+#-19

2394 Words
Aditya "Dit, balik nanti gue nebeng ya?" Gue masih sibuk dengan ponsel gue, memainkan sebuah game yang masih di gandrungi banyak bocil dan seperti gue pun termasuk, game battle ground yang cukup menegangkan dengan banyaknya skin senjata dan bundel baju yang sungguh menarik minat para anak-anak kecil, bahkan mereka tak segan meminta uang orang tua untuk top-up in game untuk bisa memperkeren karakter mereka. Gue nggak heran sih, tapi yang kadang bikin gue miris adalah, banyak dari mereka yang memainkan dan top-up di game ini itu tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Bahkan banyak yang berbohong agar bisa mendapatkan uang untuk top-up game. "Woy!" Kali ini gue tersentak, menatap El dari ekor mata gue lalu berdecih pelan, pasalnya gue tengah war dengan musuh gue, dan karena gebrakan meja dari El membuat karakter gue kalah dan berakhir ke lobi "iye, iye bareng nanti. Tapi emang Lo nggak bawa motor hari ini?" Gue tau El, cewek ini selalu sekolah membawa si preti motor beat kesayangannya, jadi jika El meminta sebuah tumpangan jelas ada masalah sama preti kesayangannya. "Enggak, preti di bengkel, ngadat pagi tadi." "Oh..." Balas gue sambil ngangguk sebagai jawaban lalu kembali fokus pada ponsel yang ada di tangan gue. "Gue nebeng ya." "Hooh" "Bener ya?" Gue berdecak untuk kesekian kalinya, "Iye... Iye, elah bawel amat, ganggu gue aja, masih nge-game juga," balas gue sengit. "Yee, jadi gue ganggu nih? Jadi nggak ikhlas nih?" Gue menoleh seketika saat suara jutek dari El masuk ke telinga gue. "Eh, eh ya nggak gitu El, nggak kok, lu ngga ganggu, apalagi buat El cantik kesayangan gue, pasti ikhlas kok gue," "Halah, bacot! Bilang aja kalo nggak mau ngasih gue tumpangan." Nah kan salah salah lagi, aelah gini amat yak ngadepin cewek, gue beranjak menyimpan ponsel kedalam saku celana lalu coba merayu El yang cemberut dan buang muka. "El, Lo nggak ganggu kok suer, tadi lagi asikan main game, kebawa suasana gue." Bujuk gue memohon tapi nggak dapet respon sama sekali dari El, alamat ngambek dan nggak dapet contekan ini mah. "El, ayolah, gue kebawa suasana game aja tadi, jangan ngambek dong. Nanti gue yang susah," El menoleh, menatap gue dengan sebelah mata terpincing, gue meringis ngeri, tatapan itu tatapan yang paling membahayakan nilai gue kedepannya, "El..." "Maksud Lo gue sumber masalah Lo gitu!? Iya?" Nah kan bener, salah lagi gue. Gue yang bingung cuma bisa menggaruk kepala gue yang nggak gatal, gue selalu bingung sama sifat El yang selalu aja kayak gini. Kadang baik kadang marah nggak jelas. "Buk-" "Dah lah, males gue sama Lo! Kalo emang nggak mau gue ganggu ya bilang, nggak gini caranya, t*i!" El beranjak setelah menggebrak meja dan pergi berlalu meninggalkan gue yang bengong menatap kepergiannya, ini sih udah versi supernya El pas marah, gue nggak tau apa yang buat dia mudah kesinggung, biasanya nggak kayak gini. Gue menoleh menatap Rangga dan Anjar yang masih sibuk sama ponselnya, gue tau mereka denger pembicaraan gue tadi sama El, tapi emang dasar sahabat laknat yang nggak pernah mau bela gue. "Lo orang t*i juga emang!" Ucap gue melempar bolpoin yang ada di atas meja gue. "Apaan elah!" Sentak Anjar yang terkena lemparan bolpoin dan menatap gue marah. Gue tau ekspresi itu hanya di buat-buat untuk menutupi wajah puasnya setelah melihat perdebatan gue. "t*i, seneng lo Lo liat gue jadi bahan amukan, he!" "Apaan sih, sensi amat lu kek anak pms. lu yang di marah kita yang kena!" "Ya lo orang ngapa nggak bantuin gue tadi?" Tanya gue menatap sinis kearah dua sahabat laknat gue ini. "Dih ngadepin singa ngamuk mana berani gue. Cari amat udah dari pada di makan mentah-mentah." "t*i!" Ucap gue berbalik lalu beranjak meninggalkan mereka yang berteriak memanggil. Gue menyusuri koridor, mengedarkan pandangan gue untuk mencari dimana El berada, gue agak nggak enak aja sampek bikin El marah gitu, ada rasa yang mengganjal tiap ada masalah yang nggak gue selesaiin. "Eh, Emi!" Gue berteriak saat melihat sosok Emi temen sekelas gue yang duduk satu meja dengan Anjar, dia menoleh dan berhenti untuk nunggu gue, "Lo ada liat El dimana nggak?" Emi menatap gue dengan kening berkerut, lalu dengan kedikan bahu dia menjawab tak tahu, gue mendengus entah apa yang membuat Anjar betah sama ini cewek, udah banyak diem, cuek dingin lagi, gue mengangguk lalu beranjak kearah kantin dengan harapan El ada di sana. benar saja, apa yang gue harap ternyata tengah duduk di sebuah kursi dengan sebuah cup eskrim di tangan. Gue mendekat perlahan dan tak ingin membuat masalah lagi. "Permisi neng, cowok hensem boleh ikut duduk di sini nggak?" Dia menoleh, menatap gue sekilas lalu menunduk menatap cup eskrim yang ada di hadapannya, gue nggak tau kenapa sikap El hari ini rasanya aneh banget. Memilih duduk gue menoleh menatap El yang masih sibuk mengamati cup es krimnya seolah di sana ada sesuatu yang lebih indah di tatap ketimbang menatap muka gue yang ganteng luar biasa ini. "El_" "Sorry." Ucapan lirih itu memotong kalimat permintaan maaf gue yang hampir aja terucap. "Nggak, gue yang_" "Gue minta maaf, kayaknya gue aneh banget hari ini." Lagi kalimat gue harus gue telan mentah-mentah saat El berucap dan seperti ada sedikit nada sendu di sana "Lo pasti mikir gue aneh kan?" "Nggak kok, udahlah El, lagian gue yang salah juga, jadi gue yang harusnya minta maaf bukan Lo." Ucap gue pelan, gue nggak mau ada kata yang membuatnya tersinggung dan berefek buruk sama gue. "Lo ngerasa gue aneh nggak sih, marah nggak jelas karena sebuah ucapan. Udah kayak anak perawan cemburuan aja gue, dikit-dikit ngambek." Ember, Lo baru sadar neng kalo Lo ambekan! Sayang kalimat itu cuma bisa gue ucap di dalam hati, Gila aja Sampek El denger apa yang gue omongin, tambah abis dimakan gue. "Enggak ada yang aneh, Lo tenang aja, emang dasar gue yang kelewatan aja tadi." El menoleh, sorotnya menatap gue sebelum lekuk senyum indah itu terbit di sudut bibirnya. "Makasih ya, Lo baik banget bisa ngertiin gue." Gue ikut tersenyum saat melihat mood sahabat gue ini balik lagi, "ah, nggak perlu bilang makasih deh El, cuma dengan senyum indah yang Lo ukir di bibir Lo aja udah cukup buat gue berbunga tau nggak," El menampol pelan gue sambil terkekeh pelan, entah kenapa melihat dia bahagia seperti ini ada damai yang bersarang di d**a gue. "Gombal." "Lah, siapa yang gombal El? Gue ngomong ada apanya loh, senyum Lo tuh, uhhh... Menggetarkan hati gue tau nggak, seolah tanpa senyum Lo hampa dunia terasa" "Tarek mang, nyanyi ae terus." Gue terkekeh saat tampolan ringan kembali mendarat di bahu gue, "Sawer bos." "Dih ogah" setelahnya kami tertawa bersama sebelum gue sadar bahwa sebentar lagi pelajaran PKN akan di mulai, gue beranjak "dah yuk, balik ke kelas. Pak Jamal bentar lagi masuk loh." El mengangguk lalu ikut beranjak, kami berjalan beriringan menyusuri koridor dalam diam, tak ada yang buka suara dan seperti ada kecanggungan yang menjadi pembatas kamu. "Thanks, ya udah mau nyariin gue," Gue tekekeh, "santai, gue malah ngira Lo masih diemin gue. diem aja dari tadi udah kayak orang pacaran lagi berantem." "dih ngarep, kelamaan jomblo Lo." gue mengangguk dengan tatapan masih menyorot kearahnya. "ho'oh kelamaan jomblo kayaknya, tapi btw, gue lebih nyaman gini timbang pacaran, rasanya nggak guna aja gue pacaran sekarang sedangkan apa-apa aja gue masih minta ortu." "Nah bagus dong, dengan Lo yang nggak pacaran berarti Lo siap jaga hati Lo untuk istri Lo kelak. " Gue mengangguk saat El menatap gue. "Siap banget malah, gue pengen aja nanti istri gue dapet hati gue dalam keadaan utuh tanpa bekas siapapun." "good, itu baru lelaki sejati" Gue terkekeh sebelum membalah, "yaiyalah, yuk geh?" Ajak gue yang berhasil membuat El mengerut kening, pasalnya kami sudah sampai di depan kelas. "Kemana?" Tanya El polos yang membuat gue tersenyum tertahan. "KUA." Kerutan kening semakin dalam saat mendengar ucapan gue yang nggak masuk akal. "Ngapain?" "Ngesahin cinta kita biar hati gue nggak tercemar, kan selama ada Lo yang jaga hati gue, jadi selamanya hati gue bakal jadi milik elo" "Sa ae kadal buntung!" Tawa gue menggelegar saat melihat samar ada rona merah di kedua pipi El, gue belum pernah bilang ya kalau El bersemu itu gemesnya mencapai titik dimana buat gue pengen bungkus dan gue bawa pulang. Ya segemes itu gue sama El. °°°berlawanan_arah... Gue bergerak gelisah selama pelajaran pak Jamal, gue berkali-kali menoleh kearah pintu masuk untuk memastikan sesuatu yang sedari tadi sukses buat gue gelisah. Ini sudah hampir 30 menit setelah El izin ke pak Jamal untuk ke kamar mandi, dan selama itu bahkan El belum kembali, apa mungkin El bolos? Ah nggak mungkin El bolos, selama ini El yang gue tau nggak pernah bolos sama sekali. Tapi kemana El? bahkan Emi yang tadi izin ke kamar mandi sudah kembali tak lama setelah kepergiannya, gue agak cemas juga, apalagi setelah beberapa saat lalu El ngaku kalau perutnya sakit. Gue yang nggak mau mati karena cemas akhirnya beranjak, "pak!" "Ya, kenapa dit?" "Izin ke kamar mandi pak, kebelet udah di pucuk banget mau cru_" "Udah sana, nggak usah terusin omongan kamu!" ucap pak jalan memotong kalimat gue yang membuat gue meringis lucu, pak Jamal itu seolah paham dengan sifat gue yang selalu cablak, ngomong tanpa di pikir dulu. Gue berlalu terbirit keluar kelas lalu berlari menuju kearah kamar mandi yang nggak jauh dari koridor kelas gue. Gue berhenti tepat di pintu kamar mandi cewek, agak ragu juga gue mau masuk kedalam, kalo misal El nggak ada di dalem dan malah yang lain, bisa abis gue hajar sama cewek-cewek barbar di sekolah ini. Gue mondar mandir di depan toilet cewek kayak orang t***l, pengen teriak tapi malu, nggak teriak gue nggak tau El dimana. "Dit, Lo ngapain di depan toilet cewek?" Gue menoleh, menatap cewek yang berdiri menatap gue aneh, gue cengengesan salah tingkah setelah kepergok seperti ini. "Itu, anu..." "Jangan bilang Lo mau ngintip, ya!" "Eh, eh nggak!" Gue panik saat cewek yang gue tau bernama Listi anak kelas sebelah gue yang sering gue gombalin itu meninggikan suaranya "gue nggak ngintip elah!" "Terus ngapain Lo mondar-mandir di depan kamar mandi cewek. Gue kok curiga ya?" "itu,, emm. Anu, guee." Ah, gimana ngomongnya elah, susah amat perasaan ini mulut. "Apaan, ona anu ona anu!" Aih bodo amat lah, "gue cari El, dia udah setengah jam lebih izin ke kamar mandi nggak nongol lagi." Listi menaikan sebelah alisnya mendengar alasan gue, lalu senyum mengejek terbit di bibir manisnya, ini yang gue benci kalo gue ngaku apa yang gue cari, bakalan kena ejek gue. "Oalah, El toh. i see." Nada menyindirnya itu membuat gue agak malu juga. "Yaudah Lo tunggu di sini gue coba cek di dalem." Gue tersenyum mendengar jawaban dari Listi, oh akhirnya ada harapan mengilhami gue. "Oke, makasih." Listi mengangguk. namun langkahnya tertahan di depan pintu toilet, Listi menoleh kearah gue dengan senyum jumawa. "Inget jangan ngintip, awas aja Sampek ketahuan ngintipin gue. Abis Lo sama gue." "Iye, bawel amat lu. Kagak akan gue intip lo elah!" "Awas aja Sampek berani." Ancam Listi mengacungkan kepalan tangannya kearah gue yang gue bales dengan ringisan ngerih pasalnya Listi ini terkenal dengan kekuatan fisik dan suka bar-bar juga, apalagi dia memang terlatih beladiri karate sekaligus penyandang juara nasional Tungkal SMA, ngerih juga bikin masalah sama ini cewek, lagian buat apa juga gue ngintipin dia, kayak nggak ada kerjaan lain aja. Beberapa menit kepergian Listy gue masih berdiri mondar mandir di depan pintu toilet, nggak sabar juga gue nunggu kabar dari Listi. Hingga tak lama gue denger bisikan memanggil, gue menoleh pelan lalu menemukan wajah El menyembul dari balik pintu Kening gue berkerut saat melihat wajah pucat El dan juga sebuah ringisan yang tertahan dari bibirnya, gue mendekat untuk mempersempit jarak. "Lo ngapain lama amat di toilet, mau nginep apa mau rujakan?!" Tanya gue khawatir lalu ringisan seolah menahan sakit dari wajah El membuat gue semakin bingung. "Aelah, Lo kena sih El?" "Itu..." Ucap El seolah bimbang untuk mengucapkan lanjutan katanya, gue yang gemes malah semakin nggak sabar buat nunggu lanjutan ucapannya. "Apaan elah, belibet amat." "Em.. itu, gue bocor." Ucapnya lirih yang hampir saja tak terdengar oleh telinga gue, tapi walau pun gue denger apa yang di ucap gue malah nggak ngerti sama maksud El apaan. "Bocor? Apaan yang bocor? Pipa? Aer? Apaan elah?" Tanya gue bingung yang mendapat tatapan gemas dari El. Gue bingung sebenernya, secara dia pake bahasa kalbu gitu mana gue ngerti coba. "Bukan itu dodol, ini bocor yang lain!" "Ya apaan El, gue mana ngerti kalo Lo ngode gini. Udah deh buru balik udah hampir selesai nih pelajaran pak Jamal." "Aih, Lo jadi cowok dodol amat sih perasaan!" "Ya makanya apaan? Tinggal ngomong aja susah banget!" "Errr!" Gue bisa melihat rona merah di pipi El, dan gue nggak tau kenapa di saat seperti ini El malah sempet-sempetnya tersipu, padahal gue aja belum ngegombalin dia kan. Tak lama El berbalik lalu menunjukan sesuatu yang nggak gue ngerti sama sekali. "Apaan? Pake balik badan segala Lo mau pamer apaan? Tepos juga." "Adit! Lo bener-bener ya!" El memekik dengan wajah marah yang malah membuat gue semakin bingung dengan tingkahnya. "Ya gue nggak tau El, gue kan nggak paham." "Lo emang nggak liat tadi!" "Apaan?" "Noda merah, bisa darah!" Ah iya itu, kenapa gue baru sadar ada noda merah cukup besar di bagian belakang El, tapi itu darah apaan ya? Gue bingung. "Iya gue liat, emang itu apaan, Lo jatuh atau kenapa?" "Gue Dateng bulan b**o! Puas Lo!" Gue terdiam beberapa saat untuk mencerna kalimatnya. Datang bulan, datang bulan... dan ah iya bener gue tau sekarang. "Oalah, Lo mens? Kenapa nggak ngomong dari tadi elah!" Ucap gue setelahnya, pantesan saja El seolah malu dan mengurung diri, dia pasti malu berjalan dengan bercak besar di belakang tubuhnya itu. Pantas saja dari tadi dia sensi Mulu sama gue, jadi ini alesan kenapa dia sensi sejak tadi. Gue diam lalu membuka baju seragam gue hingga meninggalkan kaos hitam yang menjadi dalaman gue. "Nih!" Gue melempar seragam putih gue kearahnya yang langsung di tangkap oleh El yang mengerut menatap gue. "Apaan!" "Aelah lama lagi, El kalo debat Mulu tanya ini itu. Itu baju gue tinggal Lo iketin di pinggang buat nutupin p****t Lo, terus buru keluar gue anter Lo balik. Buru!" Gue berbalik berjalan ke kelas untuk meminta izin sama pak Jamal dan ngambil tas El dan gue, meninggalkan El yang berdiri mematung menatap kepergian gue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD