"Semua udah kamu pahami, kan? Kalau nggak ada lagi yang mau ditanyakan, Papa harus kembali."
Darius yang sedari tadi duduk berbincang di ruangan Lucas memutuskan untuk bersiap pergi. Ia pun mengingatkan sang putra untuk fokus dengan tugas yang baru saja di embannya.
"Udah, Pa. Semua udah Lucas ingat."
"Kalau gitu, Papa tunggu laporan Daniel dan Danu secepatnya. Semoga bulan depan semuanya bisa pelan-pelan selesai dan setelah itu, kamu bisa fokus untuk mempersiapkan pernikahan."
Lucas mengangguk saja. Sebenarnya malas saja kalau sang ayah sudah menyinggung soal pernikahan. Tapi, karena tidak ingin berdebat yang nantinya malah berujung panjang, dirinya meng-iyakan saja apa yang sudah dititahkan.
Sementara itu, di ruang Divisi keuangan, para staff nampak berkumpul sembari berbincang heboh. Kesemuanya sibuk menggosipkan pimpinan baru yang mulai hari ini akan mulai menjalankan tugas yang sudah lama kosong.
Deasy sendiri di ruangannya terlihat samar-samar mendengarkan. Entah kenapa, ia jadi ikut tertarik dengan apa yang para staff nya gosipkan pagi ini.
"Gila, penyegaran mata banget ya bos baru kita ini. Udah cakep, tinggi, putih, wangi pula."
Della, gadis berambut pirang itu terdengar mengoceh. Sudah dari tadi ia terdengar memuji penampilan Lucas yang begitu menyilaukan matanya.
"Tau dari mana kamu kalau Pak Lucas wangi?" tanya staff pria berkaca mata nampak penasaran.
"Ya Tuhan, Andro. Kan tadi Pak Lucas lewat di depan ruangan kita. Itu parfum dia pasti merk mahal. Wanginya keciuman terus nempel lama banget."
"Berlebihan. Kalau urusan wangi, kita-kita cowok di ruangan ini pun juga wangi."
"Beda kali. Wangi ya Pak Lucas ini enak banget. Bikin klepek-klepek."
"Kamu itu jenis ikan mas koki atau gimana, Del? Pakai klepek-klepek segala," olok Andro sengaja.
"Tapi, omong-omong soal wangi parfum, aku kayak samar terus familiar banget sama baunya. Kayak yang pernah cium sebelumnya." Starla kembali berbicara sembari mengingat-ingat. Entah kenapa, ia yakin dengan apa yang tengah dirasakannya.
"Ah, perasaanmu aja. Sok ngaku-ngaku familiar baunya segala macam."
"Emang iya, kok. Tapi, serius nggak nyangka kalau bakal dapat pimpinan baru secakep ini. Kan enak, jadi semangat turun kerja. Tapi, ngomongin soal cakep, kira-kira udah punya pacar atau belum, ya?"
"Paling juga udah ada pawangnya. Secara cakep gitu."
"Yaelah sayang banget kalau udah punya pacar. Tapi, sebelum janur kuning melambai, masih milik bersama, kan?"
"Kalau mau yang jomlo, kamu sama Lucas Fernando aja. Dia single sampai kiamat," sahut Andro dan langsung membuat Della berdecak malas.
"Nama aja sama-sama Lucas. Tapi nasibnya jauh banget macam langit dan bumi."
"Lagian, kalau pun Pak Lucas itu masih single, nggak mungkin banget nglirik b***k corporate macam kita, Del," tukas Starla berusaha menyadarkan Della dari mimpinya. "Paling mentok modelan Bu Deasy yang bakal dia lirik."
"Nahh!" sahut Della membuat staff lainnya terkejut. "Ketimbang Pak Danu, yang lebih cocok sama Bu Deasy itu modelan Pak Lucas gini. Seimbang. Cakep dan cantik. Kan enak dilihatnya."
Staff bernama Andro langsung berdecak. Lama-lama muak mendengar para staff wanita heboh membicarakan atasan baru mereka.
"Ketimbang ngomongin tampang, mending kita sama-sama liat terus buktikan bos baru ini bakal kasih gebrakan apa. Takutnya aja cuma menang tampang doang."
"Dih, iri dengki banget." Starla, staff lainnya langsung menimpali. Tidak rela sepertinya idola barunya dikatai macam-macam.
"Bukan iri dengki. Takutnya, cakep doang tapi ternyata nggak bisa apa-apa. Lagian, kita ini siapa? Kok malah jodoh-jodohin bos baru sama Bu Deasy segala."
Di ruangannya, Deasy terus saja menguping sambil senyum-senyum sendiri. Apa dia kata, memang dirinya itu lebih cocok menjadi pasangan Lucas tampan seperti apa yang ia bayangkan dalam beberapa waktu belakangan.
Asyik melamun, telpon intercom di atas meja Deasy berbunyi. Rupanya sekretaris pimpinan yang baru saja menghubungi. Memintanya untuk segera menghadap sembari membawa laporan keuangan beberapa waktu belakangan untuk ditinjau ulang oleh Lucas.
Bak gayung bersambut. Atau katakanlah suratan takdir dan jodoh, dengan senang hati Deasy menghadap Lucas di ruangannya. Tanpa perlu banyak basa basi lagi, ia langsung menyerahkan berkas yang diminta oleh Lucas. Deasy berharap, ketika ada waktu nanti, ia akan manfaatkannya untuk bertanya-tanya kembali pada pria yang ia yakini pernah menidurinya tersebut.
"Permisi, Pak Lucas. Ini berkas yang bapak minta."
Lucas mengangguk. Lalu menerima sodoran map yang baru saja Deasy serahkan kepadanya.
"Terima kasih."
"Apa ada yang Pak Lucas butuhkan lagi?"
Lucas mendongak. Berpikir sembari menimbang apa yang ia perlukan. Mumpung dirinya memiliki akses untuk melakukan apa yang sebelumnya tidak bisa ia lakukan.
"Saya bisa minta laporan keuangan seluruh manager di Fourtynine tanpa terkecuali?"
Deasy langsung mengangguk.
"Bisa, Pak. Bapak butuh kapan?"
"Secepatnya karena ingin saya cek dan pelajari segera."
"Kalau begitu, setelah ini langsung saya ambil dan serahkan file nya."
Lucas mengangguk, lalu membiarkan Deasy pergi. Lima belas menit berselang wanita itu kembali masuk dan menyerahkan apa yang ia pinta.
"Semuanya sudah saya taruh dalam map, Pak. Selebihnya dalam bentuk soft file, saya kirim dalam bentuk dokumen ke email khusus pimpinan."
"Oke terima kasih. Kamu bisa kembali lanjut kerja."
Deasy mengangguk. Tapi, tak kunjung pergi. Padahal, Lucas sudah mempersilakannya untuk segera lanjut bekerja.
"Kenapa? Ada sesuatu yang mau kamu omongkan?" tegur Lucas saat mendapati Deasy yang masih saja berdiri diam, tidak beranjak.
"Saya mau memastikan sesuatu, Pak."
Lucas menatap sembari memerhatikan. Pandangan matanya tidak sedikit pun beralih pada Deasy yang tengah berdiri di depannya.
"Memastikan sesuatu? Sesuatu apa?"
"Itu ... anu ... Pak."
"Anu kamu kenapa?"
"Eh? Anu saya nggak kenapa-kenapa."
"Lah terus?"
"Saya cuma mau memastikan kalau sebelumnya kita emang pernah ketemu, kan? Di salah satu Bar?"
Lucas tersenyum kemudian menggeleng.
"Saya nggak pernah ketemu kamu sebelumnya. Pertama kali ketemu waktu diacara peresmian itu aja."
"Masa sih, Pak? Tapi kok saya kayak yang familiar banget sama Pak Lucas."
"Maksud kamu muka saya pasaran?"
Deasy langsung menggeleng. Dirinya membantah apa yang Lucas katakan barusan. Entah keberanian dari mana, ia kembali mengejar kepastian dari pria yang menjabat sebagai pimpinannya tersebut.
"B-bukan, Pak. Bukan gitu maksud saya. Cuma, rasa-rasanya saya yakin pernah ketemu Pak Lucas bahkan pernah melakukan sesuatu."
Kening Lucas kali ini mengernyit dalam.
"Melakukan sesuatu? Sesuatu apa?"
"Hmmm ..." Deasy tidak langsung menyahut. Tampak seperti orang yang sedang berpikir.
"Sesuatu apa?" ulang Lucas mengejar.
"Make out, misalnya."
Lucas kembali tertawa. Lalu dengan santai pria itu menatap dalam ke arah Deasy.
"Gimana caranya mau make out sama kamu kalau saya aja nggak kenal sebelumnya."
Deasy kembali menggeleng. Maju mendekat, bahkan mencondongkan sedikit tubuhnya. Lalu tanpa terduga menurunkan sedikit blazernya demi dapat menunjukkan sesuatu yang tadinya tertutup untuk kemudian diperlihatkan kepada Lucas.
"Tapi serius, ini tato ikan cupang di atas d**a saya, bapak yang buat, kan? Ngaku aja deh, Pak."