Aku duduk bersandar pada headboard sambil mendengar ceritanya. Ternyata itu hanya perspektifku saja yang negatif padahal bukan begitu yang sebenarnya. Kupeluk erat tubuhnya, merasa sedikit bersalah karena telah berpikiran yang tidak-tidak. "Jadi?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya dengan muka sedikit m***m. "Jadi apa?" tanyaku ketus. "Kamu nggak marah lagi 'kan? Nggak jadi batalin pernikahan kita 'kan?" tanyanya sedikit lirih, yang mana membuatku menjadi iba. Sialan! "Kalau aku bilang nggak, kamu juga bakalan asumsikan itu sebagai iya. Jadi buat apalagi kamu nanya, Tuan Keras Kepala?" Aku terkikik kecil ketika bulu-bulu halus di rahangnya menggesek pipiku. Membuatku kegelian. Aku berusaha melepas pelukannya, tapi tangannya pada pinggangku semakin erat. Membuatku sema