SEBELAS

1636 Words
Ponsel Sky bergetar saat gadis itu tengah mengurung dirinya di toilet kampus. Mungkin toilet akan menjadi tempat yang cocok untuk Sky karena disana tak ada seorang pun yang berani mengganggunya. “Hallo?” Tanpa melihat siapa yang menelponnya, Sky mengangkat panggilan itu. “Skylaaar, cucu Oma.” Suara Miranda terdengar dari seberang sana. Sky yang tengah menangisi dirinya itu langsung membekap mulutnya karena takut Miranda akan mendengarnya. “Omaaaa, apa kabar?” tanya Sky setelah menormalkan suaranya. “Enggak baik-baik aja karena belum ketemu sama cucu Oma. Cepet keluar. Oma ada didepan kampus kamu,” jawab Miranda. “Apa?! Oma ... ada didepan kampus aku?” Sky terkejut bukan main. “Iya. Cepetan keluar. Ini Oma bawa mobil sendiri, lho, biar kita bisa hangout.” Suara Miranda terdengar sangat riang. Neneknya itu memang selalu bersemangat jika berhubungan dengannya. “Tunggu ya, Oma. Sky keluar.” Setelah memutuskan paggilan mereka, Sky cepat-cepat pergi keluar kampusnya. Keadaan kampus yang cukup padat karena beberapa dosen tengah mengadakan pelatihan di luar kampus membuat Sky berjalan dengan menundukan kepalanya. “Eh itu yang itu, kan?” “Iya, yang sama Claude.” “Enggak nyangka, ya. Padahal mukanya polos gitu.” “Iya. Taunya murahan.” Orang-orang di kampusnya tak pernah membicarakannya secara sembunyi-sembunyi. Sejak kemarin, mereka semua terang-terangan menggunjing tentang Sky. Sky menarik napasnya dalam. Gadis itu berusaha menghilangkan sesak di dadanya karena perlakuan yang tak sepantasnya ia dapatkan. “Skylaaaar!” Miranda berseru senang saat melihat cucunya itu dari kejauhan. “Oma?” Sky terkejut karena Miranda menunggunya di luar mobil. Sky yang melihat Miranda tengah tersenyum senang ke arahnya itu pun berlari menghampirinya. Beberapa mahasiswa yang ada di luar kampus melihat Sky menghampiri seorang wanita tua dengan mobil mewahnya. “Oma kok nunggu di luar?” tanya Sky saat ia menghampiri Miranda. “Malah tadinya Oma mau masuk ke dalem kampus kamu.” Miranda membelai lembut rambut Sky. “Ayo, cepet masuk. Kita harus ke salon. Oma mau creambath. Mami kamu itu kalo Oma ajakin, sibuuuuk terus.” Sky tersenyum melihat Miranda yang terus saja berbicara sampai mereka akhirnya masuk ke dalam mobil. ***** “Oma, Sky enggak udah ikutan, ah,” ujar Sky saat mereka berdua memasuki sebuah salon ternama di ibukota. “Enggak. Pokoknya kamu juga harus ikutan. Ganti model rambut kamu, Sky. Warnain juga. Ash brown cocok banget sama kamu. Pokoknya kamu harus nurut.” Miranda membuat Sky tak bisa berkata apapun untuk menolaknya. Menuruti apa yang Miranda katakan, Sky pun menjalani serangkaian treatment. Jika Sky boleh jujur, dirinya merasa begitu tenang dan menjadi lebih rileks. Pikiran-pikiran buruk yang belakangan ini menghinggapi dirinya perlahan mulai terlupakan olehnya. “Kita harus sering-sering kayak gini ya, Sky.” Miranda yang sudah tua itu membelai sayang kepala Skylar. “Sky enggak mau ngerepotin Oma.” Sky berujar tidak enak. “Kamu enggak ngerepotin sama sekali, kok.” Miranda tersenyum. Wanita tua itu masih membelai kepala Sky. “Kalo gitu, nanti kita pergi sama Abang juga ya, Oma,” ujar Sky. Perkataan Sky jelas saja membuat Miranda menghentikan gerakan tangannya. Sky yang selama ini selalu menyimpan pertanyaannya tentang hubungan neneknya itu dan Gabe pun tak dapat lagi membendung rasa keingin tahuannya. “Oma, Sky boleh nanya?” Sky memberanikan diri. “Nanya apa?” Miranda yang semula memasang wajah datar karena ucapan Sky tadi pun kembali memasang senyumannya. “Kenapa sih, setiap Sky ngomongin Abang, Oma selalu keliatan enggak suka?” tanya Sky pada akhirnya. “Oh, ya? Sejak kapan Oma kayak gitu?” Miranda berusaha menutupinya. “Oma, Sky ini udah gede. Sky bukan anak kecil yang bisa di bohonging terus.” Sky memasang wajah putus asanya. Ia berharap, seandainya ia tahu apa yang menjadi permasalahan Gabe, mungkin saja ia bisa menemukan jalan untuk membantu Gabe dan membuat kakaknya ini mau menerimanya lagi. “Belum saatnya kamu tau.” Miranda tersenyum. Sky yang ingin kembali bertanya pada Miranda pun mengurungkan niatnya. Sebab gadis itu tahu, Miranda tak akan membahan masalah ini sekarang. ***** “Oma, makasih, ya.” Mobil Miranda berhenti tepat di pelataran lobby apartemen Gabe. “Oma enggak mau mampir dulu?” “Enggak usah sayang. Next time kita ke salon lagi ya.” Miranda jelas saja menolak tawaran Sky. “Kamu beneran enggak mau tinggal sama Oma aja?” “Enggak, Oma. Sky mau tinggal sama Abang.” “Kalo dia ngapa-ngapain kamu, kamu bilang aja ya, sama Oma.” Miranda yang tidak senang dengan keputusan Sky itu tentu masih berusaha untuk membujuk Sky agar tinggal bersamanya. “Enggak kok, Oma. Abang baik banget sama Sky. Setiap hari dia buatin Sky sarapan. Dia juga sering mastiin Sky sampe masuk ke dalem kelas di kampus setiap hari. Abang juga sering nurutin maunya Sky,” ujar Sky meski ia harus menahan perih untuk menjelaskannya pada Miranda. “Bagus kalo begitu.” Sky pun turun dari mobil Miranda. Gadis itu merasa sangat senang hari ini karena ia bisa menghilangkan penatnya. ***** Claude dan Julian tengah berada di sebuah bar. Padahal malam baru saja dimulai. Tetapi kedua pemuda itu sudah duduk di meja bar dan memesan alkohol untuk menemani mereka. “Claude, gue kayaknya mau ngajuin banding,” ujar Julian setelah ia menenggak minumannya. “Banding apaan?” Claude mengernyitkan alisnya heran. “Action Figure gue itu kayaknya enggak bisa nunggu terlalu lama.” “Maksud lo?” “Gue kasih lo waktu tiga hari. Kalo lo belum lakuin hal yang seharusnya lo lakuin ke Sky, gue anggap lo kalah.” Julian menggedikan bahunya acuh. “Wah, anjir juga ya, lo. Enak banget ubah-ubah taruhan.” Claude menenggak minumannya. “Soalnya progres lo itu lambat, Dude. Gue harus kasih lo rangsangan lah biar gerak lo cepet.” Julian tertawa karena ucapannya sendiri. “Jangan kan tiga hari, dua hari juga bisa.” Claude berujar dengan bangganya. Ia yakin akan hal itu. “Yaudah. Dua hari, ya. Pokoknya kalo lo enggak ngelakuin itu plus ngasih bukti udah ngelakuinnya, gue anggap lo bohong dan taruhan kita gue yang menangin.” Julian menjulurkan tangannya untuk Claude jabat. “Tenang aja. Lo mau durasi berapa menit? Gaya berapa banyak? Gue bisa kabulin.” Claude dan Julian tertawa bersama. “Eh, tapi kok anak-anak taunya gue sama dia udah gituan, sih?” tanya Claude bingung. “Itu gue yang nyebarin.” Julian tertawa. “Abis lo kelamaan. Yaudah, gue sebarin aja tuh berita biar lo termotivasi buat merealisasikannya.” “Gue kira siapa.” Claude hanya tertawa. “Tapi lo serius banget sampe kasih dia beasiswa?” Julian bertanya pada akhirnya. “Cuma kasian aja. Soalnya menurut gue kan dia masih virgin. Jadi gue pikir seenggaknya gue harus kasih dia kompensasi kan, kalo nanti lo nyebarin videonya? Lagian, kalo video itu sampe kesebar, paling juga dia cabut dari kampus,” jelas Claude. “Gue mau bilang lo anjing tapi lo baik hati juga. Jadi lo cocoknya dipanggil apaan ya, Dude?” Lagi. Julian tertawa. “Tapi dia nurut banget lho jadi cewek. Kemaren gue suruh beli baju, kan. Lagian, gayanya kampungan banget gitu anjir.” Claude menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak habis pikir. “Terus? Lo kasih dia duit?” Julian menaikan sebelah alisnya. “Yaaaa enggak, lah! Gue aja udah kasih dia beasiswa. Biar dia usaha sendiri, lah.” Claude tertawa. “Yaudah. Pokoknya jangan lupa ya, lo harus kasih gue bukti. Mau itu foto kek, video kek, pokoknya harus ada bukti.” Julian mengingatkan. “Yaelah, santai aja kali. Tapi, lo ada Roofies**?” tanya Claude pada Julian. “Ada. Besok gue kasih.” Julian menyeringai. ***** Dengan langkah kaki yang tak karuan, Claude berjalan masuk ke dalam kediaman kakeknya, Diraga. Pemuda itu sudah setengah mabuk tapi masih mampu mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah. Jarum jam di dinding menunjukan pukul setengah tiga pagi. Claude yang baru saja melewati ruang tamu rumah kakeknya itu dikagetkan oleh suara seseorang yang paling ia takuti. “Claudius Veto Di Andreas.” Suara Sam-Ibunya, terdengar kencang, menghentikan langkah kaki Claude yang sekarang semakin tidak karuan itu. “Mama? Hai, Ma. Apa kabar? Tumben kesini?” tanya Claude yang setengah sadar itu. “Kesini kamu Claudius!” seru Sam. Raga yang mendengar suara keributan dari luar kamarnya pun memutuskan untuk keluar. “Ada apa ini, Sam?” tanya Raga yang masih mengantuk itu. “Papa! Kenapa Papa biarin Claude pulang sampe selarut ini? Dia mabuk lagi. Mabuk, Pa! Kalo dia kenapa-kenapa gimana?!” Sam sangat kecewa dengan kelakuan putranya itu. Raga yang menangkap nada kecewa dari putrinya itu pun tak bisa berbuat banyak selain diam dan kembali masuk ke kamarnya. “Opa! Ayo, dong. Tolongin Claude.” “Ah! Parah!” “Opa!” Claude terus saja berteriak saat Raga mengacuhkannya. “Berdiri kamu disini!” Sam memanggil Claude. “Apa, Ma?” Claude bertanya dengan nada lemah, berusaha mengundang simpati dari Sam. “Berdiri kamu pake satu kaki! Angkat tangan kamu! Terus begitu sampe Mama bilang udah!” perintah Sam. Claude tahu jika ia tak bisa lari dari hukuman Sam. Tapi setidaknya, ayahnya—Rey— tidak ada disini. Jika Rey ada disini, pria itu akan menghukum Claude lebih kejam dari pada hukuman yang Sam berikan. Kesalahan Claude adalah ia berani menyentuh minuman keras saat kedua orang tuanya bahkan tak pernah menyentuhnya sama sekali. “Kelakuan kamu udah enggak bisa Mama tolerir lagi. Seminggu lagi kamu tunangan. Mama enggak mau tau!” Suara Sam terdengar sangat tegas. “Yaaah, Mam, masa—” “Angkat tangan dan kaki kamu!” Sam kembali berseru. “Maaaa! Mama yang bene—” “Kaki! Kurang tinggi! Tangan juga tuh, tangan. Angkat lagi!” “Maaaaaaa!” Claude berteriak kesal namun pemuda itu berhenti saat ia menemukan sebuah solusi. “Dalam setiap masalah emang selalu ada solusi. Sky. Cewek itu harus cepet-cepet gue kerjain!” batin Claude sambil tersengum senang. ***** **Roofies : Sebutan untuk semacam obat bius yang biasa digunakan untuk pemerkosaan. *****    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD