8. Aina ngedate sama Bayu?

2034 Words
Ciiit! Motor Elang berhenti dengan sempurna di depan rumah Aina. Segera gadis itu turun. Ia tersenyum manis kepada Elang. "Makasih ya udah anterin gue pulang," ucap Aina. "Hm, dengan terpaksa jangan lupa," koreksi Elang. "Enggak kok, mana mungkin gue lupa sama lo, orang yang selalu menuhin pikiran gue tiap malam." "Terserah." Brum! Ya, dengan cepat tanpa pamit Elang bersama motornya melaju pergi begitu saja. Dia pikir sopan kah begitu? Kedua bola mata Aina sampai membulat tak percaya dengan apa yang dia lihat. Bisa-bisanya dia jatuh hati kepada es balok di kasih nyawa seperti Elang. Udah dingin, nggak punya perasaan, ah sudahlah namanya juga cinta. Aina lalu menggelengkan kepalanya, dan berbalik badan masuk ke dalam rumah. "Assalammu'alaikum Aina pulanggg!!!" teriaknya sebelum membuka pintu. *** "Ah iya berkasnya akan saya kirim setelah ini." "..." "Oke siap." Tok! Tok! Tok! Sontak saja Mahen langsung mematikan sambungan teleponnya, ia lalu menoleh ke belakang dan mendapati Elang telah berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Masih dengan seragam sekolah lengkap dengan tas dan jaket. "Tumben? Ada apa?" tanya Mahen mendekati Elang. "Uang bulanan saya habis, bisa kirim lagi?" jawab Elang membuat Mahen terkejut, ia pikir Elang ingin berdamai dengannya namun ternyata salah. Mahen lantas terkekeh pelan. "Lima juta sebulan apa itu kurang? Kamu masih SMA paling cuma butuh apa sih?" "Pastinya penting, uang saya habis buat keperluan Ibu saya, orang yang nggak pernah dapat nafkah dari suaminya sejak suaminya selingkuh." Tatapan Mahen seketika menajam kepada Elang. "Ngomong apa kamu?" sentak Mahen. "Benar 'kan apa yang saya katakan?" Mahen terdiam tak bisa menjawab. Pria itu lalu berbalik badan pergi kembali duduk di kursi kerjanya. "Mau dikirim berapa?" tanya Mahen. Senyum miring tercetak jelas di wajah Elang. "Sepuluh juta," katanya. "Kamu mau peras Ayah, Lang?" "Kenapa? Dari pada uang Anda habis untuk jalang, mending dibuat hal berfaedah seperti ini bukan? Menyenangkan anak dan istri, itu pun kalau masih ingat punya keluarga." Kata tiap kata yang keluar dari mulut Elang selalu saja bisa memojokkan Mahen. Pria itu kembali kalah, ia lalu membuka ponselnya mengirimkan nominal uang yang Elang minta. "Sudah Ayah kirim, sekarang silahkan pergi." Elang mengecek ponselnya. Setelah puas ia pun pergi tanpa sepatah kata pun. Masih di tempatnya Mahen hanya bisa memijit pelipisnya karena merasa pusing. Elang, anak itu selalu berani kepadanya. Mahen sadar ini semua salahnya namun bagaimana lagi, keadaan yang memaksa Mahen seperti ini. Jauh dalam lubuk hati terdalamnya Mahen sebenarnya ingin keluarganya kembali utuh. *** "Wiihh dapat coklat lagi, Na?" tanya Fifi yang baru saja pulang kerja dan langsung membuka lemari es. Inginnya mengambil minuman dingin, namun seperti hari-hari sebelumnya perhatiannya selalu ditarik oleh banyaknya coklat yang ada di sana. Aina yang tiduran di atas sofa sambil bermain ponsel lalu mengubah posisinya menjadi terngkurap sambil menatap Fifi. "Lumayan kan Mi buat camilan, sebenarnya tadi ada banyak tapi Nana kasih sama Salsa sebagian, terus Devan tadi juga minta buat adeknya katanya," ucap Aina. Fifi lalu mengambil sebotol minuman dingin dan satu batang coklat yang berukuran kecil, ia kemudian berjalan mendekati Aina, menyuruh Aina duduk agar ia bisa ikut duduk sofa tersebut. "Gimana sekolah?" tanya Fifi. "Baik kok." Mata Fifi memicing melihat Aina. "Yakin? Tadi siang Mami dapat laporan loh katanya kamu tidur di kelas waktu pelajaran bahasa inggris." Lantas dengan cepat Aina menggeleng. "Nggak kok Mi, Nana nggak tidur, suwer," jawab Aina sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya bersamaan membentuk tanda peace. Setelah itu terdengar helaan nafas kasar dari Fifi, wanita itu lalu menyandarkan punggungnya pada sofa. "Sekolah yang bener Na, Mami udah kerja keras gini buat kamu biar hidup kamu enak nanti. Mami cari sekolah mahal buat kamu bukan untuk gaya-gayaan, Mami mau pendidikan yang terbaik buat kamu. Belajar yang bener ya? Jangan main-main mulu." Ucapan Fifi berhasil membuat Aina sedikit terenyuh. "Iya Mi, Nana paham." "Yaudah kalau gitu Mami mau mandi dulu, lengket semua badan." "Tunggu, Mi!" Baru saja berdiri hendak berjalan, Aina sudah menahannya. Fifi pun berbalik badan melihat Aina yang juga telah berdiri di belakangnya. "Apa?" tanya Fifi. "Habis ini Nana mau keluar sebentar, boleh?" "Mau ke mana sih, Na?" Aina menggembulkan pipinya sambil menunjukkan puppy eyesnya, melihat itu Fifi hanya bisa menghela nafas panjang. "Sama siapa? Keluar ke mana?" tanya Fifi lagi. "Sama temen, nggak jauh kok, cuma cari kado doang," jawab Aina. "Salsa?" Aina menggeleng. "Bukan." "Devan?" "Bukan juga." "Terus?" "Kak Bayu, kakak kelas Nana, boleh ya? Please." Kalau sudah merengek seperti itu ya Fifi bisa apa. Akhirnya Fifi mengangguk, tatapannya lalu mengarah pada jam dinding di ruangan itu. "Harus pulang sebelum jam sepuluh, paham?" Seketika mata Aina berbinar senang. Ia lantas menegakkan badannya dan memberi hormat kepada Fifi. "Siap Mi! Makasih ya kalau gitu Nana mau siap-siap dulu." Muach! Dengan cepat Aina melompat lalu mengecup pipi Fifi sebentar, sebelum Aina berlari pergi menuju kamarnya. Fifi hanya bisa menggelengkan kepala tak mengerti lagi, Aina begitu ajaib. *** Kak Bayu : Woi! Rumah lu yang mana anjir gue dah muter-muter sampe pusing ga ketemu juga Aina : Lo sekarang dimana dah Kak? Kak Bayu : Gtw, udah masuk komplek perumahan lo kok, tapi gangerti rumah lo yang mana satu Aina : Ck, coba vidcall gue cepet Kak Bayu : Oke Kak Bayu incoming video call Tanpa menunggu lama Aina segera menggeser tombol hijau pada layar ponselnya. Di sana sudah ada wajah Bayu yang memenuhi layar. "Woi rumah lo yang mana ngab?" tanya Bayu. "Ya biasa aja suaranya nggak usah ngegas! Coba sini tunjukin lo ada di mana." Bayu lalu membalikkan kameranya, saat itu juga Aina rasanya ingin menggeplak kepala Bayu dengan kencang. "Kak Bayu ganteng?" "Emang dari lahir," balas Bayu cepat membuat Aina berdecak kesal. "Eh, itu lo udah ada di depan rumah gue Kak! Astaga!!" Kamera kembali mengarah kepada Bayu, cowok yang terus membenarkan tatanan rambutnya itu memasang muka sok terkejut. "Seriusan?" tanyanya. "Iya!" bentak Aina. "Udah tunggu bentar gue keluar." "Oke siap sayang!" "Dih, sayang-sayang pala lo peyang! Gue matiin dulu bye!" Dengan kasar Aina mematikan ponselnya, bodoh amat dengan Bayu. Dengan langkah cepat Aina berjalan keluar kamarnya menuruni anak tangga dan masuk ke dalam kamar Fifi, terlihat Fifi tengah maskeran di depan cermin sambil menonton drakor. Dasar emak-emak nggak inget umur. "Wihhh asik tuh yang lagi nonton," ucap Aina dari depan pintu. Fifi yang mendengar suara Aina langsung mematikan laptopnya, dengan senyuman geli Fifi berjalan mendekati anak semata wayangnya itu. "Baru juga mulai Na, udah kamu recokin," kesal Fifi. "Ya maaf, Nana cuma mau pamit." kata Aina sambil meraih tangan kanan Fifi untuk diciumnya. "Udah di jemput?" tanya Fifi. "Udah depan pager, Nana berangkat ya, assalamm'ualaikum." "Wa'alaikumsalam, hati-hati." "Iyaa siap, bye Mi." Setelah itu Aina segera berjalan keluar menghampiri Bayu. Benar saja, cowok itu sudah berada di atas motornya, dan membenarkan rambut lagi. Aina sampai heran, apa tidak bisa sebentar saja Bayu tak menata rambutnya? Perasaan dari tadi ngaca juga nggak ada yang berubah tuh gaya rambut. Aina menggelengkan kepalanya dan berjalan mendekat. "Pecah tuh spion lama-lama saking bosennya lihat muka lo, Kak. Heran ngaca mulu perasaan." Bayu sempat tersentak, namun detik berikutnya cowok itu malah terkekeh. "Gimana, udah cakep belum gue?" tanya Bayu dengan pedenya. "Belum, masih biasa aja di mata gue. Nggak tau kalau di mata orang lain," jawab Aina. Mendengar itu membuat Bayu merengut kesal. "Kak, lo itu ganteng kok, tapi di mata orang yang tepat!" kata Aina lagi. "Siapa?" tanya Bayu. "Ya mana gue tau, jodoh lo mungkin, pastinya bukan gue ya." "Padahal gue ngarepnya lo, Na." balas Bayu. Lihatlah wajah Aina yang sudah berubah geli itu. Gadis itu lantas tertawa, lebih tepatnya meledek. "Sorry aja nih Kak, tapi gue ngarepnya sama temen lo, bukan sama lo!" "Ah elah, Na. Mau sampai koala lahiran gajah nggak mungkin lo bisa sama Elang! Tuh cowok alergi sama perempuan, apalagi yang modelannya gatel kayak lo, bisa diare setahun dia," ujar Bayu hiperbola. "Dih, yang namanya hati bisa berubah kali Kak, siapa tau Elang emang luluhnya cuma sama gue nanti." "Iya siapa tau aja, gue nggak aminin deh." "Ih Kakkkk!!" rengek Aina. Bayu puas tertawa. Cowok dengan kemeja kotak-kotak kuning itu lantas segera menyalakan mesin motornya, memakai helmnya setelah memberikan helm untuk Aina. Tanpa menunggu perintah, Aina yang telah memakai helm langsung naik begitu saja ke atas motor Bayu, membuat motor itu sedikit oleng karena belum siap. "Bisa tunggu aba-aba dulu nggak sebelum naik?" tegur Bayu dari balik helm full facenya. "Nggak bisa! Lo kelamaan!" balas Aina setengah teriak di belakang sana. "Ck, untung cewek. Yaudah pegangan, gue ngebut nih!" "Weh gila lo—" Brum! "HUAAAA KAK BAY!" *** Di sinilah Aina dan Bayu sekarang, pusat berbelanjaan yang cukup besar di Jakarta. Sekilas keduanya tampak serasi, lihat saja dari baju mereka yang matching. Meski selalu ribut namun tetap saja, beberapa pasang mata sesekali diam-diam memperhatikan mereka. Aina sendiri sebenarnya malas jalan bersama Bayu, tapi mengingat reward yang akan diberikan membuat Aina harus mau tak mau untuk ikut. Memang kapan lagi kan dia dapat nomor Elang secara cuma-cuma? "Kak Bay, masih lama ya? Emang lo cari kado apa sih Kak? Mermaid?" tanya Aina yang terlihat mulai kelelahan. Bayu yang berjalan sedikit di depan Aina lantas berhenti dan berbalik badan. "Ck, lemah banget jadi cewek! Semangat dikit kek, biasanya tuh ya para cewek suka kalau diajak jalan ke mall, ini enggak malah ngeluh mulu dari tadi heran gue." Sontak saja mata Aina membulat tak terima dikatain seperti itu. Aina langsung berkacak pinggang, menatap Bayu sengit. "Jangan sembarangan ya kalau ngomong! Cewek lemah, cewek lemah, gimana nggak lemah orang dari tadi lo cuma ngajak gue muter, eh di tawarin makan kek minum kek. Dasar! Cowok nggak bertanggung jawab!" omel Aina. "Kan gue udah janji kasih nomor Elang, apa masih kurang sampai lo minta makan sama minum? Beli sendirilah!" "Wah bener-bener lo Kak! Woi! Muterin mall segede gini juga perlu tenaga, Pak!" sentak Aina. "Yaudah oke, sekarang lo pilih mana, makan plus minum atau nomor Elang, hm?" tanya Bayu. Pilihan macam apa itu? Rasanya Bayu memang sengaja mempersulit Aina. Gadis dengan rambut yang tergerai lurus itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Selanjutnya Aina memilih untuk melengos begitu saja melewati Bayu, berjalan mendahului cowok itu. "Buruan Kak! Ah lama banget lo kalau jalan, dasar lemah!" umpat Aina. Di belakang sana Bayu sukses menahan tawa. Diikutinya saja ke mana Aina pergi, toh tujuan utamanya bukan mencari kado, tapi memang ingin sok terlihat kencan dengan cewek paling populer di SMA Garuda saat ini. Lihat saja setelah beberapa fotonya dan Aina tersebar di sosial media pasti besok sekolah langsung heboh. "Woi onah! Ngapain lo ke sana? Sini!" Bayu meneriaki Aina yang salah jalan. Mereka sekarang masuk di sebuah toko baju, Bayu melangkah ke tempat perempuan melihat-lihat beberapa stelan baju di sana. Aina hanya ikut saja di belakang hingga Bayu mengambil sebuah dress yang cukup terlihat lucu di mata Aina. "Bagus mana, Na? Hitam atau marun?" tanya Bayu kepada Aina sambil mengangkat dua pilihan dress-nya. Aina memperhatikan keduanya dengan seksama. "Kalau gue sih suka yang marun. Buat siapa sih Kak? Pacar lo ya?" Bayu menggeleng. "Bukan, temen." "Halah, temen apa temen?" "Nggak usah ngeledek! Udah gue bungkus yang ini ya?" "Ya terserah lo kan lo yang beli." "Ck, tapi bagus ini kan?" tanya Bayu jengah. Aina mengangguk saja biar cepat. Setelah itu Bayu berjalan menuju kasir dan membayar belanjaannya. Keluar dari toko baju, mereka masuk ke toko sepatu. Aina terus membuntuti Bayu memilih sepatu cowok, sampai tatapan Aina terhenti pada sebuah sepatu berwarna dominan putih dengan perpaduan warna merah dan ada sedikit hitam. Aina mengambil sepatu itu, memperhatikan setiap sudutnya dan Aina suka! "Beli nggak ya?" gumam Aina, saat Aina melihat harganya gadis itu menggeleng. "Mehong cuy!" Aina meletakkan kembali sepatu itu, namun ternyata dari tempatnya berdiri, Bayu telah memperhatikan Aina. Langsung saja Bayu berjalan mendekat. "Kalau mau ambil aja Na, gue yang beliin." Sontak kedua mata Aina membulat tak percaya, Aina juga tertawa karenanya. "Sok-sokan mau bayarin sepatu, makan sama minum aja peritungan." "Gue serius, kalau mau ambil aja gue yang bayar. Tenang nggak bakal gue suruh tuker sama nomor Elang kok," kaya Bayu terlihat tak bercanda. "Hah! Nggak deh kak makasih, next time aja gue beli sendiri. Sekarang dari pada lo traktir gue sepatu yang harganya jutaan mending lo traktir gue makan. Cacing udah pada demo nih minta asupan." Bayu menarik nafasnya dalam, ia lalu mengangguk. "Yudah gue bayar punya gue dulu," katanya sambil menenteng sepatu pilihannya. "Oke!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD