.” Ghani membalas jabatan tangan perempuan yang bernama Kamila itu. “Ghania.” Dan tak lama kemudian Ia pamit. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD