Lelaki lain yang menolak untuk menemui ayahnya, biasanya memasang wajah angkuh, bersikeras belum mau menemui sang Ayah. Berdalih bahwa mereka tak boleh terburu - buru. Mereka harus saling mengenal dulu sebelum melakukan hal lebih jauh seperti menemui sang Ayah -- seperti apa yang Leandra mau.
Tiap kali lelaki berasalan seperti itu, Leandra segera kehilangan kepercayaan atas mereka. Padahal Leandra hanya mengetes keseriusan mereka. Jika mereka mau menemui ayahnya, itu berarti mereka benar - benar serius ingin meminangnya.
Toh meski pun mereka sudah menemui Ayah, bukan berarti harus menikah besok, bukan? Dari situ, sudah ketahuan jelas akal bulus mereka. Bahwa mereka hanya ingin main - main dan bersenang - senang seperti anak baru gede alias ABG. Mereka sama sekali tidak serius.
Hanya mau bersenang - senang, mempermainkan perasaan Leandra saja.
Kembali pada perbedaan Romza dengan lelaki lain. Di mana lelaki lain selalu bersikap angkuh setelah Leandra meminta mereka menemui Ayah. Namun Romza justru terlihat amat sedih, amat terpukul, dan amat merasa bersalah? Tapi ... kenapa?
"Akan saya usahakan menemui ayah anda!" ucapnya kemudian. "Saya betul - betul serius kok. Saya nggak mau main - main. Saya serius mencintai Anda. Berharap Anda akan memiliki perasaan yang sama kelak. Semoga saja." Romza tersenyum mengakhiri kata - katanya.
Leandra menatap dalam diam. Sebenarnya ia tengah mengangguk. Namun anggukannya terlalu samar, sehingga nyaris tak terlihat. Leandra terlalu lemas sekadar untuk membuat anggukan yang lebih kentara. Seluruh tubuhnya terasa lemas saking terguncangnya diri wanita itu saat ini.
Katakan lah Leandra sudah kebal dengan tolakan tiap kali ia mengatakan pada mereka untuk menemui Ayah. Namun ... Romza mengusahakannya. Hati kecil Leandra mengatakan ... Romza ingin melakukannya, namun ia seperti terhalang oleh sesuatu yang besar. Entah apa.
Entah lah, mengapa ini terasa dua kali lipat lebih menyakitkan sekaligus lebih menyesakkan, dibandingkan ditolak mentah - mentah.
Leandra tak berharap banyak. Ia sudah merasakan sendiri. Berharap pada makhluk, hanya akan menjadikan kecewa tak berujung.
***
Desa digemparkan dengan kejadian tadi pagi yang bisa dikatakan dramatis nan miris. Di desa ini ada sepasang pasutri yang sudah dikaruniai seorang putra berusia enam tahun. Sang Suami bernama Gunawan, dan sang Istri bernama Maryati. Gunawan adalah seorang kuli. Ia sering ikut proyek di berbagai daerah, sehingga jarang ada di rumah, meninggalkan anak istrinya di rumah.
Maryati diketahui sedang hamil. Meski pun kandungannya belum terlalu besar, namun sudah terlihat dengan cukup jelas. Semalam Gunawan pulang. Proyek terakhir yang dilakukannya telah selesai. Ia ingin pulang, melepas rindu pada keluarga kecilnya.
Begitu sampai rumah, jangankan melepas rindu. Gunawan begitu terkejut melihat perut istrinya yang membuncit. Gunawan terkejut mengetahui Maryati sedang mengandung. Usia kandungan Maryati sudah empat bulan, padahal Gunawan terakhir pulang tiga bulan yang lalu. Sementara Maryati berikeras, bahwa sang suami juga pulang dua bulan sebelumnya, meski pun tidak lama.
Gunawan murka pada sang Istri. Ia menganggap bahwa Maryati berselingkuh. Dan anak dalam kandungan Maryati, bukan lah darah dagingnya. Maryati menangis keras, memohon pada Gunawan untuk percaya padanya. Sayang, Gunawan merasa benar, menganggap sang Istri benar - benar main belakang dengan lelaki lain.
Maryati begitu sedih, dalam kondisi hamil begini, ia justru mengalami masalah yang begitu menyesakkan dadanya. Ketidak seimbangan hormon memperburuk segalanya. Maryati hanya bisa menangis. Karena sekeras apa pun ia coba menjelaskan pada Gunawan, laki - laki itu tak lagi mau mengerti sama sekali.
Gunawan mengusir istrinya dari rumah. Anak mereka menangis saat Maryati didorong dengan kasar oleh Gunawan di depan rumah. Kejadian itu dilihat oleh para tetangga. Mereka berusaha melerai dan menengahi sebisanya. Apa lagi sebagian besar dari mereka juga sudah tahu jika Maryati sedang hamil. Perlakuan kasar yang dilakukan oleh Gunawan pasti akan mengancam keselamatan Maryati dan kandungannya.
Namun murka Gunawan benar - benar besar. Warga tak sanggup menghentikan aksinya.
Warga percaya bahwa apa yang dialami oleh Maryati, merupakan perbuatan Genderuwo. Genderuwo itu menyamar sebagai Gunawan yang pulang lima bulan sebelumnya. Genderuwo itulah yang menghamili Maryati. Jadi ... sekarang Maryati mengandung anak Genderuwo.
Warga sudah sering mendengar tentang kisah seperti ini. Hanya saja, mereka tak pernah menyangkan bahwa di desa ini akan terjadi hal seperti itu. Warga tak ingin kejadian ini terulang, menjadikan lebih banyak korban. Sebagai harapan satu - satunya, mereka meminta bantuan Ki Langen untuk mengatasi ini semua.
"Ini adalah perbuatan Genderuwo itu!" kata Ki Langen pada Banyu.
Untunglah saat ini mereka hanya berdua saja di rumah Banyu. Makanya Ki Langen bisa dengan leluasa bicara seperti ini.
"Genderuwo itu ... yang mana, Mbah kung?" bingung Banyu.
"Tempo hari Mbah bilang kalau temen kamu belum menikah karena dicintai seorang Genderuwo, bukan?"
Rasa kesal dalam hati Banyu kembali. Padahal ia sudah hampir melupakan kekesalannya atas hipotesis sang Kakek. Tapi Ki Langen malah mengulangi membicarakannya lagi.
"Mbah kung, udah aku bilang, jangan ngomongin masalah itu lagi!"
"Jangan diomongin gimana? Ini serius, Le! Genderuwo itu berbahaya!" tegas Ki Langen. "Seperti yang Mbah bilang tadi. Yang melakukannya, adalah Genderuwo yang sama."
"Maksud Mbah kung apa? Sama apanya?" Banyu benar - benar sudah malas. Padahal kalau ia mau lebih memperhatikan dan telititi, jawabannya sudah sangat jelas.
"Genderuwo yang menyukai temanmu dan Genderuwo yang menghamili Maryati, adalah Genderuwo yang sama. Dia punya bentuk fisik yang berbeda dengan Genderuwo pada umumnya. Tapi ... dia sangat berbahaya. Dia ... munafik."
Banyu mengepalkan jemarinya. Ia bahkan belum sempat meminta maaf pada Leandra tentang ucapan Ki Langen. Tentang Genderuwo yang dituduh kakeknya sebagai penyebab utama Leandra belum menikah sampai sekarang.
Dan sekarang Ki Langen kembali membuat hipotesa tentang Maryati. Lagi - lagi hipotesa tak berdasar yang justru mengarah pada omong kosong belaka. Ini lah yang tak Banyu sukai tentang ilmu warisan keluarganya. Makanya ia menolak mentah - mentah warisan ilmu itu. Ia lebih memilih jadi pengangguran, jadi seorang Bapak rumah tangga yang teladan, dibandingkan mewarisi ilmu sesat yang membawa ia beserta keluarganya ke jurang kegelapan.
Banyu benar - benar tak habis pikir. Ini lah salah satu alasan kenapa Banyu dulu enggan mewarisi ilmu yang akan diwariskan oleh almarhum ayahnya. Banyu tidak mau berurusan dengan hal - hal seperti ini. Apa lagi ini menyangkut urusan dunia dan akhirat. Banyu hanya tak sanggup bila harus mempertanggung jawabkan semuanya nanti. Belum lagi, orang yang memiliki ilmu klenik, pasti matinya akan susah dan menyakitkan.
Banyu belajar dari pengalaman kakek kandungnya dulu. Yang begitu sulit menghadapi sakratul maut akibat terlalu banyak pegangan dan juga ilmu hitam yang menguasai tubuhnya.
Banyu berpikir keras. Ia harus memikirkan cara untuk mencari jalan keluar atas semua yang terjadi akhir - akhir ini.
***