Part 2

2014 Words
Eric mengendarai mobilnya menyusuri jalanan yang ramai dan hiruk pikuk mobil dan motor yang berlomba lomba saling mendahului untuk sampai di Tempat tujuan masing masing, Eric baru saja pulang dari rumah Brandon setelah berbicara panjang lebar tentang kegiatan selama mereka tidak bertemu. Mereka berteman cukup lama membuat Eric dan Brandon tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing, walau mereka tidak menyebut pertemanan mereka sebagai persahabatan tapi hubungan mereka cukup akrab. Teman Eric bisa dihitung dengan jari, selain dengan Brandon, Eric memiliki beberapa teman lain itu juga mereka jarang bertemu. Mobil Eric melewati sebuah jalanan yang cukup sepi apalagi lampu penerangan jalan yang mati, ia memelankan laju mobilnya saat melihat ada sesuatu kejadian tak jauh di depannya. Eric menghentikan mobilnya dan diam melihat apa yang terjadi dengan cahaya yang tidak terlalu jelas. Sebuah mobil mewah dihentikan oleh mobil lain yang menghalangi jalannya, pengemudi mobil mewah yang ternyata adalah wanita keluar dan memarahi pengemudi mobil yang menghalangi laju mobilnya. Namun dari dalam mobil keluar 3 orang pria berbadan tegap dan langsung memaksa wanita itu masuk dalam mobilnya tanpa perlawanan, walau wanita itu meronta tapi tetap saja ia kalah tenaga dengan pria pria itu. Mobil itu segera berjalan menyusuri jalan meninggalkan mobil mewah wanita itu. Dengan wajah kesal Eric mengikuti mobil itu, ia sebenarnya ingin pulang dan istirahat malah menyaksikan kejadian penculikan. Mau tidak mau ia harus menolong wanita itu karena ia tidak suka dengan hal pemaksaan pada orang lain. Eric mempercepat laju mobilnya hingga mendahului mobil para pria tadi dan memotong di depannya, suara ban mobil berdecit karena Bergesekan dengan aspal. Salah satu pria bertubuh tegap keluar dan Mendekati mobil Eric, pria itu memukul bagian depan mobil Eric. Dengan tenang Eric keluar dari mobilnya dan mendekati pria itu, mereka sudah berdiri berhadapan. "Kamu gila memotong laju mobil orang! apa maumu?!" pekik pria itu. "Mauku? lepaskan wanita yang kau culik itu," jawab Eric dengan nada santai sambil menunjuk kedalam mobil hitam yang dinaiki pria itu, raut wajah pria itu tampak terkejut karena ucapan Eric. "Jangan menuduh sembarangan," jawab pria itu. "Apa perlu aku kesana dan menunjukkan kalau kalian menculik wanita itu," ucap Eric lagi. "Hadapi aku dulu," pria itu kemudian mulai menyerang Eric, dengan tenang Eric menangkis serangan pria itu juga mulai melakukan serangan dengan tendangan dan pukulan, hanya beberapa jurus saja pria itu sudah terkapar. Dua pria lain keluar dari mobil dan mulai menyerang Eric, dengan sigap Eric kembali menangkis dan menyerang dua pria itu, sama dengan nasib temannya tadi dua pria tadi juga terkapar tak berdaya kemudian lari tunggang langgang meninggalkan mobil hitam mereka. Eric merapikan pakaiannya yang berantakan akibat perkelahiannya tadi, ia berjalan mendekati mobil hitam yang dikendarai tiga pria tadi dan membuka jok belakang. Ia melihat seorang wanita tak sadarkan diri di jok tengah, Eric menebak wanita itu telah dibius oleh para pria tadi. Eric bingung apa yang harus ia lakukan, jika wanita itu tidak pingsan ia bisa mengantarnya pulang tapi dalam keadaan pingsan seperti ini kemana ia harus mengantarnya wanita itu, Eric berfikir sejenak apa yang akan ia lakukan. Eric kemudian mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya ke dalam mobilnya, ia letakkan tubuh wanita itu di jok belakang dan ia beralih ke jok depan. Eric melajukan mobilnya menyusuri jalan raya meninggalkan mobil hitam itu, ia terpaksa membawa wanita itu ke panti dimana ia tinggal bersama anak anak yatim piatu. Mobil Eric berbelok memasuki halaman rumahnya yang ia gunakan sebagai panti asuhan bagi adik adik asuhnya yang berusia antara 3 sampai 10 tahun, ia keluar dari mobil dan mengetuk pintu depan panti. "Bu..., bu Sari..., bu...," Eric mengetuk dan memanggil nama bu Sari. Beberapa menit kemudian bu Sari keluar dengan wajah heran karena biasanya Eric langsung masuk paviliunnya dari samping. "Ada apa Eric?, ada yang penting?" "Tolong siapkan kamar tamu bu, mmmm.... Panjang ceritanya nanti saya jelaskan," ujar Eric, bu Sari mengangguk dengan ragu dan kembali masuk untuk menyiapkan kamar tamu, sedangkan Eric kembali ke mobilnya dan mengangkat tubuh wanita yang pingsan itu dan membawanya masuk ke dalam kamar tamu, Eric membaringkan tubuh wanita itu di ranjang. Eric kemudian berbalik dan melihat bu Sari dibelakangnya dengan wajah meminta penjelasan. "Kita bicara di ruang tamu saja bu," ajak Eric pada bu Sari, ia melangkah mendahului bu Sari keluar dari kamar tamu menuju ruang tamu. Eric duduk di sofa sedangkan bu Sari duduk di hadapannya, Eric bingung harus menjelaskan seperti apa. "Siapa gadis itu Ric? Kenapa dia pingsan," tanya bu Sari. "Saya tidak tahu bu, tadi saat dijalan mobil dia dihadang oleh mobil lain dan dia sepertinya akan diculik jadi saya berusaha menolongnya, saat saya lihat ke dalam mobil dia sudah tak sadarkan diri. Saya bingung bu mau diantar kemana gadis itu jadi terpaksa saya bawa kesini, tidak apa apa kan bu?" "Tentu saja tidak apa apa Ric, ibu hanya khawatir kamu menculik anak orang,"kelakar bu Sari, Eric hanya tersenyum kecil nyaris tak terlihat jika ia tersenyum. "Kamu itu kenapa sulit sekali tersenyum apalagi tertawa, jangan terlalu kaku dan dingin, nanti dikira orang kamu sombong," ucap bu Sari menasehati Eric. "Saya memang seperti ini bu, tidak bisa berubah," jawab Eric. "Lihat saja nanti kalau kamu sudah jatuh cinta pada seseorang, akan banyak tawa dan senyum di wajah kamu," ucap bu Sari. "Jatuh cinta tidak ada dalam kamus saya bu, prioritas saya adalah ibu dan adik adik disini." "Jangan bicara seperti itu Eric, kodrat setiap manusia itu berpasang-pasangan, usiamu sudah matang dan sudah waktunya berumah tangga, sudah waktunya ada yang mengurus kamu, yaitu istri kamu. Ibu lihat Aini sering kesini karena dia ada hati sama kamu dan ibu lihat kalian cocok, kamu tampan, dia cantik," ucap bu Sari. "Kenapa pembicaraan kita melebar, lebih baik ibu istirahat sudah malam, saya juga mau ke paviliun." "Ya sudah kamu istirahat." ~~~ ~~~ Alea membuka matanya, kepalanya terasa pusing. Ia bangun dan duduk, Alea melihat tempat dimana ia berada dan ia tak mengenal tempat itu. Kamar ini terlihat kecil, beda jauh dengan kamarnya yang luas, kamar ini hanya 1 % saja dari luas kamarnya. Ia mencari keberadaan kamar mandi untuk buang air tapi tak ia temukan, ia kemudian berjalan keluar dari kamar dan mengedarkan pandangannya saat berada di luar kamar. Ia bingung ada dimana dan ia juga sulit mengingat apa yang terjadi semalam, saat ia masih tenggelam dalam pikirannya sebuah suara mengejutkannya. "Syukurlah nona sudah sadar," bu Sari sudah berdiri di depan Alea. "Ibu siapa? Saya dimana?" tanya Alea bingung. "Nama ibu Sari, kamu ada di panti