07: Foolish Guy!

968 Words
Nathan pov. Nico langsung memaki-maki saat gue menyampaikan permintaan gue via telpon. "s**t! f**k! Damn! Lo itu gilak, Nath! Enough! Gue gak mau lo seret dalam kegilaan dan obsesi gak guna lo itu!" "Please, Nic. Gue janji ini yang terakhir. Gue udah bilang Olga, kita udah putus. Jadi setelah ini gue gak akan mengganggu lo lagi," pinta gue. "Gue udah jenuh lo jadikan tameng sejak kita SMA. Meski lo memenuhi semua kebutuhan gue, tapi gue gak mau kehilangan jati diri gue lagi Nath." "Ayolah Nico. Ini terakhir kalinya. Lo enggak perlu bertemu Olga. Cukup via telpon saja! Gue tahu, lo butuh laptop kan? Laptop lo rusak. Gue beliin yang baru deh." Gue berusaha menyuap Nico, seperti yang selama ini gue lakukan padanya. "Arghhhh! I hate that girl! She makes you crazy. You're foolish guy!" sembur Nico kesal. "Dia gak mengerti apa-apa Nico. Jangan menghujatnya seperti itu!" kata gue dingin. Gue mendengar Nico mendengus kesal. “Gue heran sama elo, Nath. Dibalik kejeniusan lo hingga lo jadi pialang saham pakar terkenal dan milyarder, lo berubah bloon setengah mati bila berhadapan dengan gadis itu! Lalu apa istimewanya gadis itu hingga lo berkorban sebanyak ini?! Lo menyamar jadi homo, lo pura-pura kere! Demi apa, coba?! Gadis itu tak cantik amat, bodoh, ceroboh..." "Dia yang berhasil menggerakkan hati gue untuk mencintai seseorang setelah kedua ortu gue membuang gue!" potong gue cepat. Gue sebal mendengar Nico menjelek-jelekkan wanita yang gue cintai dan kini menjadi istri gue. Meski diatas kertas doang! "Dan apa dia tahu dia sudah menyia-nyiakan perasaan lo yang berharga itu?!" sindir Nico. Dia bahkan gak menyadari perasaan gue yang sesungguhnya, pikir gue nelangsa. "Sampai kapan lo begini Nathan? Gue tahu hubungan kita terjalin karena saling memanfaatkan. Lo memanfaatkan gue sebagai pacar homo sialan pura-pura lo. Dan gue mau saja karena lo memenuhi kebutuhan materi gue. Tapi ini pertama kali dan terakhir gue memberi lo saran... ungkapkan perasaan lo yang sesungguhnya. Jangan bermain api seperti ini lagi." Kali ini gue bisa merasakan sedikit ketulusan dari Nico, cowok matre yang biasa gue manfaatkan. "Thanks Bro. Gue akan mengingat nasihat lo. Sekarang lo siap-siap ya. Olga bakal telpon lo. Dia ingin tahu tentang double f**k penetration. Gue bilang gue kagak pernah melakukan itu, tapi lo pernah dibegituin, bukan sama gue pastinya. Hehehe.. Lo ngerti apa artinya kan? Saat lubang bool lo dimasukin dua o***g sekaligus? Udah kira-kira saja. Bilang sakit awalnya, abis itu enak terus.." "Nathan, f**k you!" teriak Nico sebelum memutuskan telpon. Telinga gue agak berdenging gegara teriakannya. Gue menghela napas panjang begitu mengingat saran Nico. Apa sudah saatnya gue mengakui semuanya? Tapi gue khawatir Olga bakal meninggalkan gue jika tahu yang sebenarnya! Lagian, gue baru 'married' sama dia. Ini kesempatan gue untuk lebih dekat dengannya. Setelah dia merasa nyaman dan terbiasa hidup berdua dengan gue, barulah gue mengakui semuanya. Gue harap saat itu dia sudah mulai mencintai gue seperti gue mencintainya selama delapan tahun ini, secara diam-diam! *** FLASHBACK ON.. 8 tahun lalu. Awal pertemuan kami terjadi saat gue sedang tiduran di atap sekolah. Gue lagi suntuk berat. Memikirkan ortu angkat gue yang tega meninggalkan gue setelah mengangkangi harta gue. Yah, ortu kandung gue udah meninggal, mereka menitipkan gue pada sahabatnya yang notabene adalah ortu angkat gue. Saat itu gue baru berusia sembilan tahun. Mereka memelihara gue dengan hati hambar. Tapi untung mereka gak menyiksa gue. Gue tumbuh di lingkungan keluarga yang kaku dan dingin. Hingga saat usia gue tujuhbelas tahun, harta ortu kandung gue baru bisa dicairkan. Ortu angkat gue mengatur pencairan itu. Gue tak menaruh curiga saat tanda tangan berkas ini dan itu. Alhasil ortu angkat gue berhasil memindahkan uang warisan gue ke rekening mereka. Setelah itu mereka kabur meninggalkan gue sendirian. Untung biaya pendidikan gue dijamin asuransi. Gue menjual rumah besar peninggalan ortu gue, uangnya gue masukkan ke deposito. Biaya hidup gue tiap bulan berasal dari pencairan uang bunga deposito itu. Itupun masih lebih-lebih. Gue ngekos dan hidup ala siswa kere untuk mengirit biaya hidup gue. Tapi sementara itu, gue mulai merintis usaha dengan menjadi pemain saham. Kembali lagi ke siang itu. Gue berada diatap, setengah tiduran. Memandang langit sambil merokok, melampiaskan stres. Sejak ditinggal ortu angkat, gue berubah menjadi berandalan dan apatis dengan hidup gue. Gue merasa gak berarti dan hati gue mati rasa. Saat itulah tiba-tiba gue mendengar suara cewek yang berteriak tak jauh dari tempat gue tiduran. "b******k!! Semua cowok ganteng emang b******k!! Bimo, gue doain lo impoten, mandul, dan gak dapat jodoh seumur hidup lo!" Tak sadar gue membatin. Gue juga b******k. Gue ganteng, pasti. Jadi, gue ikut bergidik mendengar kutukan cewek itu. Sadis amat! Gue mulai tertarik dan memperhatikan cewek aneh itu lebih seksama. Dari belakang dia terlihat sedikit montok, tapi imut. Bagaimana penampakannya dari depan ya? Gue jadi penasaran. "Mulai sekarang gue bersumpah gak akan mau dekat dengan cowok ganteng lagi!! Kecuali dia homo!" Gue tersenyum simpul mendengar sumpah alergi cowok ganteng yang dicanangkan cewek itu. Ah, dia lucu sekali bukan? Dan saat tuh cewek tiba-tiba berbalik menghadap gue.. gue terpaku menatapnya. Rokok gue jatuh ke lantai. Gue melongo memandangnya. Hati gue berdebar kencang. Jantung gue berdenyut liar. Di balik siluet matahari, di tengah semilir angin yang meniup rambutnya lembut.. gue melihat mata yang sangat indah menatap gue dengan bersimbah airmata. Ya Tuhan, gue ingin mengusap airmata itu. Menghapus kesedihan itu. Entah darimana kesadaran itu datang, gue tahu gue jatuh cinta padanya saat pandangan pertama! Aneh bukan? Gue nyaris gak percaya datangnya perasaan cinta ini secara tiba-tiba! Tapi ini nyata. "Siapa lo? Ngapain disini?! Huh, cowok ganteng b******k lainnya!" ucap cewek itu sinis begitu melihat rokok gue yang jatuh dan seragam sekolah gue yang berantakan. Buru-buru gue merapikan seragam gue. Dalam hati gue bertekad gak akan menyentuh rokok lagi. Lalu meluncurlah kalimat itu dari bibir gue, kalimat yang mengawali persahabatan gue dengan Olga yang manis. "Gue Nathan. Dan gue... homo." FLASHBACK OFF Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD