When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Abimanyu menatap refleksinya dalam cermin berukuran besar di hadapannya. Pagi ini ia sudah rapi dengan kemeja dan juga celana formal. Rambutnya pun ia sisir rapi. Ia bahkan menyempatkan potong rambut kemarin sore supaya memberi kesan lebih santun. Abimanyu menarik napas panjang. Jangan kira ia tak takut. Ia sendiri pun begitu was - was dengan rencananya ini. Tapi bukan kah memang harus ada penggerak dalam setiap tujuan? Sebagus apa pun rencana, jika tak digerakkan, maka selamanya hal itu akan menjadi wacana. Ia rela berkorban. Tak apa. Ia hanya ingin semuanya segera menjadi jelas. Merasa sudah siap -- meski nyatanya ia tak akan pernah siap -- namun Abimanyu memaksakan diri untuk siap. Kadang keterpaksaan itu perlu demi kebaikan. Abimanyu meraih tas selempang warna hitam di meja, juga