BAB : 6

1304 Words
Kesan pertemuan pertamanya dengan cowok ini dalam mode yang tak mengenakkan. Hingga membuatnya kesal dan sudah mencap Arland sebagai daftar orang yang tak ia sukai. Dan sekarang, ia harus meminta pertolongannya? Aih ... dunia sempit sekali. "Ada apa lagi?" tanya Arland dengan ekspresi dingin sambil berdiri berhadap-hadapan dengan Kiran. "Lagi? Itu berarti kalian sudah saling kenal, begitukah?'' tanya Tristan. Rasa keponya meningkat tajam. Ayolah ... jarang-jarang sobatnya ini berurusan dengan seorang wanita. "Pernah ketemu, bukan berarti mengenal," komentar Arland tak terima dengan perkataan Tristan. Tristan malah tertawa mendengar pernyataan sobatnya itu. "Wah ... jarang-jarang lo kenal cewek selain, Mama lo, si kembar, Ceryl, Dilla dan Keyra," jelas Tristan. Apa Tristan berniat meledeknya di depan Kiran. Ingin menghajar sobatnya itu, tapi takutnya gadis ini malah memandangnya sebagai cowok psyco. ''Lo bisa diem, nggak?"                      Tristan langsung lari ngacir masuk ke dalam. Takut kalau sampai Arland mengamuk, ada baiknya ia segera cari aman. Arland bersidekap d**a di depan Kiran sambil bersender pada pintu masuk. Ia menunggu penjelasan dari maksud Kiran menemuinya. "Maaf, pertemuan kita memang tidak baik dan maaf juga sekarang aku datang mengganggu waktumu. Tapi kali ini aku mau minta tolong dengan sangat," jelas Kiran sedikit memohon. Rasanya anjim banget, kan ... udah keburu kesal, ternyata dia dokternya. "Masalah?" "Sahabatku harus segera melakukan operasi cangkok Jantung. Aku mohon datanglah ke Rumah Sakit untuk melakukan operasi itu," jelas Kiran berharap kalau Arland mau mengabulkan keinginannya. "Apa pihak Rumah Sakit tak memberitahukanmu, kalau hari ini adalah hari liburku?" "Iya sudah, maka dari itu aku kesini datang langsung menemuimu, dokter." Tetap kurang meyakinkan kalau dia dokter. Lidahnya masih berat menggunakan panggilan itu. "Maaf, tapi aku sedang sibuk," balas Arland yang secara tak langsung menolak permintaan Kiran. Sejujurnya, ia bukannya lagi sibuk, tapi otaknya lagi stress mikiran omongan mamanya semalam. Takutnya nanti ia malah tak bisa fokus pada pekerjaannya. "Tolong jangan sangkut pautkan ini sama sikap ku sebelumnya. Lihatlah, dari segi kemanusiaan. Aku mohon." Aneh. Mendengar gadis ini memohon padanya, malah membuatnya merasa tak tega. Setelah berpikir sesaat, akhirnya Arland menyetujui permintaan Kiran. "Ya sudah, aku ke rumah sakit," ujar Arland. Terlihat rona bahagia terpancar di wajah Kiran saat mendengar jawaban Arland. Ternyata tak sia-sia ia bolak-balik, mencari keberadaan Arland. Ya ... meskipun hatinya masih sedikit ada rasa kesal atas kelakuan cowok ini kemarin. Tapi, sepertinya sudah terobati dengan terkabulnya permintaannya. "Terimakasih ... dokter," ucapnya tersenyum. Apa yang Arland pikirkan? Melihat gadis itu tersenyum, malah membuat dirinya merasa bahagia. "Maaf sebelumnya ... perkenalkan, namaku Kiran," ujar Kiran sambil menyodorkan tangannya untuk memperkenalkan diri, berharap balasan dari Arland. "Bukankah kemarin juga sudah tahu," balasnya cuek, tanpa berniat menyambut uluran tangan Kiran. Ia segera berlalu dari hadapan Kiran dan langsung menutup pintu begitu saja. "Astaga!" Kaget Kiran saat pintu terhempas. "Dia benar-benar dokter jantung bukan, sih? Hampir aja dia bikin jantungku copot," geram Kiran berusaha menetralisir detakan jantungnya efek kaget. Sementara Arland, ia segera mengganti pakaiannya. Melihat itu, tentu saja membuat Tristan heran. Bukannya sobatnya ini ingin libur dan istirahat. Kenapa sekarang malah bersiap-siap untuk pergi. "Lo mau ke mana?" tanya Tristan. "Rumah sakit," jawabnya. "Bukannya hari ini libur?" "Ya, tadinya. Tapi gadis itu meminta gue untuk datang ke rumah sakit," terangnya. "Oo ... jadi karna gadis barusan. Wah ... gue ngerasa kalau ini bukan akhir dari pertemuan kalian. Akan ada pertemuan-pertemuan lainnya yang akan terjadi selanjutnya," jelas Tristan menebak-nebak. "Sok ngeramal, lo," ledek Arland melempar Tristan dengan sebuah bantal sofa. "Gue serius." "Terserah," balasnya. "Lo mau disini atau pindah? Gue mau pergi." "Di sini aja," jawab Tristan. "Nih, ngerjain tugas segunung yang lo kasih," jelas Tristan sambil menunjuk seabrek map-map yang entah apa isinya. Berharap Arland amnesia, dan tiba-tiba melupakan semua tugas yang dia berikan. Tapi itu hanyalah sebuah harapan. Saat Arland membuka pintu, giliran dirinya yang kaget. Bagaimana tidak, pintu terbuka, wajah Kiran langsung nongol di depannya. "Kenapa masih di sini?" tanya Arland ketus. "Bukannya dokter mau ke Rumah Sakit juga. Kenapa kita nggak barengan saja?" "Apa?" "Ya ... supaya lebih hemat ongkos juga. Soalnya mobilku masih di bengkel. Bukannya kemaren dokter yang menabrak. Nggak lupa, kan?" Mendengar ucapan Kiran membuat Arland kesal. Seolah-olah gadis ini sedang menuduhnya menabrak dengan sengaja. Ya memang, sih, ketidaksengajaan itu dia yang ciptakan sendiri. "Ayo, dokter ... tunggu apalagi? Keselamatan temen saya ada di tangan dokter," ujar Kiran menarik-narik tangan Arland untuk segera menuju Rumah sakit. "Lepaskan saya. Saya bisa jalan sendiri," kesal Arland dengan bicara formal. "Maaf, dokter. Habisnya, dokter jalannya lama," gerutu Kiran. Akhirnya, keduanya menuju ke Rumah Sakit bareng menggunakan mobil Arland. Tak ada pembicaraan apapun selama perjalanan. Karena mereka berdua pun juga tak saling mengenal. "Ehem ..." Deheman Kiran bahkan tak dihiraukan oleh Arland yang mengemudi. Bagaimana cowok itu bisa mendengar, kedua telinganya saja ia tutupi dengan headset. 'Astaga, apa aku tidak salah orang, ya. Kok gayanya nggak ngeyakinin banget buat jadi seorang dokter,' batin Kiran sambil melirik-lirik ke arah Arland. "Kenapa?" tanya Arland. Ia menyadari kalau Kiran sedang memperhatikannya dari tadi. "Eh, enggak ada, dok," Elak Kiran jadi salah tingkah saat dirinya ketahuan sedang memperhatikan Arland. Padahal ia sudah berusaha sembunyi-sembunyi. Tetap saja tindakannya itu ketahuan.   ---000---   Sementara di kediaman Alvin, dia sudah siap untuk jalan keluar bersama Lauren dan Lhinzy. Sedangkan Kim, ia juga sudah dijemput oleh Ceryl barusan karna ada arisan di rumah Jeje. "Pa, kak Arland kok kerja? Sekarang, kan, hari Minggu," komentar Lauren saat dalam perjalanan. "Kalian ingat, kan, gadis yang tadi ke rumah?" ''Kak Kiran," jawab Lhinzy. "Nah, dia punya sahabat yang mesti segera dioperasi. Sebagai dokter yang profesional, Kakak kalian harus bisa mengatasi itu semua," jelas Alvin pada kedua putrinya. "Oo ..." "Pa, lihat noh," tunjuk Lhinzy kearah luar. Tepatnya pada sebuah mobil yang berada tak jauh dari posisi mereka. "Apa, sih, Zy?" tanya Alvin heran, ikut mengarahkan pandangan pada objek yang ditunjuk oleh Lhinzy. ''Bukannya itu mobil Kakak?" "Bener, Zy. Kak Arland sama siapa, ya?" Giliran Lauren yang ikut bersuara. Berhubung kaca mobil Arland tak tertutup, jadi mereka bisa melihat dengan jelas. "Papa juga nggak, tahu." "Bukannya itu Kak Kiran, ya? Tapi kok mereka berdua bisa bareng?" "Iya, itu gadis yang tadi nyari Arland," tambah Alvin mengingat wajah Kiran. "Tuh, kan, bener. Kak Arland dan Kak Kiran itu pasti punya hubungan spesial. Buktinya sekarang mereka bisa bareng gitu," ungkap Lauren mengeluarkan pendapatnya. 'Apa benar, Arland punya hubungan dengan gadis itu?' batin Alvin bertanya. "Mungkin, mereka berdua hanya berteman. Sudahlah, biarkan saja. Kalian berdua juga, masih kecil, udah sibuk ngurusin masalah orang dewasa," komentar Alvin menceramahi kedua putrinya. Sepertinya Lauren dan Lhinzy bisa dikatakan dewasa sebelum waktunya. Buktinya, di usia segitu, keduanya sudah ikut andil dalam urusan percintaan Arland. Apalagi ketika Kim sibuk mengelu-elukan Ceryl. Mereka langsung tak terima dan malah menyerang balik mamanya. "Semoga saja kita punya Kakak ipar seperti Kak Kiran, bukan Kak Ceryl," harap Lhinzy. "Setuju," tambah Lauren. Tak hanya Alvin ataupun Arland yang berada di tengah kemacetan itu. Kim dan Ceryl pun ada di sana.   ---000---   "Tante, itu bukannya mobil Kak Arland, ya," tunjuk Ceryl pada sebuah mobil yang berada tak jauh dari mereka. "Kamu bener, Ryl. Tapi dia sama siapa? Ada seorang gadis bersamanya," tambah Kim. Agak jauh, tapi matanya masih sempurna dan normal untuk bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di mobil itu. "Apa!?" kaget Ceryl. Kaget di perkataan 'Arland bersama seorang gadis'. "Dia sama siapa, Tante?" tanya Ceryl heboh seolah-olah sedang memergoki Arland yang sedang berselingkuh. Padahal kenyataannya keduanya tak punya hubungan sama sekali. "Tante nggak kenal sama gadis itu," balas Kim. "Ihh ... Kak Arland, kok, tega banget, sih. Aku aja jarang diajak jalan loh sama dia. Dan sekarang, dia malah bawa-bawa cewek.'' Ia marah. Seakan-akan itu setir mobil ingin dilahapnya saat itu juga. "Mungkin itu temannya, Sayang," ujar Kim berusaha agar Ceryl tak berprasangka buruk dulu. Takut, gadis ini kesal. "Bukan, Tante. Aku kenal semua temannya Kak Arland," komentar Ceryl masih pada pendiriannya. Kim tak mau berkomentar lagi. Nanti komentarnya malah tak diterima.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD