Chapter 9

2821 Words
Ketika terbangun keesokan harinya di pagi hari, Pamela langsung tersenyum secerah mungkin. Ia melangkah menuju jendala dan membuka gorden penutup jendela. Dirinya langsung terperangah senang melihat pemandangan yang ada. Pemandangan pantai yang cantik langsung menyambutnya pagi ini. "Bagus sekali." Ia benar-benar merasa takjub dengan pemandangan yang dilihatnya saat ini. Benar-benar menyegarkan mata. Dirinya pun teringat akan keberadaan balkon. Bila menikmati pemandangan cantik ini dari balkon pasti akan terasa lebih menyegarkan. Pamela pun segera melangkah menuju balkon dan menghirup udara segar pagi hari. Ia melakukannya berulang kali dengan senang. "Ini bahkan terasa lebih menyegarkan dari udara pagi dari balkon kamarku." Pamela tinggal di sebuah apartemen yang sangat sederhana. Ia sengaja menghemat dengan mencari apartemen termurah mungkin yang bisa didapatkannya. Bahkan apartemennya pun tidak terlalu luas. Ia pasti bermimpi bisa tinggal disini. "Ini sangat menyenangkan." Dirinya kemudian teringat akan Max. Ia harus segera meminta mesin ketik kepada lelaki itu. Entah sampai kapan tiga sekawan itu berada disini. Yang jelas, Pamela tidak ingin mereka terlanjur pergi meninggalkan pulau sebelum ia mengatakan permintaannya. Pamela juga tidak akan pernah tahu kapan mereka akan datang lagi untuk dapat memenuhi apa yang ia inginkan.  Untuk itu ia segera kembali memasuki kamarnya dan langsung keluar dari kamar. Ketika Pamela keluar dari kamar, bersamaan dengan Daniel yang baru keluar dari kamarnya. Lelaki itu sudah siap dengan pakaiannya untuk melakukan jogging. Melihat Pamela yang keluar dari kamar, Daniel pun segera menghampirinya. "Mau kemana?" tanya Daniel. "Dimana aku bisa menemukan Max?" "Untuk apa?" "Aku perlu bicara dengannya." Daniel terdiam menatap Pamela.  Dirinya hendak mengatakan letak kamar Max namun ia kemudian mengurungkan niatnya. "Dia belum bangun." Pamela mengernyitkan keningnya menatap Daniel dengan curiga. "Bagaimana kau tahu, kau bahkan baru keluar dari kamar itu." Pamela menunjuk pintu tempat Daniel muncul tadi. "Itu pasti kamarmu, kan?" Daniel menganggukkan kepalanya.  "Iya, Max belum bangun. Ia kemarin mengabariku bahwa ia ingin bangun siang. Max sudah terlalu banyak bekerja jadi ia akan sengaja bangun siang seperti sekarang bila sangat kelelahan." Daniel tidak berbohong. Semalam Max mengirimkan pesan mengenai jadwal Daniel selama satu minggu yang berhasil diurus Max dengan baik. Lelaki itu pasti bekerja sangat keras seharian kemarin. Daniel dapat melihatnya karena lelaki itu hanya memainkan ponsel dan tablet secara terus menerus secara bergantian. Itu sebabnya malam hari kemarin Max mengirimkan pekerjaannya yang telah selesai dan meminta Daniel untuk tidak menganggunya hari ini. Lelaki itu ingin bermalas-malasan di kamar seperti yang biasa dilakukannya untuk menghibur diri setelah bekerja terlalu keras. Daniel berani bertaruh sekarang Max tertidur dan akan terus tertidur hingga sore hari nanti. "Mengapa mencarinya?" tanya Daniel kemudian. "Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyanya lagi. "Bukan urusanmu." Pamela hendak masuk kembali ke kamarnya, akan tetapi ia membalikkan tubuh dan bertanya kepada Daniel. "Sampai kapan Max berada disini?" tanya Pamela. Daniel pun mengangkat satu alisnya karena pertanyaan itu. Dirinya kemudian melangkah maju menghampiri Pamela agar mereka berbincang lebih dekat. "Besok siang kami akan kembali." Pamela terdiam untuk berpikir. Setidaknya ia bisa bertemu dengan lelaki itu seharian ini. "Ada apa mencari Max? Ia akan mengurung diri di kamar seharian untuk istirahat. Bila sudah begitu, ia tidak mau bertemu dengan siapa pun. Seperti beruang yang melakukan hibernasi. Dia selalu seperti itu setelah bekerja sangat keras." Pamela menatap langkah kaki Daniel yang semakin dekat menghampirinya. "Bukan urusanmu." Pamela membalikkan tubuhnya untuk kembali ke kamar namun Daniel menarik tangannya dengan cepat sehingga tubuh gadis itu berputar dan kini kembali menghadap Daniel. "Apa?" tanya Pamela. "Mau menemaniku jogging di sekitar pantai?" ------------- Pamela merasa tidak menyesal mengiyakan ajakan Daniel. Ia memang senang melakukan jogging. Itu adalah olahraga yang sering ia lakukan bila senggang. Kadang ia melakukannya dua kali seminggu saat pagi hari ketika weekend. Atau bila ia bisa pulang saat sore hari, maka ia melakukannya sangat sering ketika sore hari.  Rasanya sangat menyenangkan melakukan jogging disini. Pemandangan pantai yang berada di sebelah kanan dan pepohonan dari hutan yang berada di sebelah membuat perpaduan angin segar yang sangat pas. "Kau sudah tidak terlihat seperti tawanan yang ingin kabur sekarang," ujar Daniel seraya berlari. "Sebenarnya aku sedang memikirkan strategi untuk kabur. Mungkin aku bisa menculikmu sekarang dan mengambil ponselmu secara diam-diam." Daniel kemudian terkekeh. "Aku tidak membawa ponsel. Jadi sebaiknya batalkan saja rencana apapun yang ada di pikiranmu itu." Pamela memilih untuk diam saja dan tetap berlari. "Kau sepertinya sering melakukan ini," tebak Daniel. "Ya, jogging adalah hal yang sering aku lakukan." Daniel pun tersenyum. "Kau pasti rajin berolahraga. Pantas saja bila tubuhmu sebagus itu." Pamela memilih untuk tidak menyahut dan mempercepat larinya. Daniel pun segera menyusul gadis itu dengan mudah. "Ada air terjun di dalam hutan. Kau mau ikut kesana?" Pamela sebenarnya merasa tertarik, akan tetapi ia akan melakukannya nanti tanpa kehadiran Daniel. Pasti akan lebih menyenangkan. Ia bisa mengajak para pelayan muda yang terlihat sepantaran dengannya. Pamela melihat beberapa pelayan muda yang sepertinya seusia dengannya. Bahkan Marry yang kemarin memberikan alas kaki padanya sepertinya memiliki usia yang sama dengan Pamela. Pamela berharap bisa segera bertemu gadis itu lagi. "Bagaimana?" tanya Daniel. "Tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri nanti setelah kau pergi." "Kau tidak tahu jalannya." "Para pelayan akan mengantarku." "Mereka juga tidak tahu." "Mereka pasti tahu karena mereka tinggal disini. Pasti mereka pernah menjelajah hutan." Daniel pun hanya tersenyum, "Mereka bekerja disini untuk menjalankan bisnis Papaku. Itu sebabnya mereka tinggal disini cukup lama dan ada begitu banyak orang di antara mereka." "Bisnis apa di pulau pribadi seperti ini?" "Tanaman herbal. Hutan lebat disana sebenarnya masih ada gedung lagi di dalamnya. Villa yang kita tempati hanya sedikit dari villa yang ada disini. Bila kau masuk ke dalamlagi, kau akan menemukan lebih banyak bangunan." Pamela tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Pantas saja ada begitu banyak pelayan disini. Pamela kira mereka hanya mengurusi satu villa itu dan bangunan di sekitarnya. "Para pelayan akan bergantian mengurus setiap villa yang ada. Mereka juga memiliki hari libur dan mereka bisa memilih mau berlibur dengan keluar pulau atau tetap disini." Pamela memilih untuk tidak berkomentar banyak. Ia jadi tertarik untuk melihat apa yang terjadi di dalam hutan. "Jangan pernah berpikir kau bisa masuk lebih jauh ke dalam hutan." "Mengapa?" "Papaku memastikan hanya orang terpilih yang bisa masuk. Penjagaannya sangat ketat sehingga kau tidak akan bisa menyelinap." Pamela dulu pernah mendengar bahwa aktor Daniel Christian berasal dari keluarga pebisnis yang sangat terkenal. Sayangnya ia tidak begitu mencari tahu lebih lanjut karena tidak tertarik. Lalu sialnya sekarang ia justru merasa penasaran. "Jadi bagaimana? Mau ikut ke air terjun?" "Kapan kau kesana?" "Nanti siang. Udara disini tidak terlalu panas karena banyak pohon. Terlebih ada banyak pohon rindang di sepanjang jalan menuju kesana jadi kau akan merasa seperti pergi di pagi hari." "Baiklah. Aku ikut. Aku hanya ingin tahu jalannya." Daniel pun tersenyum. ------------- "Aku senang kau sudah menjadi lebih jinak sekarang. Tidak memberontak ingin kabur seperti kemarin." Daniel mengucapkannya dengan tulus.  Mereka telah kembali dari kegiatan jogging dan akan melakukan sarapan. "Sepertinya ada hal yang aku lewatkan." Pet yang tengah menikmati makanan di ruang tamu langsung menyambut kedatangan mereka. "Kau sedang sarapan?" tanya Daniel. "Ya. Aku tahu kau jogging karena itu kebiasaanmu setiap pagi di pulau ini. Max sudah beritahu kalau dia hibernasi seharian jadi aku langsung sarapan saja. Aku sudah sarapan dan ini hanya cemilan." Pet kemudian menatap Pamela. "Kalian dari mana saja?" tanya Pet penuh selidik. "Menurutmu kami darimana saja sehingga berkeringat seperti ini?" tanya Daniel. "Mana aku tahu." Pet menjawabnya dengan acuh kemudian melanjutkan kegiatan makannya. "Baiklah. Nikmati semua makanan yang ada." Daniel kemudian menatap Pamela. "Ayo," ajaknya. Mereka kemudian melangkah meninggalkan ruang tamu dan Pet menatap keduanya dengan pandangan tidak percaya. "Sepertinya hanya aku yang tidak tahu apa yang telah terjadi disini," gumam Pet. ----------- "Jullie, mereka datang." Marry memberitahu Jullie yang sedang menyusun beberapa piring di atas meja makan. Mendengar ucapan dari Marry, ia pun langsung mendongak dan menatap Daniel. Pandangan kekecewaanya memancar jelas saat melihat Daniel datang bersama Pamela.  Beberapa pelayan mengatakan padanya bahwa mereka menghabiskan waktu bersama dengan jogging di sekitar pantai. Mengetahui hal itu membuat Jullie merasa sedikit kesal. Jullie memberikan bungkukan hormatnya kepada Daniel yang melewatinya. Lelaki itu kemudian duduk di kursi dan langsung menatap Pamela. "Apa ada yang Anda butuhkan, Tuan?" tanya Jullie. "Kau ingin makan apa?" tanya Daniel pada Pamela yang baru saja duduk." "Tidak ada. Aku akan makan apapun yang tersaji disini." Daniel kemudian menatap Jullie. "Tidak ada. Kalian bisa meninggalkan kami." Jullie menganggukkan kepalanya kemudian pamit undur diri. Kini hanya tersisa Daniel dan Pamela di meja makan. Keduanya mulai menikmati sarapan dengan baik. "Seharusnya kita mandi dahulu." "Aku sudah sangat lapar. Jadi kau kalau mau mandi dahulu, silahkan. Aku ingin sarapan lebih dahulu." Daniel kemudian memilih tidak berkomentar dan langsung menikmati sarapannya. Ia menikmati sarapannya seraya menatap Pamela. Rasanya sangat menyenangkan menatap gadis itu ketika melakukan sesuatu. "Berhentilah menatapku," ujar Pamela yang sejak tadi merasa diperhatikan. Daniel memilih diam saja dan melanjutkan kegiatan makannya. "Aku ingin bertanya terkait ponselku. Apa dia aman di tanganmu? Atau kau justru membuangnya?" "Kenapa? Kau mau mengambilnya saat aku lengah?" "Tidak. Aku hanya ingin memastikan ponselku tetap aman karena data di dalamnya sangatlah penting." "Data apa?" tanya Daniel penasaran. "Data pribadiku. Ponselku masih ada padamu, kan?" "Tidak, aku suka membuangnya." Pamela pun tersedak setelah mendengarkan ucapan Daniel yang begitu santai seolah tidak merasa bersalah sedikit pun. Daniel segera bangkit untuk menyerahkan sebotol air mineral kepada gadis itu. Pamela menerimanya dengan cepat dan langsung menenggaknya hingga batuknya terasa mereda. "Sudah baikan?" tanya Daniel. Pamela kemudian menatap Daniel yang kini berdiri di sebelahnya. "Kau membuangnya?" tanya Pamela marah. Daniel pun hanya terdiam. "Dimana kau membuangnya?" tanya Pamela dengan nada meninggi. "Kenapa?" "Sudah kukatakan ponsel itu memiliki hal-hal yang penting bagiku." Melihat pandangan marah yang ditunjukkan oleh Pamela, Daniel dapat merasakan kali ini gadis itu benar-benar marah. "Astaga. Mengapa kau galak sekali? Ponsel itu masih berada di kamarku. Di apartemenku. Aku tidak membawanya kemari." Pamela kemudian menghela napasnya dengan lega. Ia hampir saja naik darah kalau sampai Daniel benar-benar membuang ponselnya begitu saja. "Aku hanya bercanda. Kau langsung marah dengan semenyeramkan itu." "Jaga ponselku baik-baik. Saat aku dibebaskan dari pulau ini, kau harus mengembalikannya. Jangan sampai rusak. Pastikan kau mengisi daya baterainya agar dia tidak kehabisan baterai selama berbulan-bulan." Pamela kemudian bangkit dari duduknya dan langsung melangkah meninggalkan meja makan. "Hei, kau belum menyelesaikan sarapanmu." Brakk... Daniel hanya mendapatkan jawaban berupa suara pintu kamar yang dibanting dengan keras. "Baiklah," gumamnya. "Sepertinya aku mencium bau penolakan yang sangat menyengat disini." Pet muncul dan meletakkan nampan berisi piring kosong yang tadi dibawanya ke ruang tamu. Ia meletakkannya di atas meja makan. "Diamlah," ujar Daniel. Lelaki itu kemudian hendak melangkah meninggalkan meja makan. "Max mengirimkan pesan padaku. Apa kau sudah menghubungi Bella?"  Daniel pun menggelengkan kepalanya. "Mengapa belum juga? Lakukanlah dengan cepat." "Bella sedang memiliki jadwal pemotretan penuh. Aku akan menemuinya nanti. Dia tidak bisa ditelpon dalam waktu dekat." "Kau bilang menemuinya akan sangat berisiko." "Kami memiliki jadwal pemotretan bersama untuk majalah Exor. Jadi makan siang bersamanya tidak akan menimbulkan kecurigaan." Pet pun mengernyitkan keningnya. "Kau dan Bella dalam satu frame?" "Ya. Kalau kau lupa, kami menjadi brand ambassador untuk produk fashion Exor. Dia untuk pihak perempuan dan aku laki-laki. Kami BA utama." Pet pun menganggukkan kepalanya. "Benar. Aku ingat saat pemotretan pertama dengan Bella. Kau langsung mengajaknay bermain." "Kau selalu mengingat bagian seperti itu dengan sangat baik." "Tentu saja. Aku selalu mengingat segala awal mula masalah yang kau ciptakan." Daniel pun memilih untuk pergi meninggalkan Pet begitu saja untuk kembali ke kamarnya. ------------- Pamela tidak bisa berhenti berpikir mengenai ponselnya. Ia menjadi cemas bila sampai dirinya kehilangan ponsel itu. Ponsel yang sangat berharga baginya.  Bahkan meski ia telah mandi dan melakukan kegiatan seperti memeriksa isi lemarinya, pikiran mengenai ponsel itu tidak kunjung menghilang. Akan tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan untuk memastikan ponsel itu baik-baik saja. Ponsel itu berada jauh dari sini jadi Pamela tidak bisa melakukan apapun untuk mencarinya. Ia hanya bisa berharap pada Daniel. Ia berharap lelaki itu benar-benar melakukan permintaannya. Setelah merasa bosan dengan memeriksa semua pakaian di lemari, Pamela memutuskan untuk keluar kamar. Ia ingin berjalan-jalan di sekitar villa. Dirinya ingin mengetahui denah villa ini dengan lebih luas. Ketika dirinya keluar, kondisi villa sangat sepi. Ia tidak melihat pelayan dimana pun. Sepertinya bila pagi hari seperti ini, kondisi villa memang  kosong. Langkah kakinya pun terus saja hingga membawanya ke sebuah teras besar. Sepertinya ini bagian lain dari villa yang baru diketahuinya. Teras yang sangat luas. Pamela kira pintu ini mengarahkannya pada sebuah ruangan, akan tetapi rupanya ini merupakan sebuah teras yang memberikan pemandangan hutan yang sangat indah. "Apa ada yang Anda perlukan, Nona?" "Astaga!" Pamela merasa terkejut. Pelayan yang tadi menyapanya pun langsung meminta maaf karena merasa tidak enak. "Maafkan saya, Nona. Saya tidak bermaksud membuat Anda terkejut." "Ah, tidak papa. Aku memang mudah terkejut. Tolong panggil aku Pamela saja, dan aku tidak membutuhkan apapun. Aku hanya sedang berjalan-jalan." "Baiklah kalau begitu. Akan tetapi saya harus tetap memanggil Anda dengan sebutan Nona. Tuan Daniel membawa Anda kemari jadi saya beserta pelayan lainnya-" "Baiklah, baiklah. Lakukan saja bila harus seperti itu." Pamela memilih untuk menyerah mencegah semua pelayan disini memanggilnya dengan sebutan seperti itu. Biarlah mereka memanggilnya seperti itu. Pamela hanya perlu merasa terbiasa. "Baik, Nona." "Aku tidak tahu dirimu. Bisa tolong memperkenalkan diri?" pinta Pamela. "Baikla, Nona. Perkenalkan aku Margareth. Kepala pelayan di villa ini. Bila kau butuh sesuatu yang mendesak, kau bisa langsung menghampiriku. Kamarku berada dekat dengan dapur. Dapur berada di lantai dua." "Lantai dua? Di atas?" "Bukan, Nona. Lantai yang Anda tempati ini adalah lantai tiga. Memang sejajar dengan tanah di halaman. Akan tetapi bila masuk ke dalam, masih ada dua lantai lagi di bawah." "Begitu rupanya. Baiklah. Aku akan memanggilmu Bibi Margareth." "Terima kasih, Nona." Pamela kemudian menatap sekeliling teras. "Ini tempat apa?" tanyanya penasaran. "Tempat ini dibangun bila ingin mengadakan pesta. Akan tetapi belum pernah digunakan sesuai tujuan awal dibangun. Mungkin suatu saat akan digunakan." Pamela menganggukkan kepalanya. "Sudah berapa lama Bibi bekerja disini?" "Sudah dua puluh tahun." Pamela terlihat terkejut. Sepertinya wanita di hadapannya jauh lebih tua dari yang ia bayangkan. "Selama itu hanya berdiam di pulau ini?" Margareth pun terkekeh. "Tentu tidak, Nona. Setiap pelayan yang bekerja disini memiliki kebebasan untuk menentukan kapan mereka keluar dari pulau. Entah itu untuk berlibur atau benar-benar berhenti bekerja disini." "Ada yang berhenti?" "Ada tapi hanya sedikit. Banyak yang lebih memilih tinggal karena disini sangat nyaman. Tuan Daniel memberikan fasilitas yang begitu lengkap." "Daniel yang menyediakan semua ini? Termasuk menggaji kalian?" tanya Pamela penasaran. "Sebagian dari Tuan Daniel dan sebagian dari Tuan Erick." "Tuan Erick?" "Ayah dari Tuan Daniel." "Ah, benar. Daniel mengatakan Papanya memiliki bisnis di pulau ini." Margareth terlihat terkejut. "Ada apa?" tanya Pamela yang menyadari wajah terkejut wanita paruh baya itu. "Tidak apa-apa, Nona. Apa Nona ingin melakukan tour di villa ini?" "Ya, sangat ingin." "Saya akan mengantar Nona dan menjelaskan banyak hal." "Ide bagus. Terima kasih banyak, Bibi." ------------ "Kau sedang apa?" tanya Daniel ketika Pamela tiba di salah satu tempat favoritnya.  Sebuah ranjang yang berada di luar bangunan dengan atap yang melindunginya dan tanpa ada tembok penghalang apapun. Ranjang yang memberikan pemandangan hutan dan pantai dengan sangat indah. Pamela benar-benar takjub dengan tempat ini. Ia benar-benar baru mengetahuinya. "Nona Pamela sedang ingin berkeliling jadi saya mengantarnya, Tuan." Daniel bangkit dari posisi merebah di atas ranjang dan kemudian menghampiri gadis itu. "Aku yang akan lanjut mengantarnya. Silahkan lanjutkan tugasmu." "Baik, Tuan." Margareth kemudian pamit meninggalkan ruangan itu. Pamela hanya diam saja dan tidak protes ketika Daniel mengatakan hal tersebut. Dirinya melangkah menuju ranjang kemudian merebahkan diri disana. "Tempat ini bagus sekali. Pasti akan menyenangkan tidur disini," gumamnya. Daniel menatap tingkah Pamela dengan tidak percaya. Tadi pagi saat sarapan, gadis itu seolah marah dan merajuk padanya. Lalu sekarang Pamela terlihat begitu ceria seolah tidak memiliki masalah apapun. Gadis itu benar-benar berubah dengan sangat cepat. "Itu adalah ranjangku." "Aku rasa ini adalah tempat umum. Lihatlah ini adalah taman yang kemudian diletakkan ranjang disini." Daniel pun memilih untuk ikut tertidur di atas ranjang tersebut. Hal itu membuat Pamela langsung menoleh ke arahnya. "Kau tertidur?" tanya Pamela ketika melihat Daniel yang telah memejamkan matanya. "Ya," ucapnya masih dengan mata yang terpejam. "Kau tadi bilang akan menggantikan Bibi Margareth untuk menjadi tour guide-ku." "Kita lakukan itu nanti siang saat pergi ke air terjun. Tidurlah. Perjalanan kesana akan menghabiskan banyak tenagamu." Pamela menatap Daniel dengan tidak percaya. "Aku akan tidur di kamarku bila begitu." "Kau tadi bilang ingin tidur disini bukan? Tidurlah sekarang. Saat sore hari disini akan sangat menyilaukan dan saat siang hari kita akan ke air terjun. Malam hari akan sangat dingin disini. Jadi sekarang adalah waktu yang tepat untuk tidur disini." "Tidak. Aku akan mencobanya kapan-kapan saja." Pamela kemudian bangkit dari ranjang dan hendak meninggalkan tempat ini. "Kau akan menyesal menolak tidur satu ranjang dengan aktor Hollywood terpanas tahu ini." Pamela terdiam sejenak. Bila saja dirinya memiliki ponsel, maka ia pasti akan memotret dirinya yang satu ranjang bersama Daniel kemudian mengirimkannya kepada Riana. Ia sangat ingin melakukan itu sejak Riana mengolok naskah yang dibuatnya. Pamela kemudian berbalik dan menatap Daniel. "Apa kau membawa ponsel?" tanya Pamela. "Kenapa? Kau akan pura-pura tidur disini dan kemudian mengambil ponselku saat aku lengah?" tanya Daniel. "Bukan. Aku ingin mengambil foto bersamamu." Mendengar hal itu Daniel pun langsung bangkit dari tidurnya. "Kau mengatakannya? Rupanya kau sama saja seperti gadis yang tergila-gila padaku." "Jadi apa kau membawa ponsel?" "Jadi itu alasanmu akhirnya menikmati semua ini. Karena kau ternyata salah satu gadis yang juga tergila-gila padaku?" "Bukan. Aku memiliki musuh di kantor yang sangat tergila-gila padamu. Aku ingin membuatnya iri dengan mengirimkan foto diriku bersamamu. Ia pasti akan sangat kesal melihatnya dan aku suka menikmati wajah irinya padaku." "Kau tidak memiliki ponsel sekarang." "Aku akan mengirim foto itu ke surelku dengan meminjam ponselmu. Kau bisa mengawasiku bila tidak percaya." Daniel kemudian terkekeh. "Aku tidak akan membiarkanmu menyimpan bukti apapun yang bisa menunjukkan kita pernah menghabiskan waktu bersama. Aku yakin kau pasti akan menyalahgunakannya suatu saat nanti." Pamela suka dengan cara berhati-hati yang dilakukan oleh Daniel. Ia pun kemudian menganggukkan kepalanya karena merasa setuju dengan kekhawatiran gadis itu. "Baiklah kalau begitu." Pamela kemudian melangkah meninggalkan tempat itu dan tidak lagi mempermasalahkan foto bersama Daniel. Ide itu hanya muncul selintas di pikirannya karena ia benar-benar hanya ingin membuat Riana merasa iri. Hanya itu, tidak ada maksud lainnya. "Jadi kau tidak menyukaiku?" tanya Daniel ketika Pamela sudah menyentuh gagang pintu. "Tidak seperti kebanyakan gadis yang tergila-gila padaku?" tanya Daniel kemudian. Pamela membalikkan tubuhnya kemudian menatap Daniel. "Tidak sama sekali." Lalu setelah itu Pamela segera membuka pintu dan keluar dari sana. Daniel pun tersenyum masam menatap kepergian Pamela. "Kalau begitu, aku akan membuatmu tergila-gila padaku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD