Di mana lagi Ambrosio bisa memuaskan dirinya bersama wanita kesayangannya jika bukan di apartemennya. Bahkan jika Sisilia berteriak dibuatnya, tak akan ada yang mendengar kecuali dirinya.
"Tidak, tidak, Ambrosio, aku harus mengambil tasku dulu," elak Sisilia ketika pintu mobil terbuka dan bergegas hendak menuju bagasi, tetapi Ambrosio tidak akan membiarkan mangsanya lepas. Ia menarik lengan Sisilia. "O, tidak, Sisilia, tidak perlu repot-repot, pengawalku akan mengurus semuanya," ujar Ambrosio dengan angkuhnya. Dua ajudannya segera keluar dari mobil dan mengurus barang-barang Sisilia. Ia menyeret Sisilia ke lift terdekat di parkiran basemen.
Pintu lift terbuka dan Ambrosio menarik Sisilia masuk. Ia segera menekan tombol penutup. "Tapi ...." Sisilia hendak menyela tetapi segera dibungkam Ambrosio dengan bibirnya. Sisilia tersandar ke dinding lift. Semua sisi dalam lift memantulkan bayangan mereka b******u mesra. Ambrosio menekan wanitanya ke dinding, tersembunyi dalam mantel Sisilia, tangannya menjelajahi ke bagian-bagian privat wanita itu yang hanya boleh diakses olehnya. Jari-jari panjang Ambrosio bermain di dalam tubuh Sisilia, sedangkan ibu jarinya bermain di pintu depan surganya, memelintir tonjolan kecil di sana, menyapu permukaannya.
"Oh, hmmh!" Tubuh Sisilia terangkat dan pundaknya menempel di dinding lift. Satu tangan Ambrosio memandu sebelah kaki Sisilia ke pinggangnya. Sisilia mencengkeram pundak Ambrosio sebagai pegangan. Wanita itu tak menyadari berapa lama berada dalam ruangan tersebut, tahu-tahu tubuhnya melepaskan sebagian kecil cairan dari dirinya. "Oh, s**t!" gumam Sisilia dengan kelopak mata bergetar. Sisilia terengah menenangkan gejolak dalam tubuhnya.
Ambrosio mengangkat tangannya yang berlumuran cairan kental ke depan wajah Sisilia dan tersenyum menyeringai. "Lihat ini, Sisi, bahkan tubuhmu tak tahan untuk mengakuinya." Ambrosio menatap tajam pada Sisilia yang bertaut di tubuhnya. Ia menjilat sebagian cairan yang meleleh ke pergelangan tangannya lalu memasukkan dua jari yang telah membuat istrinya itu mencapai klimkas ke dalam mulut Sisilia yang sedikit terbuka. "Nameru!" jilatlah, desis Ambrosio. Wanita itu melirik padanya sekilas sambil mengulum sepanjang jarinya lalu menarik keluar dari mulutnya perlahan-lahan. Lidah Sisilia yang hangat menjilati cairan di telapak tangannya dan matanya terpejam penuh penghayatan. Pipinya bersemu merah. Geraham Ambrosio bergemeletuk melihatnya.
Seluruh cairan itu sudah dijilat dan lidah Sisilia menelusuri sela-sela jarinya, membuat Ambrosio tak bisa menahan diri lagi. Ia menekan tubuh Sisilia agar tetap bertaut padanya. Kedua tangannya menangkup pipi wanitanya dan melumat bibir ranum nan lembut itu untuk kesekian kalinya. Sambil berciuman, sebelah tangannya mengeluarkan kartu akses menuju lantai apartemennya dan menempelkan ke sensor, barulah lift itu bergerak naik. Pintu lift terbuka ketika sudah tiba di lantai tujuan.
"Sialan, Ambrosio, pengawas keamanan bisa-bisa menonton kita. Bagaimana jika video m***m kita tersebar?" keluh Sisilia sambil melangkah dengan kaki gemetaran ke dalam apartemen Ambrosio. Dia masih mengenakan pakaian lengkap, tetapi sudah mencapai o*****e yang luar biasa, membuat kakinya lemah. Ambrosio selangkah di belakangnya menutup pintu. "Percayalah padaku, mereka tidak akan melakukannya," sahut Ambrosio. Ia menarik belakang mantel hangat Sisilia sehingga mantel itu terlepas dari tubuhnya, membuat Sisilia menoleh penuh tanda tanya. Mantel itu dijatuhkan begitu saja di lantai dan Ambrosio melepas mantelnya sendiri. Dengan tangkas ia membuka jas dan kancing-kancing kemejanya.
Mata Ambrosio tak lepas menatapnya barang sepersekian detik pun membuat Sisilia gugup. "Aku mau mandi dulu," buru-buru Sisilia berkata dan berlari kecil. Namun lagi-lagi pria itu menghentikannya. Ambrosio mencengkeram pergelangan tangannya. "Aku belum selesai denganmu, Aka-chan," tegur Ambrosio. "Mari kita mandi bersama."
Ditelanjangi pria segagah Ambrosio yang jelas-jelas adalah suaminya sendiri, membuat Sisilia merasa terintimidasi. Dia tidak bisa melawan pria ini, baik secara fisik maupun pesonanya. Bahkan tato dipunggung Ambrosio membuatnya terkesima. He's too good to be true, terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ia harusnya kasar dan pemarah. Sayangnya pria ini hanya 'kasar' saat di ranjang dan parahnya, dia menyukainya.
Ambrosio menggosok tiap jengkal tubuh Sisilia seakan membersihkan patung dewi pujaannya. Membusakan sabun di tubuh mereka di bawah guyuran air hangat sambil sesekali mengurut dua tonjolan besar di d**a milik istrinya itu, membuatnya mengeluarkan desahan-desahan lembut dan wajah memerah. Sisilia melakukan hal yang sama pada batang miliknya yang keras menohok dari s**********n. Namun ia menahan diri dan menunda menu utama malam itu karena ia ingin menikmati hidangan ringan terlebih dahulu.
Mereka berendam dalam bak air hangat dan duduk berhadapan. Ia tersenyum tipis melihat Sisilia menatapnya lekat dengan bibir sedikit manyun. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau kesal aku belum memasukkan milikku?"
Sisilia berdecak ketus lalu merangkak mendekatinya. Dia duduk di pangkuan Ambrosio dalam air dan meneliti tiap senti wajah pria itu. Kerutan mulai terbentuk di sudut mata dan pelipisnya. Jemarinya menyisir rambut Ambrosio yang tergerai lemas. Beberapa helai rambut putih terlihat di lapisan dalam rambutnya.
Tak terasa empat tahun sudah mereka berumah tangga. Ambrosio sudah memasuki usia 34 tahun. Ia semakin dekat menjadi penerus kepemimpinan Klan Yamazaki. Hidupnya pasti berat dan banyak masalah yang dipikirkannya. "Apakah tidak apa-apa kau memperistriku, Ambrosio?"
"Maksudmu?" Ambrosio membasahi pipi Sisilia dengan tetesan air di tangannya. Ia menatap ke dalam mata Sisilia dan melihat secercah kekhawatiran.
"Aku bukan orang Jepang, aku juga bukan bagian dari klan mana pun. Aku tidak punya kemampuan menjadi Anego (istri Oyabun/Godfather) dan terutama, aku tidak bisa ilmu ninja."
"Itu adalah suatu hal yang kita tidak bisa memilih. Dilahirkan sebagai suku bangsa tertentu dan dari silsilah keluarga apa. Jika aku bisa mengubahnya aku ingin jadi pria biasa tanpa terbebani nama besar keluarga dan bebas memilih wanita mana yang jadi pendamping hidupku. Tetapi jika aku tidak lahir sebagai Yamazaki, aku tidak mungkin bertemu denganmu. Jika aku pria biasa, kau mungkin akan meninggalkanku dengan mudahnya. Jadi aku tahu dengan pasti, kau tercipta untukku dan aku tercipta untukmu. Jika ayahku tidak mengijinkan kau menjadi istriku, silakan saja ia mencari penerus Yamazaki yang lain."
Ia berkata lagi dengan lembut sambil merapikan helaian rambut di tepi wajah Sisilia. "Sisi, kau satu-satunya wanita bagiku. Aku merasa nyaman bersamamu dan aku tahu kau berangan-angan menikah dengan seorang ninja." Ambrosio merentangkan tangannya. "Dan inilah aku, pria impianmu, karena aku adalah ninja terbaik yang pernah kau kenal."
Sisilia memutar bola matanya. Apes sudah jika Ambrosio berpikir begitu, kemungkinan pria ini mencampakkannya sangat kecil.
Gesekan paha Sisilia di selangkangannya membuat kelelakian Ambrosio mengencang kuat. Apalagi membayangkan Sisilia wanita yang terlarang baginya, membuat rasa takut kehilangan merayap dalam hati. Ia boleh berucap pasti, tetapi tak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Setiap waktu yang dimanfaatkan bersama cintanya akan sangat berharga.
Sisilia bangkit dari pangkuan Ambrosio. "Ya sudahlah, kalau kau memang ingin tetap bersamaku seperti ini, apa adanya, aku akan berusaha yang terbaik menjalaninya. Asalkan kau jangan menikamku dari belakang," gumamnya. Ambrosio menarik lengannya dan membuatnya jatuh ke dalam air lagi. Lebih tepatnya ke d**a bidang pria itu.
"Menikam dari belakang bagaimana?" cecar Ambrosio. Sisilia mengangkat dagunya. "Misalnya kau tiba-tiba mencampakkanku demi wanita lain. Kau hanya perlu bilang kalau kau tidak menginginkanku lagi, aku akan pergi dari hidupmu."
"Kedengarannya kau takut kehilanganku," gumam Ambrosio.
"Siapa? Aku tidak bilang begitu," kelit Sisilia.
"Ya, ya, silakan saja sangkal terus. Mata dan tubuhmu bicara lebih baik dari mulutmu."
"Uh," erang Sisilia kesal. Ambrosio menahan tangan Sisilia yang hendak memukulinya lalu mengungkung wanita itu dalam bak. "Bibirmu bukan untuk berkata-kata tentang perasaan, karena mereka hanya untuk makan dan berciuman." Mata Ambrosio berkilat dalam kelam. "Bicara soal makan, aku akan memakanmu lebih dulu Sisilia," ujarnya nyaris menggeram lalu mengangkat tubuh Sisilia keluar dari bak dan membawanya ke tempat tidur mereka.
***
Bersambung....