*ANGGA*
"Dari mana kamu semalam? Kok jam segini baru pulang?" Tante Angela menatap Angga nanar dengan tangan terlipat di depan d**a.
Dengan langkah gontai, Angga melangkah mendekati Tante Angela yang berdiri menghalangi pintu. Tadi pagi dia menghubungi supir pribadi dari hotel untuk menjemputnya. Kienar sudah pulang dan meninggalkan sejumlah uang untuk dia pergunakan seperlunya. Setelah semalaman memeluk tubuh perempuan kesayangannya, hati Angga lebih baik. Dia memutuskan pulang ke rumah dan menghadapi semua kekacauan yang sudah dia buat. Kienar benar, apa yang sudah terjadi mungkin tidak bisa diperbaiki tapi mereka masih punya banyak waktu untuk membuat rencana-rencana.
Dan rencananya adalah melawan kekeraskepalaan ibunya dan mengabaikan Nadia. Sungguh, dia tidak mencintai perempuan itu sedikit pun. Dia tidak tahu bagaimana bisa terbangun dengan tubuh telanjang dan ada Nadia di sebelahnya. Sama-sama telanjang. Dan mereka terbangun di rumahnya. Bukan hotel atau apartemen Nadia. Rumah di mana dia tinggal dengan ibu dan ayah kandung juga adik semata wayangnya. How fool?
Sebodoh-bodohnya Angga, dia tidak akan membawa pulang perempuan untuk ditiduri di rumah keluarganya. Bagus dia bawa ke hotel atau di mobil sekalian kalau sudah kebelet. Angga memang bukan laki-laki baik yang mempertahankan keperjakaan hanya untuk malam pertama. Dia sudah terlibat dalam petualangan seksual sejak duduk di bangku kuliahan. Uang, tampang, otak, semua yang dibutuhkan lelaki untuk menggaet perempuan sudah dia punya. Jadi kenapa tidak dimanfaatkan?
Tetapi untuk Kienar? Dia tidak akan mengobrak-abrik perempuan itu meski jiwa berengseknya sudah meronta-ronta ingin menyentuh setiap inci kulit halus milik Kienar. Semalam saja dia harus menahan diri untuk tidak merenggut keperawanan Kienar meski perempuan itu bilang dia ikhlas memberikannya untuk Angga malam tadi. Dia tidak akan melakukan itu dan dia cukup puas dengan melepaskan pengar di kepalanya di mulut Kienar.
Mereka berdua bukan dua insan dewasa yang sok suci dan tanpa dosa. Meski tidak saling memasuki, mereka bisa memuaskan dengan cara yang lain. Dan itu cukup bagus sampai saat ini. Tidak ada perempuan yang bisa memberikan service oral sebaik Kienar. Angga dibuat terhanyut dan menggeram-geram gemas tiap melihat mulut mungil Kienar mencumbu kelelakiannya. Kienar tahu apa yang menjadi kesukaan Angga dan dia bisa memuaskan dengan caranya.
Kienar juga bukan tidak tahu tentang pergaulan liar Angga. Dia sering berpesan agar Angga tidak kelewatan dan pakai pengaman supaya tidak terjadi hal-hal yang buruk. Namun akhirnya yang buruk itu datang juga. Angga menyesal sudah mengecewakan perempuan kesayangannya. Demi perempuan yang sangat memahami dirinya luar dalam, Angga akan berjuang agar bisa lepas dari pernikahan pura-pura ini. Pernikahan politik settingan orang tuanya dan orang tua Nadia.
"Angga ngantuk. Semalam nggak tidur. Permisi, Ma." Angga menyenggol bahu Tante Angela dan merangsek masuk ke dalam rumah. Membuat tatapan Tante Angela melebar dan mulutnya pun menganga. Anak lelaki kebanggaannya bisa berbuat sekurang ajar itu padanya.
"Angga! Angga dengar Mama! Kamu nggak bisa masuk rumah gitu aja dan bersikap kurang ajar sama Mama!" bentak Tante Angela yang dibalas lambaian tangan oleh Angga saat tiba di ujung tangga.
"ANGGA PERDANA!! JANGAN BERGERAK!" Suara Tante Angela menggelegar hingga terdengar ke halaman depan. Semua yang berada dalam radius pendengaran manusia membatu. Bahkan debu dan angin pun terdiam di tempat tak berani bergerak.
Seperti dalam slow motion di film action, Tante Angela berjalan dengan gagah ke arah Angga yang mematung dengan satu kaki berada di anak tangga pertama dan tangan kanan memegang jas yang tersampir di bahunya. Baru ketika tangan lentik Tante Angela membalikkan badannya, Angga berani bergerak.
'PLAK!'
Kebas, itu yang dirasakan pipi Angga. Rasanya otok wajahnya tak bisa dia gerakkan setelah ditampar sangat keras oleh mamanya. Gema tamparan itu membuat dua sosok yang berada di lantai atas melongok dari pagar pembatas dan memandang ke arah kedua ibu dan anak yang sedang berdiri berhadapan.
"Kamu meninggalkan istrimu di malam pengantin kalian. Apa itu yang namanya lelaki? Kamu meninggalkan dia demi perempuan lain yang tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini?" Kata-kata Tante Angela seperti belati yang merobek perut Angga dan mengeluarkan usus-usus yang bergelung di balik abs-nya.
Angga menatap mamanya dengan pandangan yang menyala, seolah sanggup membakar setiap benda yang ada di sekitar mereka.
"Nadia itu istri pilihan Mama. Bukan mau Angga menikah sama dia. Dan Mama nggak bisa menghina Kienar terus-terusan hanya karena dia yatim piatu, Ma!"
"Yatim piatu dan tidak punya latar belakang keluarga yang jelas. Mama nggak bisa membiarkan kamu membawa perempuan semacam itu ke rumah ini, Angga." Suara Mama melembut. Seolah dia sedang memberikan pemahaman kepada anak pra sekolah tentang baik dan benar. Kanan dan kiri. Atas dan bawah.
"Kienar bukan perempuan semacam itu. Dia perempuan cerdas, baik, dan lucu. Kalau Mama memberi kesempatan padanya, pasti Mama akan menyukai dia."
Tubuh Tante Angela kembali menegak. Sepertinya pelajaran dasar tentang kemanusiaan sudah selesai. Angga tidak bisa memahami dengan baik penjelasan dan keinginan mamanya. Jadi bukan salah mamanya jika akhirnya dia memaksakan kehendak pada anak sulung kebanggaan keluarga itu.
"Tidak akan pernah rumah ini menerima menantu bernama Kienar. Istri pilihan mamamu adalah yang terbaik saat ini. Bahagiakan dia dan berikan hak dia sebagai istri. Itu keputusan Mama dan harus kamu terima!" Telunjuk Tante Angela menekan-nekan d**a Angga cukup keras, membuat lelaki itu terhuyung beberapa langkah ke belakang.
Tanpa membantah atau menerima, Angga berjalan menaiki tangga dengan langkah yang besar-besar. Setelah dia menyembuhkan sedikit kesal di dadanya bersama Kienar semalam, sekarang rasa kesal itu kembali menggumpal seperti awan hitam yang datang sebelum hujan. Di selasar lantai dua dia berpapasan dengan adik perempuannya yang memandangnya penuh simpati. Angga melewatinya dan memandang Papa yang berdiri tidak jauh dari adiknya dengan tatapan menyedihkan.
Dia menyesali mengapa lelaki itu yang terlihat penuh wibawa dengan janggut dan cambangnya yang lebat, tidak pernah punya suara jika sudah berhadapan dengan mamanya. Di keluarga ini, Mama adalah pemegang keputusan. Apa yang sudah dibilang Mama harus dijalankan, sedangkan Papa paling banter hanya mengangkat bahu.
Dengan langkah yang masih besar dan menghentak, Angga berjalan ke kamarnya. Semalam dia langsung pergi begitu saja, tidak singgah ke kamar untuk mengambil dompet atau ponsel. Dia juga tidak tahu jika kamarnya ternyata sudah dihias layaknya kamar pengantin. Dan ketika dia masuk kamar dan mendapati bunga-bunga segar masih menggantung di setiap sudut kamar, menguarkan aroma melati, sedap malam, dan lily yang bercampur dengan aroma marah dan kesedihan dari pengantin perempuan, dia sangat terkejut. Matanya terpaku pada sosok cantik dalam balutan kebaya putih yang belum digantinya dari semalam.
Nadia, duduk tertunduk di atas tempat tidurnya dengan bahu bergerak naik turun. Tidak perlu menjadi pintar untuk memastikan kalau perempuan itu sedang menangis. Apa sejak semalam dia seperti ini? Angga sedikit jatuh iba padanya. Berjalan mendekati Nadia hingga jarak mereka hanya tinggal selangkah lagi.
"Apa semalaman kamu menungguku?" tanyanya dingin. Nadia mengangkat wajahnya dan memandang lelaki yang sudah menjadi suaminya sejak kemarin dengan tatapan menyala.
Dia bangkit berdiri dan menatap Angga dengan sisa harga dirinya setelah ditinggalkan Angga di malam pengantin mereka.
'Plak!'
Tamparan kedua yang dia terima hari ini. Angga mengusap pipinya. Dia memang berengsek. Mau gimana lagi?
Angga memalingkan wajah dan menatap sinis pada Nadia. Dia mendorong tubuh perempuan itu hingga terbaring terlentang di kasur lalu Angga menindihnya dengan kasar. Dia melumat bibir Nadia yang telah kehilangan gincu dan meremas p******a Nadia yang masih tertutup kebaya. Masih dengan tatapan sinis dia merobek kebaya brokat yang dikenakan Nadia, membuat payet-payet indahnya berjatuhan dan tercerai berai.
"Mama menyuruhku memberikan hak-mu sebagai istri. Ini, kan yang kamu inginkan?"[]
©elopurs - 2020