BAB : 7

1534 Words
Arland dan Kiran sampai di rumah sakit. Keduanya berjalan beriringan layaknya sepasang kekasih. Itu anggapan orang-orang yang tak mengenal keduanya. Padahal aslinya mah mereka tak saling mengenal. Beberapa suster menyapa dan melemparkan senyuman pada Arland. Jangan dikira dirinya akan membalasnya dengan senyuman juga. Paling hanya anggukan tak berarti. Bikin kesal, sih, tapi tetap saja cewek-cewek pada antri mendapatkan hatinya. Yang jelas-jelas sangat susah untuk dicairkan. Sementara Kiran yang terus mengekorinnya dari semenjak turun dari mobil pun baru percaya 100%, kalau ternyata Arland benar-benat seorang dokter. Tadinya, sih, ia masih ragu. "Kenapa kamu terus saja mengikuti saya?" tanya Arland pada Kiran yang juga hendak masuk mengikutinya ke ruang ganti. "Nggak boleh, ya?" "Apa kamu juga mau ikut saya buat ganti baju, hmm?" Kiran hanya tersenyum gaje menanggapi pertanyaan Arland. Kan, dirinya enggak tahu kalau ternyata si dokter songong ini mau ganti baju. "Kirain," gumamnya merasa malu. Arland hendak berlalu pergi, tapi kemudian ia kembali berhenti. "Satu lagi," tambahnya pada Kiran yang masih diam di tempatnya. "Apa?" "Pergilah istirahat," pinta Arland pada Kiran. Kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya memasuki ruang ganti. "Istirahat katanya? Bagaimana aku bisa istirahat dengan tenang kalau temanku sedang kritis," gumam Kiran sambil memasang wajah sedih. Jadilah sekarang ia cuma bisa duduk menunggu selesainya operasi. Dan itu rasanya sangat lama. Akhirnya, karena lelah menunggu ia sampai-sampai tertidur di kursi tunggu yang ada di depan ruang operasi. Beberapa saat kemudian, seseorang datang menghampirinya yang masih dalam posisi tidur. "Heii ... bangun," ujarnya mencoba membangunkan Kiran. Kiran langsung terbangun dan terlonjak kaget. Maklumlah, namanya aja orang lagi tidur nyeyak dibangunin, ya kagetlah. Saat ia lihat, ternyata dihadapannya saat ini ada Arland yang tengah berdiri. Tapi kali ini dia sudah tak mengenakan pakaian khusus operasi ... melainkan pakaian putih khas para dokter. "Maaf dokter, aku ketiduran," ujarnya tak enak. "Oiya, gimana operasinya?" tanya Kiran masih linglung. Iyalah, secara kan baru bangun, dari beberapa hari kurang tidur. "Operasinya berhasil," jawab Arland. "Benarkah?" "Iya." Terlihat raut bahagia di wajah Kiran mendapat jawaban itu. Kalau akhirnya seperti ini, ia ikhlas, kok, begadang dan kurang tidur menunggui sobatnya selama ini. Dan ia juga ikhlas, kok, bolak-balik mencari keberadaan Arland. Saking girangnya, hingga tak sadar ia langsung memeluk Arland yang berada dihadapannya. "Makasih, dokter udah bantuin temanku. Aku nggak tahu kalau nggak ada dokter," ujarnya masih dalam keadaan memeluk Arland. Sementara Arland yang mendapat pelukan tiba-tiba, tentu saja ia merasa kaget. Pasalnya, sebagai cowok, ia sangat tak suka disentuh apalagi sampai dipeluk-peluk oleh seorang wanita. Tapi kenapa saat Kiran yang melakukannya, rasanya ia seolah-olah pasrah. Rasa apa ini? Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba seseorang datang menarik tangan Kiran dengan paksa hingga terlepas dari Arland. Tanpa jeda dia langsung mendaratkan sebuah tamparan yang bisa di bilang cukup kuat tepat di pipi kiri Kiran. Bahkan tamparan itu membuat tubuh gadis itu terdorong ke lantai. Ia sedikit merintih. Pipinya berasa panas bekas tamparan itu. Sudut bibirnya pun mengeluarkan darah. "Ceryl!!" Bentak Arland. Ya, tepat sekali. Yang datang dan menampar Kiran adalah Ceryl. "Apa, Kak!?" "Apa yang kamu lakukan!? Tindakanmu ini sangat kasar. Kamu itu wanita berpendidikan Ceryl. Tak seharusnya bersikap begini." Arland tak menyangka kalau Ceryl akan melakukan tindakan se-memalukan itu. Ia mengira hanya mulutnya saja yang berbisa, tapi sikapnya juga mengikuti. Jujur saja, ia makin tak suka. "Lepasin dia!" Bentak Ceryl pada Arland yang membantu Kiran untuk bangkit. "Jangan kasar!" "Apa, kasar? Sudah sewajarnya aku menampar gadis tak tahu diri ini, Kak. Berani-beraninya dia meluk-meluk Kakak," geram Ceryl. Ia seakan-akan ingin menghabisi Kiran saat itu juga. "Jaga omongan kamu! Apa hak kamu mengatur kehidupanku?!" Arland saja dibuat gregetan akan sikapnya itu. Kalau cowok, mungkin akan ia habisi saat itu juga. Sayang, dia seorang wanita. "Kakak marah sama aku cuman karena gadis ini? Oo ... jangan-jangan Kakak suka, ya, dipeluk-peluk sama dia? Giliran aku yang lakuin itu kakak marah?" "Cukup, Ceryl! ini rumah sakit." "Aku nggak peduli!'' Teriak Ceryl sudah kayak orang kesetanan. Melihat Ceryl yang tak terkendali itu, Arland langsung menarik tangan gadis itu dengan paksa, menghindar dari keramaian. Gimana nggak ramai coba, para suster dan beberapa orang yang berlalu lalang sampai terhenti melihat adegan yang cukup memalukan bagi Arland. "Lepasin tangan aku, Kak. Ini sakit," rintih Ceryl saat Arland memegang pergelangan tangannya dengan kuat. Keduanya berhenti di sebuah lorong. Kali ini Arland langsung memasang ekspresi marahnya pada Ceryl. Dia kalau marah, menakutkan. Tapi, saat ekpressinya dingin, itu malah yang paling nakutin. "Dengar Ceryl! Dari dulu sampai sekarang, aku selalu menerima semua perlakuanmu padaku. Meskipun aku capek dengan semua tingkahmu itu. Tapi karena mamaku, aku selalu ngertiin kamu. Tapi sekarang enggak akan lagi. Aku muak sama kelakuanmu!" "Kakak marah sampai seperti ini cuman karena dia?" "Ini nggak ada hubungannya sama dia. jadi, stop untuk menyalahkan orang lain untuk urusan ini. Toh, ini semua terjadi karena sikapmu itu!” "Kakak nggak Sayang lagi sama aku?" Ia langsung memasang ekspresi sedih. Padahal tadinya seperti kerasukan setan. "Nggak! Selama sikap kamu masih seperti ini," jawab Arland. Setelah mengeluarkan semua uneg-uneg yang menyerang otaknya tentang Ceryl, iapun berlalu pergi. Berharap, setelah ini gadis itu tak lagi dan tak akan pernah lagi merecoki kehidupannya. Mendapatkan sikap seperti itu dari Arland, laki-laki yang ia cintai, tentu saja membuat Ceryl geram. Balik lagi, ia kembali menyalahkan semua yang terjadi ini pada Kiran.   ---000---   Kiran hanya bisa terduduk di kursi sambil mengingat kejadian barusan. Baru kali ini ia mengalami kejadian se-tragis ini. Dituduh merebut kekasih orang? Astaga! Malang sekali nasibnya. "Ya ampun ... ini rasanya lumayan sakit. Mimpi apa aku tadi saat tidur, sampai-sampai di saat bangun sudah mendapat tamparan yang menyakitkan ini," rintih Kiran sambil membersihkan darah yang mengalir di sudut bibirnya dengan sebuah sapu tangan. Pada saat yang bersamaan, Arland datang menghampiri Kiran dan mengambil alih sapu tangan yang ada di pegangan gadis itu. "Nggak usah, nggak usah. Biar aku aja yang obatin," tolak Kiran kembali merebut sapu tangan di tangan Arland. "Nanti aku malah mendapatkan tamparan gratis lagi dari kekasih dokter. Cukup, ini sekali seumur hidup ku rasakan." "Dia bukan kekasih ku," bantah Arland. Sungguh, ia tak terima saat dibilang kekasih Ceryl. "Terserah ... mau kekasih ataupun bukan. Toh saya juga nggak peduli. Tapi tetap saja ini menyakitkan." Ia kembali mewek. Arland yang duduk di sebelahnya hanya bisa memandangi tanpa komentar. Satu yang ia pikirkan saat ini. Kenapa tiba-tiba berada dekat dengan gadis ini malah membuatnya merasakan sesuatu yang aneh, ya? Pada hatinya lebih tepatnya.     ---000---     Ceryl yang kesal akan sikap Arland padanya, langsung menuju ke kediaman Alvin. Apalagi yang akan dia lakukan kalau bukan mengadu pada Kim. "Ceryl, kok balik lagi?" tanya Kim bingung, karna gadis itu baru saja dari sini. Dan sekarang, balik lagi. "Tanteee ..." Bukannya menjawab, dia malah menghampiri Kim sambil nangis-nangis nggak jelas. Tentu saja itu membuat Kim semakin bingung dengan apa yang tengah terjadi. "Kamu kenapa, sih, Sayang?" "Kak Arland jahat sama aku, Tan. Dia udah bentak-bentak aku demi cewek lain," terangnya pada Kim. "Apa, cewek lain?" Tentu saja Kim tak percaya. Sejak kapan putranya itu mengenal wanita lain? Dekat sedikit saja dia langsung menghindar. "Iya, cewek yang kita lihat tadi bareng dia di mobil. Pas aku nyampe di rumah sakit, dia lagi meluk-meluk Kak Arland. Dan yang bikin aku sedih lagi, Kak Arland-nya sendiri malah nggak nolak waktu dipeluk," jelasnya. "Benarkah Arland begitu?" tanya Kim tak percaya. Ia adalah mamanya. Jadi, dirinya tahu betul watak putranya. Ceryl saja yang sudah dia kenal dari kecil, tak akan ia biarkan menyentuh apalagi memeluknya. Tapi sekarang Ceryl mengatakan kalau putranya sedang berpelukan dengan gadis lain. Sulit dipercaya, tapi ia penasaran akan kebenarannya. "Memang begitu kenyataannya, Tante," balasnya berusaha membuat Kim percaya akan apa yang ia katakan. "Sudah, kamu tenang saja. Biar nanti Tante yang bicara sama Arland," ujar Kim berusaha menenangkan Ceryl. Saat Kim dan Ceryl lagi bicara, tiba-tiba ada yang datang. Ternyata, Alvin bersama Lauren dan Lhinzy yang balik dari acara jalan bareng. "Lagi ngapain?" tanya Alvin pada Kim. Tapi pandangannya tak hanya pada istrinya itu, melainkan pada Ceryl juga. Tak heran kalau ia selalu curiga kalau Ceryl sudah ada di sini. Melihat raut wajah gadis itu saja ia bisa tahu dengan pasti kalau saat ini dia pasti sudah megadukan sesuatu lagi pada Kim. "Ini loh, Ceryl bilang dia ngeliat Arland lagi meluk cewek," jelas Kim. "Yakin?" "Itu dia yang bikin Ceryl sedih dan kesal. Karna Arland mau saja dipeluk-peluk sama tu cewek. Giliran Ceryl yang meluk dia aja langsung marah-marah." "Nah, kalau kalian berdua mengerti dan pintar ... harusnya bisa mengambil kesimpulan dari sikapnya itu." "Maksudnya?" Kedua wanita itu memasang tampang bingung. "Begini." Alvin menyiapkan diri untuk memberi penjelasan. Semoga saja mereka berdua bisa paham. "Arland marah waktu dipeluk sama Ceryl. Tapi nggak marah waktu dipeluk gadis itu. Itu tandanya, dia hanya mau disentuh oleh seseorang yang dia inginkan. Bukankah orang yang kita suka merupakan orang yang kita inginkan?" "Jadi maksudnya dia nggak suka sama Ceryl, gitu?" Kadang Alvin suka gregetan sendiri akan tingkah istrinya. Sudah tahu putranya tak suka pada Ceryl. Lalu, kenapa sekarang dia jadi kagetan. ''Bisa di bilang begitu. Dan pastinya kamu juga masih ingat, kan, apa yang dikatakan putramu semalam?" tambah Alvin langsung berlalu pergi meninggalkan Istrinya dan Ceryl. Ya ... ia tak lupa ingatan sampai bisa melupakan apa yang dikatakan putranya semalam. Sementara Ceryl, saking kesalnya dengan penuturan Alvin barusan, itu bantal sofa berasa pingin ia gigit.                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD