“Ayo makan siang!” ajak Bumi pada Kienar yang masih menunduk dengan setumpuk berkas menghalangi wajahnya. “Mmm, nanti saja. Saya mau cepat selesai,’ jawab Kienar tanpa mengangkat wajahnya. Bumi mengedikkan bahu. Dia menyusul kedua rekannya yang sudah keluar kantor duluan. Setelah kepergian Bumi, Kienar mengembus napas lega. Bukannya tidak lapar, tapi karena dia tidak punya uang. Persediaan uang terakhirnya sudah dikirim ke panti. Itupun tidak banyak karena sudah dia pakai untuk membeli peralatan make up. Yang dia miliki saat ini hanya uang untuk transportasi pulang pergi. Kienar numpang sarapan dan makan malam di rumah Tante, jadi perutnya masih aman. Sampai Bumi dan dua rekannya kembali ke kantor, Kienar masih tenggelam dalam tumpukan berkas. “Wah, sekretaris baru, rajin