4. Pintu rahasia

1759 Words
AIMEE Jam menujukkan pukul sebelas malam saat kami tiba di rumah. Aku memandang cemberut kepada orangtuaku. Mereka tidak mau memberitahuku tentang seseorang yang bernama Collin itu. Sekarang kami berada di ruang keluarga dan aku memaksa mereka untuk memberitahuku. Aku duduk dihadapan mereka untuk meminta penjelasan. Mereka masih tetap diam hanya saling bertukar pandang. Mereka telah menyembunyikan suatu rahasia dariku. Sesuatu yang tidak aku ketahui. Sebenarnya aku sudah memaksa mereka untuk menjelaskannya sebelum kami melihat pertunjukkan sirkus, tapi orangtuaku dan bibi Adrienne tidak mau mengatakan apa pun kepadaku. Mereka selalu menghindar setiap kali aku bertanya. Kekecewaan dan kekesalanku sedikit terobati saat melihat pertunjukkan sirkus yang membuatku merasa terpesona sampai-sampai aku melupakan tentang masalah Collin. Selama aku hidup dalam keluarga Mcgrath dan Blackwell tidak pernah aku mendengar nama Collin di keluarga mereka. Aku sangat yakin itu, karena aku tahu benar tentang semua kedua anggota keluarga itu dan tidak ada anggota keluarga yang bernama Collin. ’’Jadi apa kalian akan memberitahuku?’’tanyaku dengan memandang wajah mereka satu persatu. Aku mendengus kesal dan menunggu mereka mau membuka mulutnya untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Keheningan sudah mulai melekat di udara dan aku melihat ketegangan sekaligus kesedihan terpancar dari mata mereka. Suasana seperti ini membuatku tidak suka. Detik demi detik telah berlalu, aku menunggu jawaban mereka. "Kenapa kalian diam saja?’’ Kulihat orangtuaku dan bibi Adrienne masih terdiam sepertinya mereka masih mempertimbangkan apakah mereka akan memberitahuku atau tidak. Sebenarnya aku tidak ingin memaksa mereka untuk memberitahuku, tapi aku juga berhak tahu. Mereka adalah keluargaku, jadi aku harus tahu apa yang terjadi kepada keluarga tercintaku ini. Apa mereka masih menganggapku seorang anak kecil yang tidak boleh mengetahui apa pun. Oh ayolah, aku sudah besar dan umurku sekarang sudah sembilan belas tahun. Aku mengetuk-ngetukan jariku di lutut menunggu mereka mau bicara denganku. Bibi Adrienne bangkit dari sofa dan memandang wajah orang tuaku. ’’Sebaiknya kalian menceritakan semuanya kepada Aimee mungkin ini sudah saatnya dia tahu apa yang telah terjadi kepada keluarga kita selama dua puluh satu tahun ini." Mom dan Dad terkesiap mendengar perkataan bibi Adrienne , kemudian dad meremas lembut tangan ibuku. "Aku rasa ini sudah saatnya kita memberitahu Aimee,’’kata Dad setengah berbisik. Mom mengangguk menyetujuinya. "Aku akan meninggalkan kalian. Ayo Ginger kita pergi! Biarkan mereka bicara.’’ "Tapi aku masih ingin di sini,’’rengek Ginger. "Pergilah dengan bibi Adrienne!’’kata Mom. "Aku punya buku cerita baru untukmu. Apa kamu ingin melihatnya?’’bujuk bibi Adrienne. "Baiklah.’’ Setelah mereka pergi, Mom duduk di sampingku meremas pelan tanganku. Matanya menatap tepat ke mataku, lalu berkata,’’Selama ini kami memang merahasiakan sesuatu darimu. Maafkan kami! Itu karena kamu masih terlalu kecil untuk mengetahuinya dan seperti yang dikatakan oleh bibi Adrienne sudah saatnya kamu mengetahui yang sebenarnya.’’ Mom sesaat menatap Dad dan Dad mengangguk seolah Mom sudah mendapat persetujuan darinya. "Aimee , apakah kamu ingat ketika kamu kecil pernah mengatakan kalau kau ingin memiliki seorang kakak?’’ Aku mengangguk. "Sebenarnya kamu memang memiliki seorang kakak. Collin adalah kakakkmu.’’ Aku menatap Mom tidak percaya. Ini sungguh mengejutkanku. Apa aku tidak salah dengar? Tadi Mom mengatakan aku memiliki seorang kakak dan Collin adalah kakakku. Aku masih belum bisa mengatasi keterkejutanku ini. Ini sesuatu yang luar biasa bagiku. Akhirnya aku memiliki seorang kakak. Rasanya aku ingin berteriak dan berguling-guling di lantai karena senang. "Aimee, kau baik-baik saja?’’tanya Mom. "Aku baik-baik saja." "Pasti hal ini akan membuatmu terkejut.’’ "Sekarang di mana dia? Kenapa Collin tidak bersama kita?’’ Mom dan Dad menatapku sedih. "Apa yang sebenarnya terjadi?’’ Kurasakan Mom semakin meremas tanganku dengan kuat. "Collin menghilang.’’ Aku kembali terperangah mendengarnya dan aku melihat Mom menitikkan air matanya. "Bagaimana itu bisa terjadi?’’ "Dia menghilang saat kami melihat sirkus,’’ujar Dad. "Sama seperti malam ini. Saat Collin berumur dua tahun kami mengajaknya untuk menonton sirkus. Mom dan Collin menungguku membeli tiket masuk, tapi Collin menghilang begitu saja. Kami sudah berusaha mencarinya kemana-mana, tapi tidak ketemu,’’lanjut Dad. "Ini semua salah Mom. Waktu itu Mom melepaskan pandangan terhadapnya, karena sibuk menenangkanmu yang menangis terus dalam gendongan Mom." "Waktu kamu menghilang tadi , kami sangat mencemaskanmu . Kami takut, kamu akan menghilang seperti Collin,’’kata Dad. Aku terdiam setelah mengetahui yang sebenarnya dan aku merasa bersalah memaksa mereka untuk menceritakan masa lalu yang aku yakini tidak ingin mereka ingat lagi. "Apa kakakku telah diculik?’’ "Kami tidak tahu, karena kami tidak menerima kabar dari penculiknya untuk meminta tebusan. Kami sudah mencarinya selama berhari-hari bahkan sampai bertahun-tahun. Semuanya tetap nihil. Collin seperti menghilang ditelan bumi dan sampai sekarang kami tidak tahu keberadaannya. Apa Collin masih hidup atau tidak kami juga belum tahu.’’ Kesedihan terpancar dari sorot mata Dad saat ia kembali menceritakan Collin kembali. Pasti mereka sangat terpukul telah kehilangan seorang anak. Aku berharap suatu hari nanti kakakku akan kembali ke rumah. *** Dengan tubuh lelah aku setengah menyeret tubuhku ke kamarku. Setibanya di lantai dua , aku melihat lampu ruang perpustakaan menyala. Di sana aku melihat Alina yang sedang memeriksa semua jendela dan ia terkejut saat melihatku. "Nona Aimee.’’ "Malam Alina!’’ "Malam! Anda sudah pulang? Bagaimana pasar malam dan sirkusnya?’’ "Sangat luar biasa.’’ Ini pertama kalinya aku memasuki ruang perpustakaan. Tempat ini terlihat sangat nyaman dengan pencahayaan lampu yang sangat lembut. "Boleh aku melihat-lihat sebentar?’’ "Tentu saja." Alina kembali membereskan buku-buku yang masih berserakan di meja sedangkan aku sedikit berkeliling. Perpustakaan ini bertingkat dan tidak begitu luas. Di lantai bawah banyak sekali buku-buku kuno bersampul kulit dan masih terawat dengan sangat baik. Di bawah tangga kayu melingkar, aku melihat sebuah pintu. Aku berjalan mendekatinya untuk mengetahui apa yang ada di balik pintu. Apakah ada ruangan lain atau sebuah jalan pintas. Tapi pintu itu terkunci. "Pintu itu sudah terkunci selama bertahun-tahun atau mungkin sudah ratusan tahun,’’kata Alina tiba-tiba dari belakangku membuatku terkejut. "Kamu mengejutkanku.’’ "Maaf. Saya tidak bermaksud mengejutkan Anda, nona Aimee.’’ "Jadi pintu ini sudah lama terkunci?" "Benar. Kami menyebutnya pintu rahasia.’’ "Apa yang ada di balik pintu ini?’’ "Saya tidak tahu dan tidak ada seorang pun yang tahu." "Kenapa tidak dicoba dibuka saja?’’ "Karena tidak ada kunci yang dapat membuka pintu itu.’’ Aku menatap pintu itu dan membayangkan ada apa di balik pintu itu dan mungkin saja ada harta karun yang tersembunyi di sana. "Menurut cerita, rumah ini berabad-abad yang lalu dulunya milik seorang penyihir bernama Cassandra Ravenwolf dan di sini aku sering menemukan buku-buku tentang sihir yang sudah tua dan usang.’’ "Apa yang terjadi dengan penyihir itu?’’ "Tidak ada yang tahu. Penyihir itu menghilang begitu saja. Lagi pula apakah cerita itu benar atau tidak , saya pun tidak tahu. Ini sudah larut malam sebaiknya Anda segera tidur.’’ "Baiklah. Selamat malam!’’ "Malam, nona Aimee!’’ *** Aku membaringkan tubuhku di tempat tidur . Rasa lelah mulai aku rasakan. Mataku nyalang menatap langit-langit kamarku. Rasanya aku masih tidak percaya kalau aku memiliki seorang kakak laki-laki. Aku meraih ponsel dari celanaku dan melihat banyak sekali pesan masuk. Kebanyakan pesan itu berasal dari Roxana. Aku mengerutkan kening saat membaca pesan itu yang hampir semua isinya sama. Aimee, bagaimana liburanmu? Aimee, apa liburanmu menyenangkan? Kenapa kau tidak menjawab pesanku? Apa kau sedang sibuk? Aimee Aimeeeeee Aku menghembuskan napas panjang melihat pesan masuk dari Roxana. Sejak tadi pagi aku memang sama sekali tidak melihat ponselku. Aku pun membalas pesannya dan aku pun menceritakan soal kakakku yang menghilang. Tidak sampai semenit jawaban dari Roxana pun masuk. Roxana : Kamu mempunyai seorang kakak laki-laki? Serius?? Aimee :Ya. Orang tuaku baru saja memberitahuku Roxana : Ini sungguh luar biasa. Kalau kakakmu telah ditemukan, kau harus memperkenalkannya. Pokoknya harus. Siapa tahu kami berjodoh hohoho. Aimee : Aku tidak mau Roxana : Aimeeee Aimee :Baiklah. Aku mau tidur. Sampai jumpa! Roxana : Sampai jumpa! Aku terkejut mendengar ketukan keras di pintu . ’’Masuk!’’ Adikku masuk dengan senyuman lebar di wajahnya dengan membawa sebuah buku yang cukup besar.’’Ada apa?’’ Ginger langsung naik ke tempat tidurku dan menyerahkan buku itu kepadaku. Aku membaca judul buku yang bersampul kulit coklat tua dengan tulisan berwarna emas mengkilap. Kumpulan cerita-cerita dongeng sedunia. "Buku itu pemberian bibi Adrienne. Aku ingin kak Aimee membacakan cerita dongeng itu untukku.’’ Aku menghembuskan napas panjang.’’Baiklah!’’ Aku tersenyum saat kulihat adikku sudah terlelap tidur di tempat tidurku tepat saat aku telah menyelesaikan membacakan dongeng untuknya. Aku pun mulai mengantuk dan tertidur di samping adikku. Aku terbangun saat Ginger menguncang-guncang tubuhku dengan kuat ."Kak Aimee, bangun!’’ "Biarkan aku tidur sebentar lagi.’’ "KAK AIMEEEE.’’ Aku terbangun dengan perasaan kesal, karena tidak tahan dengan teriakannya. Kenapa kamu menganggu tidurku?’’tanyaku kesal. "Apa kak Aimee lupa hari ini kita akan pergi ke villa Bibi Adrienne?’’ Dalam keadaan mengantuk, jalan pikiranku terasa lambat dan butuh beberapa menit untuk menyerap perkataan adikku untuk dapat dicerna oleh otakku. Setelah sadar sepenuhnya, aku segera melompat dari tempat tidurku. Kenapa kamu tidak membangunkan dari tadi?’’ Ginger terlihat cemberut dan kesal. ’’Aku sudah membangunkanmu sejak dari tadi,’’katanya sambil berkacak pinggang. Aku segera mengambil ranselku dan memasukkan beberapa pakaian dan perlengkapan lainnya secara asal-asalan ke dalam tas ransel. Ginger berlari keluar dari kamarku. Kenapa aku bisa melupakan kalau hari ini ada acara berkunjung ke villa bibi Adrienne? Aku merutuki diriku sendiri. Aku mengintip ke luar jendela dan melihat ayahku sedang memasukkan beberapa barang ke dalam bagasi mobil. Villa keluarga Mcgrath tidak jauh dari tempat bibi Adrienne tinggal. Villa itu terletak di tepi Danau dan pemandangannya sangat indah dan aku sudah tidak sabar ingin berperahu di sekitar danau itu. Setelah semuanya siap, aku meninggalkan kamarku. Suasana di lantai dua di mana kamarku berada terasa sangat sepi sekali sampai-sampai aku bisa mendengar suara detak jantungku sendiri. Kalau di pikir-pikir rumah bibi Adrienne memang terlihat sedikit menyeramkan dan aku mempercepat langkahku menyusuri koridor panjang. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara pintu perpustakaan yang terbuka. "Halo! Apa ada orang di sana?’’ Pelan-pelan aku mendekati pintu perpustakaan dan melongok ke dalam tidak ada siapa pun di sana. Sinar matahari yang menembus jendela-jendela perpustakaan membuat mataku silau, lalu aku mendengar suara sayup-sayup bersamaan dengan suara angin berhembus. Aimeeeee. Aku langsung berbalik mencari asal suara yang memanggilku, tapi tidak ada siapa pun di sana. "Alina, apakah itu kau?’’ Hening. Aku merasa ketakutan dan bermaksud untuk segera pergi, jika ada hantu yang tiba-tiba muncul. Tiba-tiba sesuatu bersinar di balik pakaian yang aku kenakan dan sinar itu berasal dari kunci yang aku kenakan sebagai kalung. Sinar biru terpancar dan membentuk garis lurus dan garis lurus itu mengarah ke sebuah lubang kunci pintu rahasia yang selama ini tertutup rapat. Aku melepaskan kalungku dan cepat-cepat memasukkan kunci yang kupegang ke lubang kunci pintu itu. Ternyata kunci itu cocok dan perlahan-lahan aku memutarnya sampai terdengar suara klek . Pintu rahasia itu terbuka dan seketika cahaya putih menyelubungi diriku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD