Layaknya manusia yang harus menjalani beberapa amalan terlebih dahulu sebelum bisa berinteraksi dengan dunia gaib, makhluk gaib pun harus menjalani amalan yang serupa -- namun tak sama -- untuk dapat berinteraksi dengan dunia manusia. Para makhluk gaib yang sudah bisa menampakan diri sesuka hati, dan hobi mengganggu manusia, berarti ilmunya sudah tinggi. Bisa dikatakan, mereka adalah orang pintarnya dunia gaib. Layaknya Ki Langen dan almarhum Ki Bumi di dunia manusia.
Sejauh ini yang bisa melihatnya hanya Leandra. Itu karena tirakat yang dilakukannya masih dalam taraf rendah. Dulu Romza tak pernah tertarik untuk melakukan tirakat. Tiap kali rekan - rekannya dari dunia ghaib melakukan hal itu, Romza hanya berlalu. Ia lebih asyik menikmati aktivitasnya mengikuti Leandra ke mana - mana. Mengagumi setiap detail perlakuan wanita yang selalu membuatnya merasa nyaman dan tenang.
Namun pemikiran Romza berubah akhir - akhir ini. Itu karena Leandra yang tak kunjung bertemu dengan jodohnya. Romza tentu tahu, mencintai manusia bukanlah hal yang benar. Hal itu melenceng dari kodrat. Romza sudah menahan perasaannya lama sekali. Hanya mengikuti dan ikut mendoakan segala hal yang baik bagi Leandra, itu sudah cukup.
Kasihan Leandra yang selalu menangis dalam doanya setiap setelah sholat. Meminta pada Tuhan untuk segera dipertemukan dengan jodohnya. Leandra selalu terlihat kuat dan tegar. Namun perlu diketahui, orang yang terlihat tangguh, biasanya justru menyimpan luka yang terbesar, seperti Leandra.
Romza semakin geram sekaligus prihatin, semenjak hari ulangtahun Langit beberapa hari yang lalu. Semua ini karena Ki Langen yang sok tahu. Padahal ia sudah dibohongi oleh makhluk gaib yang mendatanginya setiap kali selesai melakukan tirakat dan bertapa di rumahnya, di tepi sungai Brantas.
Ya, Romza memang selalu mengikuti Leandra. Tapi sudah Romza tegaskan berkali - kali pada para manusia yang mencoba berinteraksi dengannya -- ia bukan Genderuwo. Sialnya, mereka masih saja menyebut ia sebagai Genderuwo.
Ya, Romza memang mencintai Leandra. Tapi ia tak pernah berusaha menghalangi datangnya jodoh wanita itu. Mana bisa ia melakukan hal seperti itu? Sementara hal itu sama sekali bukan hak dan wewenangnya. Hanya Tuhan yang bisa melakukan itu semua. Leandra belum bertemu jodohnya, itu karena takdir yang sudah Leandra setujui sendiri dengan Tuhan semenjak zaman azali, semenjak ia masih berada di dalam kandungan ibunya.
Ya, Genderuwo Wanita itu menculik Dimas memang karena rasa cemburu. Genderuwo itu mencintai Romza setengah mati, tapi Romza tidak membalas perasaannya. Karena Romza lebih mencintai Leandra. Namun tetap saja, Ki Langen tidak boleh sembarangan membuat pernyataan. Mengingat sebagian besar rakyat — yang menganggapnya orang pintar — pasti akan langsung setuju dan percaya dengan pernyataan ngawurnya itu.
Karena tuduhan tak berdasar dari Ki Langen -- Romza yang sebelumnya sudah mulai melakukan tirakat, sehingga ia bisa menemui Leandra di rumahnya tempo hari -- semakin merasa geram. Ia mulai bertanya pada teman - temannya tentang tirakat yang harus dijalani sebelum ia dapat berinteraksi lebih banyak dengan manusia. Romza mempelajari dan menjalani semua dengan bersungguh-singguh. Sekarang -- di samping hanya bisa menampakan diri dan bicara pada manusia -- Romza juga sudah bisa menyentuh barang - barang.
Hanya saja ... ilmunya masih sebatas bisa menunjukkan segenap kemampuannya pada satu orang saja. Dalam hal ini Romza sudah memilih Leandra.
Tentu saja harus Leandra yang pertama dan utama. Karena target pendekatannya memang wanita itu, kan.
Ia harus memperdalam ilmu dan tirakatnya lagi supaya bisa menunjukkan kemampuan - kemampuannya pada manusia lain -- termasuk pada orang tua Leandra. Mengingat Romza sedang mempersiakan diri untuk menemui mereka dan bicara tentang lamarannya pada Leandra.
Supaya Leandra tidak dianggap gila karena sering berbicara sendiri. Untungnya sejauh ini, tiap Romza berusaha berinteraksi dengan wanita itu, posisinya Leandra selalu sedang sendirian. Jadi, ia masih aman dari mulut - mulut kejam manusia yang suka menuduh sembarangan tanpa mencaritahu fakta lebih dalam terlebih dahulu.
Itu berarti, Romza harus semakin giat dan rajin dalam menjalani tirakat dan amalan - amalannya yang lain, supaya intensitas pertemuannya dengan Leandra bisa lebih sering -- tak perlu sembunyi - sembunyi lagi -- untuk melindungi wanita itu dari tuduhan tidak waras.
Sudah cukup dengan desas - desus yang dibuat oleh Ki Langen. Romza tidak mau semakin menambah beban hati dan batin wanita yang ia cintai itu.
Romza sangat tahu, bahwa keputusannya untuk menampakan diri pada Leandra -- bahkan sampai melamarnya -- adalah hal yang salah. Sekali lagi, itu melenceng dari kodrat. Romza sangat tahu, Leandra yang belum mendapatkan jodoh, adalah karena takdir. Namun ... Romza benar - benar sudah tidak tahan dengan kesendirian Leandra selama ini.
Sudah lama Romza merelakan kenyataan pahit tentang masa lalunya. Namun dengan kepedihan yang dialami Leandra, Romza goyah. Ia ingin kembali mengungkap kebenaran di balik ketidakadilan yang ia alami di masa lalu.
Romza ingin kembali seperti dulu. Ia ingin kembali pada dunianya yang sebenarnya. Sehingga ia bisa benar - benar menikahi Leandra. Jika Romza berhasil, berarti ia adalah jodoh dari Leandra yang selama ini Tuhan simpan. Romza hanya sedang mengusahakan segalanya. Meskipun ia tahu, ia akan mengalami banyak hal yang mengerikan sekaligus menyakitkan.
***
"Rumah mbah kung kamu di depan Masjid itu belum laku, kan, Le?" tanya Banyu begitu ia masuk ke ruangan para pamong ini.
Ia masuk begitu saja tanpa pemberitahuan. Para pamong agaknya kurang senang dengan kedatangan Banyu. Selain karena Banyu terkenal dengan sifat malas bekerjanya, juga karena lelaki itu memang kurang dalam urusan menjaga sopan santun.
Belum lagi masalah ada anak hilang digondol Genderuwo saat pesta ulang tahun anaknya. Intinya segala hal tentang Banyu, selalu dinilai negatif oleh para pamong — dan juga sebagian besar penduduk desa.
"Belum, Nyu. Kemarin ditawar orang, tapi harganya kerendahan. Nggak dikasih sama Bapak!" jawab Leandra.
"Bagus, deh, kalo gitu.".
"Lhoh, kok bagus? Padahal Bapak berharap banget rumah Mbah kung cepet laku."
Banyu cengengesan. "Ya bagus, Le. Dengan begitu, orang itu nggak akan bingung cari tempat tinggal nanti.".
"Orang itu?" Leandra mengulangi pernyataan Banyu dengan pertanyaan.
Sesungguhnya pernyataan Banyu tadi juga mulai mengundang penasaran para pamong. Sembari mengerjakan tugas masing - masing, mereka juga mendengarkan obrolan Leandra dengan Banyu.
"Gue mau ngontrak rumah mbah kung lo itu selama setahun." Banyu mulai menjelaskan. Namun dengan penjelasan yang justru membuat Leandra semakin bingung.
"Bukannya lo udah punya rumah sendiri? Ngapain ngontrak segala coba?".
"Gue mau ngontrak rumah, tapi belum tentu gue yang bakal ninggalin, Lele!".
"Kalo bukan lo yang ninggalin terus siapa? Duh, ditinggal istri lo pergi, kok, jadi tambah hang begitu!? Prihatin gue, Nyu!"
Banyu geleng - geleng, tidak setuju dengan pernyataan — yang lebih mirip seperti tuduhan — yang barusaja dilakukan oleh Leandra. "Gue lakuin ini demi lo, Le. Demi seluruh masyarakat desa juga."
Sayangnya, kata - kata Banyu itu lagi - lagi semakin membuat Leandra bingung. Tak hanya Leandra, para pamong pun bingung. Namun seperti biasa, mereka tak banyak berkomentar. Apa pun yang dilakukan oleh Banyu, selalu mereka anggap tak penting, tidak ada gunanya. Jadi tidak ada faedahnya juga jika mereka memberi komentar.
Anggap saja sebagai angin lalu, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
***