asuhan yang ibu kelola," jawab bu Sari. "Panti asuhan? Bagaimana saya bisa sampai di sini?" "Kamu cuci muka dulu nona, itu kamar mandinya," tunjuk bu Sari pada sebuah pintu tak jauh dari mereka. "Kamar mandinya ada di luar kamar?" "Iya." Tanpa banyak tanya Alea bergegas menuju kamar mandi, tak lama ia sudah duduk di meja makan bersama bu Sari, sedangkan anak anak panti sebagian sudah berangkat sekolah dan sebagian sedang bermain di halaman bersama bu Siti dan staf panti. "Apa nona sudah ingat kejadian sebenarnya?" tanya bu Sari. "Sedikit bu, tapi saya bingung kenapa malah ada di panti asuhan ini," jawab Alea. "Anak asuh ibu yang menolong nona dan membawa nona kesini Karena ia bingung akan membawa nona kemana," jelas bu Siti. "Oh, nama saya Alea by the way bu, papa saya seorang pengusaha dan anak anaknya selalu jadi target penculikan, tapi saya tidak menyangka secepat ini karena saya baru pulang dari London." "Bahaya non, harusnya nona menyewa bodyguard untuk menjaga nona." "Papa saya punya perusahaan penyedia bodyguard, hanya belum menunjuk seseorang kejadian semalam terjadi." "Kebetulan sekali anak asuh ibu yang menolong kamu seorang bodyguard freelance," "Benarkah? Saya bisa meminta papa saya mempekerjakannya karena terbukti bisa diandalkan," ucap Alea. "Biar ibu panggil dia, nona sarapan saja dulu, maaf jika menunya sangat sederhana," ucap bu Sari berdiri dan keluar, ia berjalan keluar dan menuju paviliun yang ditinggali Eric. Bu Sari akan mengetuk pintu tetapi pintu sudah terbuka dan menampakkan wajah Eric yang sudah berpakaian rapi. "Ibu, ada apa?" "Kamu mau pergi?" "Iya bu, ada janji dengan klien yang akan memakai jasa Eric." "Ayo sarapan dulu," ajak bu Sari menarik tangan Eric, Eric hanya menurut dan mengikuti langkah bu Sari. "Gadis itu sudah sadar dan dia butuh bodyguard yang kompeten seperti kamu." "Ah iya Eric lupa kalau membawa gadis yang akan Diculik itu, biar sekalian Eric antar dia pulang." Bu Sari dan Eric sampai di ruang makan, Eric terkejut melihat Alea yang berada di ruang makan begitu juga Alea yang terkejut melihat keberadaan Eric. Eric sangat ingat wajah Alea, gadis sombong di resto tapi semalam ia tidak mengenali gadis itu, la sama sekali tidak mengenali wajahnya. "Kamu?!" pekik keduanya bersamaan. Bu Sari menatap keduanya bergantian. "Kalian sudah saling mengenal?" tanya bu Sari. "Enggak bu, hanya pernah sekali bertemu dan tahu jika dia orang yang egois dan sombong," ucap Eric menatap Alea tidak suka. "Apa kamu bilang? Sombong, kamu yang sombong," jawab Alea berdiri, ia tak terima dikatakan sombong. "Kamu menolak dikatakan sombong, yang kamu lakukan di resto itu keterlaluan." "Menurutku itu wajar, waiters itu yang salah," jawab Alea. "Inilah yang aku bilang egois, merasa benar sendiri." "Ini ada apa Eric, kenapa kalian malah bertengkar?" "Tidak apa apa bu, saya berangkat sekarang, saya akan sarapan diluar saja," jawab Eric berbalik dan melangkah keluar. "Eric, bukannya kamu mau antar Alea pulang?" Eric menghentikan langkahnya, ia kemudian berbalik menatap bu Sari bingung. "Alea?" "Iya, namanya Alea." Eric menatap Alea, walau ia tidak suka pada Alea tapi ia harus mengantar gadis itu pulang. "Ayo aku antar," Eric berbalik lagi dan berjalan keluar, dengan wajah cemberut Alea mengikuti Langkah Eric, Alea terpaksa karena mobilnya tertinggal dijalan saat ia diculik apalagi ponselnya juga mati karena lowbat. Alea yakin jika keluarganya pasti kebingungan saat menemukan ia belum pulang dan menemukan mobilnya dijalan. Hanya keheningan yang ada di mobil Eric tak ada percakapan antara Eric dan Alea, Alea ingat ucapan bu Sari jika Eric adalah freelance bodyguard. "Kamu bodyguard?" "Hem..." "Aku rasa aku tertarik mempekerjakan kamu jadi bodyguard yang menjagaku," ucap Alea. "Tidak berminat," jawab Eric masih fokus pada jalanan di depannya tanpa melihat pada Alea yang duduk di sebelahnya. Alea menatap Eric tidak suka, pria di sebelahnya mengatakan jika dirinya egois dan sombong tapi ia tak menyadari jika dirinya sendiri juga sombong. "Sombong sekali anda," protes Alea. "Saya tidak mau bukan karena sombong tapi tidak ingin malah nantinya bertengkar dengan orang yang saya jaga," jelas Eric. Mobil Eric berhenti tepat di depan rumah megah Franco Wijaya, tanpa bicara apa apa dan mengucapkan terima kasih, Alea keluar dari mobil Eric dan masuk setelah security membuka pintu pagar tinggi rumah Franco Wijaya. Alea bergegas masuk dan setengah berlari masuk dalam rumah, ia melewati ruang tamu dimana semua keluarganya menunggu dengan khawatir. "Ya Tuhan Alea...! Kami pikir kamu diculik," pekik mamanya, ibu Tania. Bu Tania berdiri dan memeluk Alea yang diam ditempatnya. Nathia, Narnia dan pak Franco juga berdiri dan mendekati Alea. "Kamu dari mana sayang?"kami semua khawatir," ucap pak Franco yang ada di belakang bu Tania. "Panjang ceritanya pa, Alea mandi dulu," ujar Alea mengurai pelukan mamanya. Alea kemudian berjalan menuju lift untuk naik ke kamarnya dan mandi, satu jam kemudian ia dan keluarganya sudah duduk di ruang makan untuk sarapan bersama. "Kamu kemana Al? Anak buah papa menemukan mobilmu di pinggir jalan dalam keadaan kosong," ucap Nathia. "Aku mau diculik kak, tapi untungnya ada seseorang yang menolongku dan aku rasa aku mau dia jadi bodyguard aku nanti," jawab Alea memasukkan roti dalam mulutnya. "Siapa dia? Bodyguard papa?" tanya pak Franco Wijaya. "Nope, freelance bodyguard dan sepertinya sangat kompeten pa, aku heran dia tidak dalam naungan perusahaan papa," ucap Alea. "I see, kalau putriku sudah mengatakan dia kompeten pasti dia lebih dari itu, papa akan cari tahu. Siapa namanya?" "Eric." "Eric who?" "Entahlah, I don't know," "Ok, kamu mau dia jadi bodyguard kamu?" "Iya pa," jawab Alea, "sayang sombong," gumam Alea. "Apa Al?" tanya bu Tania. "Nggak, nggak ada ma, baiklah apa yang harus aku lakukan sekarang pa? Magang disalah satu perusahaan papa?" "Apa? Magang?, mana boleh putri papa magang di perusahaannya sendiri, kamu bisa langsung jadi direktur sayang," ucap pak Franco. "Direktur, let me think, bukankah itu terlalu cepat pa, aku harus memahami seluk beluk perusahaan dulu baru bisa jadi pemimpinnya." "Lalu?" "Aku magang beberapa hari di beberapa divisi untuk tahu job description aku, bagaimana pa?" "Good thought Al, ok lakukan apa uang menurut kamu terbaik. Kamu pegang perusahaan pengolahan bahan baku untuk bata ringan saja Al, tapi perusahaannya tidak terlalu besar, its that okay for you?" "No problem pa, Alea belajar dari yang terkecil untuk memegang yang besar." "Kamu memang anak papa yang paling idealis," ucap pak Franco tersenyum. "Alea aja nih yang dipuji, Nathia enggak? Narnia?" "Iya, kalian anak anak papa yangmembanggakan dengan cara berbeda beda, papa bangga pada kalian bertiga, papa yakin perusahaan papa akan semakin berkembang di tangan anak anak papa yang cantik."b Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD