"Bayu jalan sama Aina?" gumam Elang setelah tak sengaja melihat insta story Bayu yang sedang berada di dalam mobil sedang memakan makanan ringan, saat kamera sedikit diarahkan ke samping terlihatlah Aina yang juga tengah makan makanan yang sama seperti Bayu.
Bergeser ke insta story selanjutnya. Di sana terlihat Bayu yang membuat video tik tok bersama Aina, dari mana sebenernya kedua orang itu?
Elang yang kepo terus saja menggeser insta story Bayu dan benar saja begitu banyak foto dan video cowok itu bersama Aina. Tak hanya Elang yang kaget, anak-anak di kelas pun semua tengah membicarakan Bayu dan Aina. Bahkan di parkiran hingga koridor pun sama. Memangnya tau dari mana Elang semua ini jika tak dari mulut-mulut ember tukang gosip SMA Garuda?
"SELAMAT PAGI DUNIA TIPU-TIPU!"
Ini dia pelaku utamanya datang. Dengan wajah cerah ceria Bayu berjalan masuk ke dalam kelas. Sejauh ini semua mata terfokus menatapnya. Elang pun sama, hingga Bayu telah mengambil duduk di bangku tepat di depannya.
"Seneng banget tuh muka yang habis jalan sama Aina," celetuk salah satu siswa dalam kelas itu, panggil saja dia Farhan.
Bayu yang mendengarnya langsung tertawa. "Iya dong! Kapan lagi kan bisa jalan sama cewek paling cakep, paling populer seantero sekolah?" jawab Bayu menyombongkan diri.
"Halah! Paling juga Aina lo pelet mangkanya mau."
"Wah sembarangan ente kalau ngomong, gue jalan sama Aina tanpa paksaan ye!" balas Bayu tak terima.
"Masa? Nggak percaya tuh gue," ujar Farhan meremehkan.
"Dih, kalau nggak percaya tanya aja langsung sama orangnya."
Elang yang melihat perdebatan itu memilih untuk diam. Perkara jalan saja diributkan. Elang lalu menggeleng pelan, mengalihkan aplikasi pada ponselnya dari sosial media ke aplikasi belajar. Dunia penerbangan, entah mengapa Elang sangat tertarik dengan hal itu dari dulu, saking tertariknya Elang sampai rela mencari banyak informasi mengenai hal tersebut. Tak hanya tertarik karena keinginannya sendiri, Ibu Elang juga sama, ia ingin melihat Elang sukses dan menjadi seorang pilot.
Cling!
Saat asik membaca, tiba-tiba saja sebuah notifikasi pesan dari nomor tak dikenal masuk ke dalam ponselnya. Sebelah alis Elang mengerut bingung, ini nomor pribadi yang jarang orang tau kecuali orang terdekat, lalu siapa yang mengirim pesan barusan? Segera Elang membukanya.
No name : Good morning masa depan:)
No name : Semangat belajarnya hari ini!
No name : Oh ya sekalian save nomor gue ya? Aina Agista
"Oh shitt!"
Dari mana cewek itu bisa dapat nomornya? Pikir Elang. Tanpa mau repot membalas. Elang langsung menghapus pesan tersebut. Cowok itu lalu kembali membuka aplikasi belajarnya.
Di lain tempat, Aina telah merengut kesal karena pesannya yang hanya dibaca tanpa dibalas. Ia lalu meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja. Geram sendiri kepada Elang yang begitu cuek dan dingin.
"Udah, itu emang konsekuensi yang bakal selalu lo terima kalau masih ngebet suka sama Elang," kata Salsa kepada Aina.
Mendengar ucapan Salsa lantas membuat Aina menoleh menatap temannya itu. "Sal?" panggilnya.
"Hm?"
"Gimana ya caranya biar gue bisa sama Elang? Masa tuh cowok nggak normal? Secara kan semua cowok yang ada di sekolah ini suka sama gue, tapi Elang enggak. Dia gay ya Sal?"
"Hush! Jangan sembarangan. Mana iya Kak Elang gay? Ngada-ngada lo!" sentak Salsa.
"Terus, kenapa dia nggak pernah ngelirik gue sedikit pun? Apa gue kurang cantik?"
Salsa lalu terkekeh, ia mengubah duduknya jadi menghadap kepada Aina. "Dengerin gue, nggak semua cowok lihat cewek itu dari cantiknya. Mungkin Elang punya kriteria sendiri soal pasangan yang nggak ada di lo 'kan?"
"Ya tapi Sal—"
"Udah cukup sekian perdebatan tentang Elang hari ini," potong Salsa muak. Telinganya sudah cukup panas tiap kali harus mendengarkan Aina yang bercerita tentang Elang.
"Ck, selalu aja gitu!" kesal Aina.
Salsa hanya menaikkan kedua bahunya acuh. Gadis itu lalu memainkan ponselnya hingga tiba-tiba ia teringat suatu hal.
"Oh ya, Na?"
Aina memutar kedua bola matanya jengah. "Apa?!" jawabnya tak santai.
Salsa berdecak kesal. Ia lalu menunjukkan layar ponselnya kepada Aina, memperlihatkan sebuah foto kepada gadis itu.
"Beneran lo kemarin jalan sama Kak Bayu, Na?" tanya Salsa kemudian.
Aina menghela nafasnya kasar, sudah ia duga. Jujur sejak Aina tau jika Bayu diam-diam merekam dan memposting video serta foto mereka malam tadi Aina bisa langsung menebak jika sekolah akan heboh dan benar saja kejadian. Telah puas Aina mendengarkan namanya yang terus disebut dari gerbang masuk hingga ke dalam kelas. Memang dasar Kak Bayu, padahal kemarin cowok itu bilang foto dan videonya tidak untuk konsumsi publik.
"Iya, kenapa emang?" tanya Aina balik kepada Salsa.
Spontan Salsa membulatkan matanya tak percaya. "Kok bisa?"
"Ya buktinya bisa kan? Udahlah Sal, males bahas gue. Emang bener-bener tuh cowok omongannya nggak bisa dipegang!"
"Maksudnya?" bingung Salsa.
"Ya kemarin Kak Bayu bilang nggak bakal post apa pun tentang gue eh nggak taunya pas sampai rumah gue lihat SG dia isinya gue semua. Asem banget kan? Mana setelah itu i********: gue langsung rame DM sama orang-orang kepo."
Salsa terkekeh pelan mendengar penjelasan Aina. "Lagian lo sih aneh, mau-mauan aja diajak Kak Bayu jalan."
"Gimana ya Sal, mau ditolak itu sayang, timbal baliknya itu loh berarti banget buat gue."
"Apa emang?"
"Nomor Elang," jawab Aina dengan enteng.
Mendengar itu membuat Salsa langsung paham. Mangkanya tadi Salsa bingung dapat dari mana Aina nomor Elang, eh taunya barter dengan Bayu. Pintar sekali temannya satu itu. Salsa lalu bertepuk tangan karena hal tersebut.
"Salut gue sama lo!" kata Salsa. "Pinter banget ya kalau cari-cari kesampatan. Hah! Yakin gue kalau Elang sampai tau lo dapat nomor dia dari Bayu, bakal diamuk tuh cowok."
"Biarin, bagus biar Kak Bayu tau rasa!"
***
Jam istirahat sekarang tengah berlangsung. Aina dengan senyum yang diumbar kemana-mana berjalan dengan sangat santainya menuju kantin. Karena baru saja menyelesaikan tugas Aina terpaksa harus telat sepuluh menit untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Sampai di kantin, Aina langsung mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Salsa dan Devan. Namun sejauh mata memandang, tak ada Aina menemukan batang hidung mereka. Malah kini pandangan Aina sukses terhenti pada meja yang berada paling pojok. Elang dan kedua temannya tengah makan di sana. Tanpa pikir panjang, langsung saja Aina berjalan mendekat.
Dari tempatnya, rupanya Naufal telah menyadari kehadiran Aina yang mengarah pada meja mereka. Naufal lalu dengan sengaja menyenggol lengan Elang.
"Apaan?" tanya Elang.
"Cewek lo tuh," jawab Naufal sambil menunjuk ke arah belakang Elang dengan dagunya. Elang pun mengikuti arah pandangan Naufal, ia memutar kepalanya dan ya, terlihat Aina di sana.
Terdengar hembusan nafas kasar dari Elang. Apa tidak bisa Aina membiarkan Elang tenang barang sehari saja?
"Hai Elang!" sapa Aina yang telah berdiri di samping cowok itu.
"Ekhem! Diem-diem bae yang habis kencan," sindir Naufal kepada Bayu.
Menyadari akan adanya Bayu, sekalian saja Aina protes. "Eh Kak Bay! Bener-bener niat banget ya lo pansos sama gue! Mana yang katanya semua foto sama video buat pribadi? Sembarangan banget asal post tanpa ijin!" omel Aina kepada Bayu.
"Ya maap," balas Bayu.
"Maap, maap!"
Elang yang merasa muak lantas berdiri hendak pergi. Melihat hal itu Aina langsung dengan cepat menahan lengan Elang membuat Elang menatapnya tajam. Ditatap seperti itu siapa yang gak ngeri-ngeri sedap. Segera Aina melepaskan cekalannya dan tepat setelah itu Elang langsung berjalan pergi.
"Kak Elang!"
"Ssttt, kejar!" kata Naufal.
Aina pun mengangguk. Segera setelahnya Aina berlari menyusul Elang hingga sampai di koridor. Semua mata tertuju kepadanya bersamaan dengan bisikan-bisikan sinis para cewek yang iri.
Nafas Aina sampai terengah karena saking cepatnya Elang berjalan.
"Huh, engap banget gue," gumam Aina.
Gadis itu lalu kembali melihat ke depan, Elang masih jauh di depan sana. Hingga satu tarikan nafas berikutnya, Aina berlari dan melompat menghadang jalan Elang dari depan.
"Ck, kenapa sih menghindar terus kalau dikejar? Kayak maling aja," ucap Aina kemudian.
Elang menatap Aina datar. "Bisa minggir nggak dari jalan gue?"
Aina menggeleng. "Bisa sih, tapi gue nggak mau."
"Minggir!" desis Elang dengan begitu dingin.
"Nggak mau! Oh ya Elang, kok chat gue nggak dibales tadi?" tanya Aina.
"Nggak penting."
Lagi-lagi Elang menjawab pertanyaan dengan singkat dan jelas. Apa Elang tak mempunyai mode basa-basi dalam tubuhnya?
"Ck, kenapa sih? Jadi orang tuh jangan kaku-kaku kenapa! Nggak dapat jodoh mampus lo!" kata Aina.
Sebelah alis Elang lantas terangkat. "So, ada gue peduli?" balasnya.
Aina sampai kesusahan untuk menelan ludahnya sendiri. Aina harus ekstra sabar menghadapi makhluk berupa tembok dikasih nyawa satu ini.
"Sekarang bisa minggir?" suruh Elang.
"Apa lo nggak tertarik sedikit pun sama gue, Lang?" tanya Aina dengan berani.
Lihat saja semua murid di sekitarnya? Mereka sampai membicarakan Aina secara terang-terangan.
"Lang, lo mau nggak jadi pacar gue?"
Damn it!
Elang mengusap wajahnya tak percaya. Ia lalu menatap Aina dengan sangat tajam. "Lo camkan perkataan gue satu ini, gue nggak suka sama lo dan nggak akan pernah suka sama lo! Sampai kapan pun itu!" ucap Elang penuh penekanan.
Setelahnya Elang langsung menepis pundak Aina, memaksa Aina agar menyingkir dari jalannya. Aina hanya bisa terdiam cengo. Tidak, ini tak bisa dibiarkan. Bagaimana pun caranya, Aina haurs bisa menembus masuk ke dalam hati Elang. Harus.
"ELANG! GUE NGGAK PEDULI MAU SEBERAPA BANYAK LO NOLAK GUE! GUE AKAN TETAP SUKA SAMA LO!"
"GUE AKAN TETAP BERUSAHA BUAT LO CINTA SAMA GUE!"
"ELANG! LO AKAN JATUH CINTA SAMA GUE!"
Huh, Aina puas sekarang. Dilihatnya kemudian ke kanan-kiri.
"Apa? Lo semua iri kan sama gue?" tanya Aina tanpa takut. Para murid yang tadi berbisik itu seketika diam.
"Sana cabut lo semua! Nggak enak banget tuh mulut kayaknya kalau nggak ngomongin orang!" gerutu Aina kesal sebelum berjalan pergi.
Namun tanpa Aina sadari. Seseorang dari tadi telah terus mengawasinya. Seringai menyeramkan ditunjukkan oleh orang itu.
"Awas aja lo Aina!"
***
"Tepung udah, susuu udah, penyedap, kecap, semua udah. Kurang apa lagi ya?"
Pulang sekolah Aina harus mampir dulu ke supermarket atas perintah sang Mami yang menyuruhnya untuk belanja bulanan. Aina terus berkeliling memutari setiap rak keperluan dapur itu sambil sesekali mengecek note yang diberikan Fifi melalui ponselnya.
"Kayaknya udah deh," gumam Aina.
"Astaga minyak!" pekik gadis itu setelah melewatkan satu balanjaan penting. "Bisa ngomel tujuh hari tujuh malam tuh nyonya Fifi kalau minyaknya ketinggalan."
Aina lalu mendorong trolinya mencari keberadaan si minyak. Entah karena terlalu fokus mencari atau apa, troli yang Aina dorong sukses menabrak tubuh seorang cowok. Karena terkejut, keduanya pun sama-sama terdiam. Hingga Aina tersadar dan segera meminta maaf.
"Sorry ya, saya bener-bener nggak sengaja," ucap Aina.
Cowok itu mengangguk seraya tersenyum, sangat manis pikir Aina.
"Nggak pa-pa kok, santai," balasnya.
Astaga, lihatlah wajah dan senyuman itu, rasanya kalau tak ingat hatinya sudah jadi milik orang, Aina ingin menculik cowok itu sekarang juga.
"Emm kalau gitu saya duluan ya? Permisi," kata cowok itu dengan sangat sopan.
"Ah iya, sekali lagi maaf ya?"
Cowok itu membalasnya dengan senyum dan anggukan. Setelah memastikan cowok itu telah menjauh, Aina langsung menutup mulutnya berusaha menahan diri agar tak teriak. Kenapa cowok itu begitu tampan?!
Oke Aina, tarik nafas, tahan, buang.
Fyu! Aina sampai mau melupakan minyaknya. Segera Aina kembali berkeliling mencari keberadaan cairan kuning tersebut dan tak butuh waktu lama, Aina langsung menemukannya. Aina lalu mengambil merk yang biasa Maminya beli. Di sana Aina kembali mengecek list belanjaannya, memberi tanda centang pada semua yang telah dia beli. Dirasa tak ada yang kurang, Aina pun segera mendorong trolinya menuju mesin kasir.
Ketika sampai, Aina kembali dipertemukan dengan cowok manis tadi namun sepertinya ada masalah dengan cowok itu.
"Gimana Mas?" tanya mbak kasir yang sampai di telinga Aina.
"Aduh, bentar mbak saya coba telfon Ayah saya dulu."
"Oh baik, silahkan antrian selanjutnya."
Giliran Aina, gadis itu maju, di saat bersamaan tatapannya bertemu dengan mata cowok itu. Namun hanya sesaat karena Aina langsung memutuskan kontaknya.
"Totalnya 678.000, Kak. Mau bayar pakai cash atau debit?"
"Debit," jawab Aina memberikan kartunya.
"Baik sebentar ya Kak."
"Em mbak, cowok itu kenapa ya?" tanya Aina pelan kepada mbak kasir tersebut sambil melirik cowok manis tadi.
"Oh kartu ATM-nya diblokir kak."
Aina menganggukkan kepalanya. "Kalau gitu sekalian aja mbak sama bayar punya dia," kata Aina.
Sesaat mbak kasir tersebut bengong namun dengan cepat ia mengangguk. "Baik," katanya.
Setelah selesai dengan urusan bayar membayar, Aina kembali mendorong trolinya untuk keluar. Saat melewati cowok tadi, Aina berhenti membuat cowok itu kebingungan.
"Nih punya kamu," ucap Aina memberikan apa yang tadi cowok itu beli.
Raut wajah kebingungan semakin terpampang nyata di sana. "Maaf, maksudnya apa ya?"
"Ini saya yang bayar, anggap saja ucapan maaf tadi telah nggak sengaja nabrak."
Sontak cowok itu tertawa pelan. "Saya jadi nggak enak nih," katanya.
"Santai, kalau gitu saya duluan ya?"
"Eh tunggu!"
Langkah Aina langsung terhenti. Cowok itu kini telah berada di hadapannya, ia mengulurkan ponsel kepada Aina. "Boleh minta nomor hp kamu, mungkin nanti saya akan ganti uangnya."
"Nggak usah diganti, saya ikhlas kok."
"Ayolah, please," pinta cowok itu memelas.
Akhirnya mau tak mau Aina pun mengetikkan nomornya pada ponsel cowok itu.
"Namanya?"
"Oh, Aina."
"Aina," gumam cowok itu sambil mengotak-atik ponselnya.
"Oke terima kasih ya, em nama saya Aldove," kata cowok itu ganti mengulurkan tangannya. Tanpa pikir panjang Aina membalas uluran tangan itu.
"Nice to meet you," balas Aina.
"Saya juga, yaudah ayo saya antar ke kaluar."
"Eh astaga nggak perlu."
"Udah nggak papa."