3. Tugas Penting

2057 Words
Lucas nampak memasang wajah penuh tanya. Baru saja sampai kantor dan memasuki ruangan kerja, dirinya mendapati beberapa rekan seruangan tampak meringis seolah tengah terjadi sesuatu pada mereka. Sebenarnya, pemandangan seperti ini tidak perlu lagi Lucas pertanyakan. Setiap akhir bulan saat dikejar deadline atau mungkin saat kurang maksimal menjalankan instruksi dari atasan, pasti wajah teman-temannya selalu 'lecek' seperti sekarang. "Kenapa lagi? Kok pada kusut gitu mukanya? Macam dikejar debt collector aja." Andro, pria yang memakai kemeja warna biru langsung melirik ke arah Della, Starla, dan juga Riko, rekan lainnya. Memberi kode, meminta agar salah satu dari mereka menjelaskan apa yang sudah terjadi sebelumnya. "Pada napa, sih?" tanya Lucas semakin heran. Padahal, apa susahnya tinggal menjelaskan. Dari mereka berempat, masa iya tidak ada yang berani atau sanggup satu pun memberitahunya? "Biasa, Luc. Ibu Suri barusan ngamuk," jelas Riko pada akhirnya sambil melirik ke kanan dan ke kiri, seolah takut ada yang mendengar apa yang baru saja ia katakan. Lucas tentu saja tahu benar siapa yang mereka maksud dengan Ibu Suri. Julukan serta gelar itu memang secara khusus diberikan anak-anak divisi keuangan untuk wanita yang tak lain adalah sosok Deasy Vendela. Karena terkenal keras, tegas, dan tidak suka dibantah, semua orang sepakat menganggap Deasy adalah manager paling killer yang memiliki tahta tertinggi di hampir seluruh divisi mengalahkan Danu Setiawan yang jelas-jelas memiliki jabatan di atas Deasy. Semua pekerjaan yang wanita itu beri harus 100% sempurna. Apabila terdapat cacat atau kesalahan barang sedikit saja, siap-siap satu ruangan bakal kena amuk tujuh hari tujuh malam. Ya, contohnya seperti sekarang ini. "Memangnya Bu Deasy ngomel kenapa lagi?" Lucas lantas duduk. Memerhatikan dengan teramat saat temannya mulai bercerita. "Itulo, Luc, soal soft launching mall yang ada di daerah Jaksel, anak divisi pemasaran salah tulis tanggal di banner dan flyer. Jadi, mereka mau revisi terus ajukan dana tambahan ke kasir. Bu Deasy tau hal ini, terus dia ngamuk. Kita yang nggak tau apa-apa ikut diomelin juga. Bahkan, waktu tadi baru sampai aja udah dikasih kultum dan ceramah panjang lebar sampai ini telinga penging dengarnya." Lucas mengangguk paham. Jelas saja Deasy sampai marah atau ngomel-ngomel. Kesalahan yang terlihat sepele tersebut kalau diurai dan dijabarkan alurnya, memang akan berakibat fatal. "Ya gimana nggak marah, bukannya itu acara soft opening bakal jalan tiga hari ke depan? Terus ini salah tulis dan mau seenaknya dicetak ulang. Kan bakal makan waktu juga." "Cuman sehari, Luc, estimasinya," tukas Andro. "Memang sih cuma sehari cetaknya. Terus bagi dan share ke publiknya kapan? Besok, kan? Belum lagi cetak ulang banner dan flyer yang jumlahnya lumayan banyak, yang mana sudah dipastikan bakal butuh extra cost. Harusnya, udah tau buat salah, ya tanggung jawab lah. Kan bisa pakai uang pribadi buat cetak ulang. Bukannya malah ajukan penambahan dana cetak," cerocos Lucas panjang lebar. Lama-lama ia gemas sendiri jadinya. "Tapi, Luc. Terlepas dari kesalahan anak pemasaran, ini divisi kita kan nggak salah apa-apa loh. Kenapa ikut disemprot juga," kata Starla menengahi. Pusing juga kepalanya kalau hampir tiap hari mendengar teguran dari Deasy. "Apa jangan-jangan bu Deasy jadi pengomelan gini gegara sakit hati ditinggal nikah sama Pak Danu?" "Eh bener juga, sih," sahut Della yang tiba-tiba ikut nimbrung. "Kan dari awal keliatan banget itu bu Deasy bucin parah sama Pak Danu. Kayak yang cinta banget. Kita-kita aja ngiranya mereka berdua bakal nikah. Wong apa-apa berdua, apa-apa nggak segan terlihat mesra. Curiga juga nihh ya, pak Danu sama Bu Deasy itu aslinya udah kikuk-kikuk. Makanya Bu Deasy sampai sakit hati banget ditinggal nikah." "Hah? Kikuk-kikuk apaan?" Kening Lucas mengernyit dalam. Entah istilah gaul apalagi yang baru saja Della katakan. "Masa nggak tau?" Lucas kali ini menggeleng. "Kamu kegaulan juga sih jadi manusia." "Alah, kikuk-kikuk itu artinya udah make out, Luc. Udah tidur bareng. Dari gelagat mereka selama pacaran aja keliatan kok kalau keduanya hyper alias nafsuan." "Hush!" Lucas mendelik. Ini teman-temannya kok bisa banget berasumsi terlalu jauh? Gimana mau make out sama Danu, wong dia yang mengambil keperawanan Deasy malam itu. "Tapi, ini bisa jadi, sih," sambung Riko tidak ingin ketinggalan topik cerita. "Padahal, sebelumnya aku udah ng-ship kapal titanic mereka bakal berlabuh jauh, eh tau-tau Pak Danu malah sebar undangan nikahnya sama Arindi. Sakitnya tuh di sini cuy," ungkap pria itu sambil menunjuk hatinya. "Kalau kata orang-orang juga, ini tuh definisi jagain jodoh orang. Pacarannya sama siapa, nikahnya malah sama siapa juga. Fix lah ini pasti penyebab kenapa bu Deasy emosian beberapa hari belakangan. Udah pasti karena ada hubungannya sama Pak Danu." "Padahal, Bu Deasy kan cantik. Apa susahnya cari pengganti Pak Danu, ya? Lagian, Pak Danu lo nggak ganteng, nggak sebanding kalau disandingkan sama Bu Deasy. Kalau aku pribadi, malah curiganya bos kita ini dulunya kena pelet." Andro pun terdengar ikut melengkapi cerita. Ini bukannya bahas soal pekerjaan, ke empat staff tersebut malah sibuk gosip macam emak-emak komplek yang sedang temu kangen. "Heh! Ini ngapain malah asyik gibah, sih? Di mana-mana mengawali pagi itu dengan sarapan. Bukan malah ngegosip nggak penting begini," tegur Lucas tidak habis pikir. Bukannya serius menanggapi teguran Deasy, rekan-rekannya itu malah ngalor ngidul sibuk membahas cerita lain. Tapi, kalau Lucas pikir dan cerna baik-baik, ada benarnya dengan apa yang diucapkan ke empat rekannya. Sedang dirinya saja melihat jelas bagaimana Deasy tampak sakit hati sekali kemarin ditinggal nikah oleh Pak Danu. Sanking frustrasinya, wanita itu sampai mabuk dan melakukan hal-hal diluar batas. "Ya, gimana dong, Luc. Ini kan gibahnya bermanfaat. Sambil cari solusi biar bu Deasy itu nggak marah-marah lagi ke depannya," sahut Riko membenarkan. "Apa kita cariin aja itu bu Deasy pasangan?" saran Andro tampak serius. Ia pikir kalau bosnya itu dicarikan pasangan baru, hatinya bisa kembali berbahagia dan mood nya pun bisa stabil seperti semula. Karena orang yang berbahagia cenderung bersikap baik dan menyalurkan vibes positif ke rekan-rekan disekitarnya. "Boleh, sih. Tapi siapa kandidatnya?" tanya Riko lalu wajahnya tersirat seperti orang yang tengah berpikir keras. "Sodorin aja Lucas. Kan dia jomlo. Lagian, selama ini kalau bu Deasy ngamuk soal pekerjaan, cuma Lucas yang selalu berhasil jadi pawangnya." Mendengar ucapan Riko, Della dan Starla sama-sama menatap ke arah Lucas. Memerhatikan sejenak penampilan pria itu dari ujung rambut hingga kaki seolah tengah menilai lalu tak lama menggeleng serentak. "Tapi, Lucas kan cupu. Mana pakai kaca mata tebal banget. Masa iya bu Deasy selera sama dia?" "Pak Danu yang jelek aja dia mau, kok," sanggah Andro membela Lucas. "Ya Pak Danu kan kaya. Maksudnya se-level lah macam dia. Nah, Lucas? Sama-sama babu macam kita ini. Ibaratnya, Lucas itu terlalu halah buat bu Deasy yang wah." Lucas menggeram sebal. Kurang ajar memang teman-temannya itu malah seenaknya menjodohkan, kemudian menghina penampilan serta dompetnya. "Lucas, dipanggil bu Deasy, tuh!" Dari arah pintu, tiba-tiba muncul Ariana yang merupakan sekretaris dari Deasy. Wanita itu meminta Lucas untuk menghadap sang atasan sekarang juga. Lucas lantas mengangguk setuju. Bangkit, kemudian gegas menghampiri Deasy di ruangannya. Kalau lambat, biasanya wanita itu akan ngomel-ngomel kepadanya. "Selamat pagi, Bu," sapa Lucas setelah mengetuk pintu ruangan Deasy. Dari kacamatanya, ia dapat melihat si pemilik ruangan tampak sibuk dan serius mengerjakan sesuatu di meja kerjanya. "Masuk." "Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Deasy mendongak. Menyodorkan satu map hijau untuk ia berikan kepada staff nya itu. "Periksa ulang laporan keuangan yang baru aja Pak Adri serahkan. Saya rasa ada yang nggak sesuai." Lucas mengangguk. Lalu meraih map yang disodorkan kepadanya. Karena tidak ingin melewatkan momen, buru-buru ia menyampaikan sesuatu kepada Deasy. "Bu, apa nggak sekalian cek laporan keuangan Pak Danu juga?" saran Lucas. Lagi pula, selama ini ia memang penasaran sekali ingin mengecek aliran dana yang keluar masuk dari pria itu. Dari semua kepala divisi hingga beberapa petinggi yang ada, berhasil Lucas selidiki secara diam-diam. Sisa empat orang lagi yang termasuk Danu dan Deasy yang sampai detik ini belum berhasil ia tembus karena master file keuangan tersebut dipegang oleh Deasy. "Untuk apa kamu cek laporan keuangan Danu?" Mata Deasy menyipit. Wajahnya menyiratkan pertanyaan besar. "Bukannya saya berprasangka buruk ya, Bu. Cuma, siapa tau aja selama ini Pak Danu sering pakai dana perusahaan diam-diam untuk keperluan pribadi. Hidupnya aja hedon gitu." "Kan Danu emang kaya, Luc. Lagian, saya sudah pernah cek laporan keuangan dia sampai bulan agustus kemarin, dan semuanya bersih." Lucas mengangguk saja. Pupus sudah harapannya ingin menyelidiki secara langsung. Padahal, kalau Deasy memberi izin, ia bisa saja mengakses seluruh laporan orang-orang yang sampai detik ini belum berhasil ia sentuh "Tapi, kalau kamu pengen cek sekali lagi, bisa aja sih. Nanti saya kasih salinan file nya." Lucas tersenyum dalam hati. Merasa senang karena akhirnya apa yang ia harapkan bisa terwujud segera. "Kalau begitu, saya tunggu segera, Bu. Biar bisa dikerjakan secepatnya. Nanti, kalau sudah keluar hasilnya, bakal saya langsung share ke Ibu." Deasy mengangguk saja. Melambaikan tangannya ke udara memberi isyarat agar Lucas keluar dari ruangannya karena sudah tidak ada lagi yang perlu di bicarakan. "Dan ... soal malam kemarin, Bu," cicit Lucas pelan sebelum benar-benar keluar dari ruangan Deasy. "S-saya harap, ibu ----" "Lucas, stop!" potong Deasy sambil menggeleng. Membawa telunjuknya, kemudian menaruh tepat di atas bibir. "Jangan pernah bahas sekali pun soal kejadian malam itu. Saya nggak akan laporin kamu ke polisi. Tapi, please, saya harap kamu lupakan apa yang udah terjadi di antara kita. Jangan pernah sekali pun diungkit-ungkit lagi." "Ibu nggak pengen saya tanggung jawab?" Deasy tertawa sinis. Yang dikatakan Lucas barusan terdengar menggelitik sekali di telinganya. "Nggak usah naif, Luc. Bukannya zaman sekarang sudah sangat biasa kalau ada dua orang yang nggak saling kenal ketemu, terus melakukan one night stand? Jadi, buat apa kamu repot-repot tanggung jawab? Toh seperti yang saya katakan sebelumnya, saya juga nggak berminat sedikit pun nikah sama kamu." "Kenapa?" tanya Lucas dengan polosnya. "Apa karena saya cuma staff biasa yang nggak se-level sama ibu? Atau karena kakak tua saya kecil terus ibu takut nantinya merasa nggak puas? Coba ibu perhatikan baik-baik, mana ada punya saya kecil." Deasy melotot dengan wajah memerah. Bisa-bisanya Lucas mengatakan hal itu tanpa sedikit pun merasa canggung di depannya. "Cukup, Lucas Fernando. Apa pun yang sudah terjadi di antara kita, saya nggak butuh tanggung jawab kamu. Dan sekarang, cepat keluar dari ruangan. Sebelum emosi saya semakin naik gara-gara ocehan kamu yang ngalor ngidul itu!" *** Tepat pukul enam sore, Lucas baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Setelah merapikan meja kerja, ia pun bergegas menuju basement. Sambil bersenandung, Lucas melangkah menuju mobil. Baru saja hendak masuk, sesosok pria tiba-tiba muncul kemudian menghampiri. Yang mana membuat Lucas sampai terkejut dan ingin mengumpat. "Astaga, Felix! Ngapain sih muncul tiba-tiba kayak setann? Bikin kaget aja!" "Maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaf," kata pria bertubuh tinggi tegap itu penuh sesal. "Lagian, ngapain pakai susul aku ke kantor segala? Kan aku udah bilang jangan sekali-kali samperin ke kantor. Nanti kalau ada yang lihat, gimana?" Pria bernama Felix itu tertunduk. Merasa serba salah atas apa yang sudah dilakukannya. Tentu ada alasan penting kenapa dirinya sampai nekat menghampiri Lucas ke kantornya. "Saya sudah berkali-kali coba hubungin handphone Pak Lucas. Tapi nggak aktif. Ada hal penting sekali yang perlu saya sampaikan." Lucas tidak langsung menanggapi. Memilih masuk mobil lebih dulu, kemudian meminta pria bernama Felix itu untuk menyusul masuk. "Memangnya hal penting apa yang mau kamu sampaikan?" "Saya dapat kabar dari bu Laura kalau besok nona Davina bakal datang ke Indonesia untuk menemui Anda. Roman-romannya, beliau pasti mau membahas kelanjutan soal rencana pernikahan." Lucas mendesah panjang. Hampir saja lupa kalau selama ini dirinya memang sudah memiliki seorang tunangan hasil perjodohan yang dilakukan kedua orang tuanya. Walau terlahir sebagai anak bungsu dan orang tua yang memiliki banyak perusahaan, tidak serta merta membuat hidup Lucas menjadi nyaman. Dari kecil, ia dibiasakan untuk bekerja keras dan berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang diinginkannya termasuk memimpin sebuah perusahaan besar. Demi bisa menduduki tahta yang ada, Lucas diberi tugas oleh ayahnya untuk menyelidiki kasus dugaan penyelewengan dana yang terjadi pada salah satu perusahaan cabang yang sampai detik ini belum berhasil terungkap. Apabila Lucas berhasil menyelesaikan kasus ini, ayahnya berjanji akan menyerahkan seluruh kepemimpian perusahaan kepada dirinya. Itu sebabnya, Lucas besusah payah sampai harus menyamar, membaur selama satu tahun tahun terakhir untuk bisa menyelidiki apa saja yang sudah terjadi di perusahaan tempat ia bekerja saat ini. "Jam berapa Davina sampai di Indonesia?" tanya Lucas kemudian. "Sekitar jam 10 pagi, Pak." "Ya sudah, atur aja jadwal makan malam sama dia di tempat biasa. Pastikan dia nggak ganggu waktu saya untuk bekerja." Felix mengangguk. Karena sudah tidak ada lagi yang perlu disampaikan, ia pun gegas keluar dan mempersilakan Lucas untuk pergi. Tanpa menyadari ada seseorang yang ternyata dari tadi memerhatikan dari kejauhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD