11. Ruby Menghilang

1233 Words
Ruby berjalan tergopoh-gopoh sambil merangkul Rayden membawanya ke kamarnya. Dafa benar, suaminya itu sangat berat. Ia bahkan sesekali jatuh tertimpa tubuh Rayden. Namun, demi membuat tidur suaminya nyaman di ranjang, ia tetap berusaha sampai akhirnya berhasil merebahkannya di ranjang. Napas Ruby terengah, tangannya mengusap keringat yang membasahi dahi hingga menetes sampai ujung dagu. Ia tak menyangka bisa membawa Rayden dari ruang tamu sampai ke kamar meski dengan perjuangan. ”Hah ….” Ruby menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang untuk beristirahat. Diperhatikannya Rayden yang masih memejamkan mata kemudian ingatannya berputar saat ia memberitahu Dafa. Dan sekarang, pria itu sudah pergi dari rumahnya. “Maaf, untuk itu aku belum bisa memberitahukannya padamu. Aku ingin Rayden menjadi orang pertama yang tahu.” Adalah jawaban yang Ruby berikan pada Dafa. Ia tahu, setelah memberitahu Dafa, pasti lah Rayden juga pasti akan mengetahuinya. Ia tahu mereka teman dekat. Tapi, ia ingin memberitahu Rayden sendiri, ingin Rayden mendengar dari mulutnya sendiri bagaimana dirinya bisa jatuh hati. Ruby memejamkan mata sejenak sambil menghela napas panjang. Ia lalu kembali memperhatikan Rayden yang topless. Ia telah menanggalkan kemeja suaminya itu, kini suami tampannya itu hanya memakai celana. Ruby tersentak kaget saat tiba-tiba Rayden bangun dan memuntahkan isi perutnya. Meski hanya air, tapi baunya benar-benar menyengat. Namun, bukannya menjauh, Ruby justru membantu Rayden, memijit tengkuk Rayden agar memuntahkan semua yang harus dimuntahkannya. Rayden kembali ambruk setelah mengeluarkan seluruh isi perut. Tubuhnya terasa lemas, kepalanya pusing tak karuan, membuka mata pun tak kuasa. Namun, samar-samar ia merasakan kehadiran seseorang, merasakan saat orang itu membersihkan mulutnya juga keringat yang terasa membanjiri wajahnya. Perlahan kesadaran Rayden yang belum pulih kembali menghilang. Di sisa-sisa kesadaran yang begitu tipis, ia bersumpah tak akan pernah menyentuh minuman haram lagi. “Huft ….” Ruby menyeka keringat di jidatnya setelah selesai membersihkan wajah Rayden dari jejak muntah dan keringat. “ternyata mengurus orang mabuk sangat menyusahkan,” gumamnya disertai desahan berat. Ia kemudian turun dari ranjang dan mengambil pel untuk membersihkan muntahan Rayden di lantai. Setelah selesai, ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Meski tak terkena muntahan Rayden, ia seakan mencium aroma tak sedap dari tubuhnya. Keesokan harinya, Rayden berusaha membuka matanya yang terasa berat. Dan saat matanya terbuka perlahan, kepalanya terasa berkunang-kunang. Rayden bangun menegakkan punggungnya sambil memegangi kepala. Ia mengedarkan pandangan dan menyadari dirinya berada di kamarnya. Ia pun berusaha mengingat apa yang terjadi semalam sampai akhirnya teringat bahwa ia mabuk karena terlalu banyak minum. Sebenarnya tidak terlalu banyak, hanya saja dirinya bukan peminum handal. Menghabiskan 2-3 gelas kecil sudah membuatnya mabuk berat. Rayden mendesis saat menurunkan kakinya untuk beranjak dari ranjang. Ia membutuhkan kamar mandi segera. Namun, sebelum bangkit berdiri ia baru menyadari bahwa dirinya sudah tak memakai baju. Rayden berusaha mengingat apa yang terjadi setelah dirinya mabuk. Namun, ia tak dapat mengingatnya dengan jelas. Ia bahkan tak mengingat bagaimana Dafa membawanya pulang. Akan tetapi, samar-samar kilatan bayangan saat ia muntah terbersit dalam kepala diikuti bayangan seseorang yang menemaninya. Meski begitu samar, ia yakin ia tidak bermimpi. Rayden segera mengenyahkan pikiran itu. Entah mimpi atau bukan, yang terpenting sekarang adalah, kamar mandi. Ia pun bangkit berdiri dan melangkah menuju kamar mandi dengan sedikit sempoyongan. Tak lama kemudian, Rayden kembali dari kamar mandi dan duduk sejenak di ranjang sebelum akhirnya pergi ke dapur untuk mengambil air putih. Sesampainya di sana, ia menghabiskan 2 gelas air putih guna mengurangi efek mabuknya yang masih sedikit tersisa. Tiba-tiba Rayden menyadari sesuatu, ia merasa ada yang aneh dengan suasana dapur. Ya, dapur terasa sepi padahal, ini masih pagi di mana biasanya Ruby tengah memasak sarapan. Rayden mengarah pandangan pada jam, berpikir mungkin saja ia salah lihat jam sebelumnya, mungkin sebenarnya ini sudah siang. Namun, penglihatannya tidak salah, ini masih pukul 6 pagi dan di jam ini biasanya Ruby tengah menyiapkan sarapan untuknya. Rayden meremas gelas di tangan saat teringat apa yang membuatnya mabuk semalam. Lalu, untuk apa ia memikirkan Ruby? Justru bagus ia tak melihat Ruby. Melihat wanita itu pasti membuat kemarahannya meluap-luap. Rayden kembali menenggak setengah gelas air putih kemudian berjalan meninggalkan dapur berniat kembali ke kamarnya. Sepertinya hari ini ia akan absen ke kantor atau mungkin berangkat cukup siang. Ia masih butuh istirahat. Tiba-tiba langkah Rayden terhenti saat merasa suasana rumah begitu hening. Rasa penasaran pun mulai merasuki pikiran beradu dengan keinginan tak peduli dan tak ingin bertemu Ruby. Rayden mengarah pandangan pada pintu kamar Ruby kemudian melangkah ke sana. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti sebelum ia sampai di depan pintu kamar bercat putih itu. Entah apa yang ia pikirkan, ia justru membalikkan badan dan melanjutkan langkah menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Rayden segera merebahkan tubuhnya ke ranjang, kembali beristirahat. Namun, baru saja hendak memejamkan mata, dering ponsel membuat matanya kembali terbuka lebar. “Oi, sudah bangun?” Suara Dafa terdengar tepat setelah Rayden mengangkat panggilan. “Hm. Ada apa,” jawab Rayden seraya memijit pangkal hidungnya. Jika bukan Dafa, mungkin ia tak akan mengangkat panggilan yang sebenarnya sangat mengganggu. “Ck, apa maksudmu ada apa? Apa kau lupa? Aku yang sudah membawamu pulang semalam. Jika tidak, mungkin sekarang kau masih di sana dan dijadikan santapan tante-tante kelaparan.” “Kau menuntut ucapan terima kasih?” tanya Rayden sambil melirik ponsel yang menempel di telinga. “Bukan begitu, Ray. Aku menelepon hanya ingin tahu keadaanmu. Siapa tahu kau mati hanya karena dua gelas alkohol. Makanya jangan sok keras, kalau tidak kuat minum, minum saja jus jeruk atau susu.” Rayden mendengus lalu mengatakan, “Jika tidak ada yang penting, aku matikan.” “Hei, hei, tunggu dulu. Dasar kau ini tak sabaran sekali.” Rayden hanya diam, menunggu apa yang sebenarnya ingin Dafa katakan. Jika sesuatu yang tidak penting lagi, ia akan mengakhiri panggilan saat itu juga. “Bagaimana semalam? Apa istrimu melakukan sesuatu? Siapa tahu dia memperkosamu saat kau mabuk.” Alis Rayden berkerut tajam. “Apa maksudmu?” “Semalam kunci mobilku ketinggalan. Dan saat aku mengambilnya, kulihat istrimu membawamu ke kamar. Kau sangat berat, jadi semalam aku membuangmu di sofa. Kukira istrimu akan membiarkanmu sampai pagi di sana, tapi dia berusaha membawamu sendiri ke kamar setelah aku pergi.” Rayden terdiam, dan kembali teringat ingatannya yang samar saat ia bangun memuntahkan isi perutnya. Rayden kembali memijit pangkal hidungnya. “Kepalaku masih pusing. Aku mau istirahat,” ucapnya kemudian mengakhiri panggilan. Rayden menatap layar ponselnya, rasanya tak percaya mendengar ucapan Dafa bahwa Ruby membawanya sendiri ke kamar. Jika pun itu benar, ia yakin Ruby tak melakukan apapun. Namun, benarkah? Ia dalam keadaan mabuk, tak ingat sama sekali apa yang terjadi saat dirinya sepenuhnya pingsan. Tiba-tiba Rayden bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar untuk mencari Ruby, ingin mendengar dari mulut wanita itu sendiri bahwa dia tidak melakukan apapun semalam. Ia tak rela jika Ruby menyentuhnya, meski mereka tidak sampai melakukan yang iya-iya. Rayden mengetuk pintu kamar Ruby dengan kasar. Namun, sama sekali tak ada jawaban membuatnya membuka pintu itu tanpa permisi. “Ruby!” teriak Rayden saat ia membuka pintu. “di mana kau!” Rayden mengedarkan pandangan dan tak menemukan Ruby di manapun. Ia pun berjalan cepat menuju kamar mandi, tapi juga nihil. “Sial, di mana dia?” geram Rayden. Ia pun kembali keluar dan mencari Ruby ke penjuru rumah. Sayangnya, ia tidak menemukannya. Ruby tidak ada di manapun. Tak kehilangan akal, Rayden menghubungi Ruby. Akan tetapi, tidak ada jawaban, nomor Ruby tidak aktif. Rayden meremas ponsel di tangan, menatap layar ponselnya yang menampilkan nomor Ruby dengan gemeretak gigi terdengar. “Ke mana dia pergi?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD