Part 1

2044 Words
Seorang pria masuk ke sebuah gym, gym terlihat sepi hanya ada satu dua orang yang sedang berolahraga, pria paruh baya yang badannya masih terlihat kekar itu mendekati seorang pria di ujung gym yang sedang melakukan angkat beban. "Lama tidak jumpa Ric," sapa pria itu, pria yang ia sapa bernama Eric menoleh sekilas padanya dan melanjutkan angkat bebannya. "Aku punya penawaran untuk kamu,"ucap pria paruh baya. "Apa," tanya pria itu masih fokus pada beban ditangannya, keringat mulai membasahi tubuhnya yang kekar berotot, dengan perut sixpacknya. "Aku mengajakmu bergabung dengan usaha penyediaan bodyguard milik perusahaan bosku." Eric meletakkan barbel di tangannya dan berbalik pada pria paruh baya yang berdiri di belakangnya. "Pak Edo kan tahu, saya tidak suka terikat dalam satu perusahaan, saya lebih suka freelance," jawab Eric lugas. "Tapi ini kesempatan besar untukmu Ric, ini perusahaan milik orang terkaya di Indonesia, kariermu akan berkembang karena aku tahu Kemampuan kamu," jawab pak Edo. Pak Edo adalah mantan bos Eric dulu saat masih memiliki perusahaan jasa bodyguard tapi dalam skala kecil, dan kini mengelola perusahaan penyedia jasa bodyguard milik pak Franco wijaya. "Saya tidak suka terikat." "Dari dulu kamu masih sama, tetap kaku. Aku menawarkan padamu karena tahu kamu kompeten Ric, pikirkan dulu tawaranku ini," bujuk pak Edo pada Eric yang masih dalam pendiriannya. "Keputusan saya tidak akan berubah, saya tidak mau ada dalam perintah siapapun pak Edo dan tidak mau terikat. Jika pak Edo membutuhkan saya pada satu waktu saya bisa, kalau seterusnya maaf, saya tidak bisa," Eric mengambil handuk dan mengusap keringat di wajahnya kemudian meninggalkan pak Edo yang masih berdiri ditempatnya. Eric berjalan menuju kamar mandi gym dan mandi karena ia sudah selesai, setengah jam kemudian ia keluar sudah berganti pakaian, ia hanya memakai celana blue jeans dan kaos press body yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang atletis, ia menenteng tas olahraganya keluar dari kamar mandi, ia masih melihat pak Edo berdiri di tempatnya pria itu masih belum menyerah. Eric berjalan melewati pak Edo keluar dari gym, pak Edo segera berjalan mengikuti langkah Eric menuju area parkir, saat sampai di mobilnya Eric tak segera masuk tapi berdiri di samping mobilnya. Ia berbalik dan menunggu pak Edo yang sudah ada di dekatnya. "Pak Edo benar benar tidak putus asa ya, tapi saya tetap pada pendirian saya pak," jawab Eric kemudian masuk dalam mobilnya dan menyalakan mesin mobil lalu melajukannya keluar dari area parkir gym. Pak Edo menatap mobil Eric yang menjauh dan kemudian menghilang berbaur dengan mobil di jalanan ibukota, ia tersenyum samar, ia yakin mampu membujuk Eric untuk ikut bergabung dengan perusahaan penyedia jasa bodyguard yang ia pegang. ~~~ ~~~ Eric melakukan mobilnya di jalanan yang ramai, ia menyalakan music di perangkat audio mobilnya yang cukup canggih dan mendengarkan musik cadas dengan volume sedang. Mobil Eric kemudian berbelok ke sebuah rumah besar model jaman dulu dengan halaman luas, di halama itu banyak anak Anak sedang bermain bersama. Eric memarkirkan mobilnya di sudut rumah yang terhalang tanaman perdu sehingga tak terlihat dari luar, setelah mematikan mesin mobil Eric keluar dari mobil dan berjalan masuk, beberapa anak anak menyapa dirinya. "Kak Eric...." Eric tersenyum samar bahkan tak terlihat jika ia tersenyum, ia lambaikan tangannya pada anak anak yang sedang bermain di halaman kemudian melangkah melewati teras menuju samping rumah, ia menuju kamarnya yang ada di paviliun belakang rumah itu yang terpisah dengan rumah utama. Eric masuk dalam kamarnya dan meletakkan tas olahraga nya disudut kamar dan berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya. Eric meletakkan ponselnya di meja nakas samping ranjang, ia akan memejamkan mata saat pintu kamarnya di ketuk. "Eric...." Eric kembali membuka matanya dan bangkit dari ranjang, ia membuka pintu kamarnya yang ia kunci, didepannya ia lihat seorang wanita lansia yang sangat ia kenal. "Bu Sari, kenapa bu?" "Kamu sudah makan? Kenapa langsung masuk kamar?" ucap wanita yang dipanggil bu Sari oleh Eric. "Nanti saja bu, anak anak saja biar makan siang dulu, saya belakangan," Jawab Eric. "Baiklah, kamu itu selalu begitu, Mendahulukan adik adik kamu dari pada diri sendiri. Kamu itu tulang punggung di panti asuhan ini tentu saja kamu harus makan dengan benar," omel bu Sari. "Iya bu, saya pasti akan makan dengan benar jangan khawatir, saya mau istirahat sebentar." "Baiklah, ibu mau menyiapkan makan siang dulu," ucap bu Sari, Eric mengangguk dan menutup kembali pintu kamarnya. Eric berjalan keluar dari kamarnya bersamaan dengan bu Sari yang membawa nampan berisi makanan dan minuman untuknya. "Bu, jangan perlakukan saya seperti raja dengan mengantar makanan ke sini." "Kamu kalau tidak diantar makanannya tidak akan makan, ayo," bu Sari membawa makanan itu masuk kedalam paviliun yang ditempati oleh Eric, bu Sari meletakkan makanan di meja sofa set kamar Eric. Kamar Eric cukup Lengkap dengan kulkas mini, sofaset, ranjang big size, lemari pakaian berukuran sedang, TV set juga kamar mandi. Eric duduk di samping bu Sari di sofa set, Eric mengambil piring da memakan makanannya dibawah tatapan bu Sari. "Ibu tidak perlu menunggui saya makan bu," ucap Eric sambil mengunyah makanannya. "Ibu senang melakukannya Eric, ibu sudah menganggap kamu seperti anak ibu sendiri, kamu kan tahu ibu sebatang kara, kamu yang Memberikan ibu dan anak anak yatim piatu lainnya tempat tinggal juga fasilitas, ibu sangat berterima kasih sama kamu, ibu tidak tahu apa yang terjadi pada ibu dan anak anak tanpa kamu," ucap bu Sari sendu. "Ibu kenapa selalu mengungkit soal itu." "Karena apa yang kamu lakukan sangat besar bagi kami, Saat rumah tempat tinggal kami panti asuhan Cahaya kasih digusur oleh oknum tidak bertanggung jawab kamu menawarkan rumah kamu untuk tempat tinggal kami dan kamu malah membangun paviliun di belakang rumah untuk tempat tinggalmu, kami seperti orang yang tidak tahu diri." Eric sudah selesai makan dan meletakkan piring di Meja, ia kemudian minum air yang dibawa bu Sari. Eric menggenggam tangan bu Sari dan menatapnya. "Apa yang ibu lakukan dulu pada saya tidak ada apa apanya dengan apa yang saya lakukan kini, sejak kecil saya tinggal di panti asuhan  Cahaya Kasih, tanpa kasih sayang orang tua tapi ibu memberikan kasih sayang itu pada saya. Saya yang berhutang banyak pada bu Sari dan bu Siti, kalian adalah ibu bagi saya, kalian paling berarti bagi saya." "Bagi ibu kamu tetap anak berumur 3 tahun yang ibu temukan di teras panti asuhan Cahaya Kasih dengan wajah ketakutan, waktu itu ibu yang melindungi kamu kini kamu yang melindungi ibu dan penghuni panti." "Kita saling melindungi satu sama lain bu, kita satu keluarga," jawab Eric.  Oooo----oooO Eric berjalan masuk kedalam sebuah Dojo dimana ia biasa berlatih ilmu beladiri, sebagai seorang freelance bodyguard ia harus mengasah ilmu beladirinya walau ia memiliki izin memakai senjata apa tetap saja ia lebih suka bertarung dengan tangan kosong. Ia menuju ruang ganti da memakai kostum kebesaran karate dengan sabuk hitamnya, ia mulai berlatih seorang diri. Seseorang menyapa Eric yang sedang fokus latihan. "Ric..., sendiri kamu?," tanya pria yang sepertinya seusia dengan Eric. Eric menoleh sekilas dan kembali melanjutkan latihannya, pria itu masuk dalam sebuah ruangan yang adalah kantor Dojo itu. Ia adalah Brandon, pemilik Dojo sekaligus teman Eric. Brandon keluar dari ruangannya sudah dengan memakai pakaian kebesaran karate, Brandon mendekati Eric dan berdiri di depan Eric. "Sudah lama kita tidak melakukan ini," ucap Brandon. "Mau mencobaku?" tanya Eric. "Tentu, aku penasaran kenapa aku selalu kalah jika melawanmu Ric, kenapa kamu tidak jadi pelatih saja disini," "Aku tidak berbakat melatih orang Bran, bisa bisa aku habisi dia saat bertarung," jawab Eric. "Kamu sangat setia dengan pekerjaanmu sebagai seorang bodyguard, pasti bayarannya tinggi?" tanya Brandon. "Sepadan dengan resikonya," jawab Eric mulai menyerang Brandon, mereka saling serang dengan pukulan dan tendangan juga saling tangkis hingga beberapa jurus setelah itu mereka istirahat sambil minum air. "Aku dengar kamu baru pulang dari London?" tanya Brandon. "Iya, ada tugas disana, menjaga pangeran arab yang sedang berkunjung di Buckingham palace," jawab Eric. "Hebat Temanku satu ini, tugasnya sudah go internasional," puji Brandon. "Itu passionku dan aku tak bisa meninggalkan profesi ini." "Bagaimana kabar adik adik asuhmu di panti asuhan?" "Mereka baik, semuanya baik, bu Sari dan bu Siti juga," Jawab Eric. "Setelah ini kamu ada pekerjaan dimana?" "Masih free, mau latihan latihan saja." "Oh ya tempo hari pak Edo kesini mencarimu dan tanya dimana alamatmu?" "Lalu kamu beritahu?" "Tentu saja tidak, apa aku gila memberitahu alamatmu?" "Bagus, aku tidak ingin privasi dicampur adukkan dengan pekerjaanku dan aku juga tak ingin keluarga besar panti dilibatkan dan dalam bahaya." "Lalu apa rencanamu? menerima tawarannya?" "Aku sudah menolaknya tapi dia bersikeras, kamu tahu kan aku tidak mau terikat di satu perusahaan saja oleh karena itu aku memilih freelance bodyguard." "Profesimu itu penuh bahaya Ric, aku takut suatu saat akan membahayakan anak anak panti," ucap Brandon khawatir. "Aku tahu, tapi aku berusaha sangat hati hati melakukannya, semoga saja tidak ada hal seperti itu Bran." "Semoga saja, ayo aku traktir kamu minum," Brandon berdiri dari duduknya. "Ada perayaan apa?" tanya Eric. "Tidak ada, aku hanya ingin bicara banyak denganmu karena sudah lama kita bertemu," jawab Brandon. "Baiklah, aku mandi dulu." Eric kemudian berdiri dari duduknya dan menuju ruang ganti sedangkan Brandon juga menuju ruangannya untuk mandi karena ada kamar mandi di ruangannya. Tak berapa lama mereka sudah duduk di sebuah resto mewah dengan white wine di depan mereka. "White wine? Aku rasa ada yang spesial hari ini dengan white wine ini," tanya Eric menatap Brandon. "Ya ya sedikit, aku bertemu seseorang, gadis cantik dan aku menyukainya," jawab Brandon tersenyum. "Ah..., ada yang sedang jatuh cinta rupanya, siapa dia? kenalkan padaku biar aku bisa menilai dia cukup baik untukmu atau tidak." "Hemmm..., itu yang aku takutkan, penilaianmu selalu benar tentang pribadi seseorang dan aku takut kamu menilainya buruk." Eric tertawa lebar membuat Brandon merengut. Brandon meneguk white wine digelas yang ia pegang, begitu juga Eric. "Kenapa penilaianku mempengaruhimu, jika kamu suka padanya, kejar. Jangan terpaku pada penilaianku Bran," ucap Eric. "Tapi apa yang kamu katakan tentang gadis yang aku kenalkan padamu selalu tepat, saat aku kenalkan pada Mita kamu mengatakan jika dia player ternyata itu benar. Saat aku kenalkan pada Diana dan kamu mengatakan dia hanya memanfaatkan aku, itu juga benar jadi aku under estimate jika mau mengenalkan seseorang yang aku suka," jawab Brandon panjang lebar. "Sudahlah, jangan terlalu under estimate seperti itu, suatu saat akan datang orang yang tepat untukmu." "Kamu sendiri bagaimana Ric? Apakah sudah ada seseorang yang mengisi hatimu?" tanya Brandon dengan wajah serius. "Aku tidak memikirkan itu, fokusku sekarang adalah pendidikan adik adik panti, thats it," jawab Eric. "Kamu jangan terlalu memikirkan anak anak panti, boleh kok kamu sesekali egois dan memikirkan diri sendiri." "Tapi aku tidak mau melakukan itu, kepentinganku tidak penting." Eric kembali meneguk wine di gelas yang ia pegang. Perhatian Eric teralihkan saat pintu resto terbuka, ia melihat seorang gadis dan sepertinya pernah melihatnya di suatu tempat. Gadis itu datang bersama temannya dan duduk tak jauh dari tempatnya dan Brandon duduk. Eric memperhatikan gadis itu yang entah menarik perhatiannya, gadis itu berbicara penuh semangat dengan temannya hingga tangannya bergerak seperti menjelaskan sesuatu. Saat gadis itu sedang semangat berbicara seorang waiters lewat membawa nampan tepat saat gadis itu tangannya mengarah ke samping hingga membuat nampan yang dibawa waiters itu jatuh berserakan, piring dan gelas yang dibawanya pecah semuanya. Gadis itu terkejut dan berdiri, ia menatap waiters itu dengan wajah jengkel. "Bisa hati hati nggak sih? Bawa nampan saja bisa jatuh, bisa kerja nggak?" marah gadis itu. Wajah Eric berubah melihat kejadian itu, gadis itu masih memarahi waiters itu dan meminta waiters lain memanggil manager. Manager itu memarahi waiters atas permintaan gadis itu membuat Eric tidak suka, ia berdiri dan melangkah menuju meja gadis itu. "Kenapa anda memarahi waiters itu, gadis itu yang salah," ucap Eric menunjuk gadis yang membuat nampan waiters itu jatuh berantakan membuat gadis itu mendelik, wajahnya merah padam. "Apa kamu bilang?!" "Iya, kamu yang salah kenapa menyalahkan orang lain. Itu namanya pengecut." "Berani kamu," geram gadis itu. "Kenapa tidak? Aku melihat sendiri apa yang kamu lakukan, jangan mentang mentang kamu kaya, dan mungkin ayah kamu berkuasa di negara ini kamu bisa seenaknya pada orang kecil," jawab Eric panjang lebar. Gadis itu menahan malu karena pengunjung resto melihat kejadian itu dengan menatapnya penuh penghakiman, gadis itu kemudian mengajak temannya pergi dan Eric kembali ke mejanya dan Brandon. "Kamu itu, kenapa tidak biarkan saja kejadian itu," tegur Brandon. "Aku tidak bisa melihat orang tak bersalah di salahkan seperti itu, menyakitkan dimarahi karena disalahkan karena hal yang tidak kita lakukan," jawab Eric. "Memang dari dulu kamu selalu melakukan hal seperti ini, tidak suka melihat seseorang ditindas," "Karena aku tidak suka dengan orang yang sok berkuasa dan sombong atas kekuasaannya itu, walau presiden sekalipun. Aku sudah bertemu banyak orang dengan sifat yang Berbeda beda saat bekerja ada yang benar benar sombong ada juga yang memang sifat aslinya down to earth dan aku suka orang seperti itu, aku akan menghormati orang seperti itu," "Sudahlah tidak usah membahas gadis itu, ayo kita kerumahku, aku mau menunjukkan sesuatu." "Apa?" "Nanti juga kamu tahu, ayo," ajak Brandon, mereka kemudian keluar dari resto itu Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD