Dalam perjalanan pulang, Gery lebih banyak diam. Ada yang tidak beres antara hubungan Gea dengan Gibran, dan Gery tidak seberapa peduli dengan itu semua.
"Ger!" panggil Gwen menolehkan kepala Gery ke belakang di mana mamanya duduk.
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.
"Kenapa, Ma?"
"Mengenai rencana pernikahan kamu ... sudah yakin kamu dengan keputusan itu? Mama sih setuju ya. Apalagi jika mama lihat, keluarga Gea juga baik. Mereka semua ramah-ramah. Gea juga cantik. Wajar sih kamu kepincut sama dia. Jika mama boleh memberikan penilaian, mama lebih senang kamu nikah sama Gea daripada sama Gelia."
Gery mengulum senyuman. Siapa sangka keluarganya begitu mudah menerima seorang wanita yang dia comot asal untuk dijadikannya istri. Untung saja Gery tidak salah pilih calon istri karena dari segi bibit, bebet dan bobot, Gea masuk kriteria. Ya memang keluarga Pak Gustaf tidak sekaya keluarga Ganesha. Tapi, Gandhi dan Gwen juga tidak pernah mempermasalahkan kehidupan ekonomi seseorang.
"Apa mama tidak bisa menilai ... seyakin apa aku berencana untuk secepatnya menikah," jawab Gery meyakinkan.
"Mama sih awalnya ragu karena mama kenal betul siapa kamu. Jarang bisa serius. Sekalinya nyeriusin anak gadis orang, langsung ke penghulu."
Gandhi yang duduk di sebelah Gery yang sedang fokus mengemudikan mobil tiba-tiba terkekeh dan ikut menimpali. "Papa pun juga sempat cemas ketika Gery mengaku menyukai Gendis. Punya anak lelaki, dua-duanya menyukai wanita yang sama. Papa berharap semoga Gea bukanlah pelarian semata."
Gery tersenyum tipis. Ingin mengiyakan papanya, tapi tidak berani. Biar saja alasan dia menikahi Gea menjadi rahasianya saja.
"Untuk acara resepsi, semisal kamu keberatan harus nungguin Gama, katakan saja. Nanti kita bisa bicarakan lagi kalau kamu mau dipercepat."
"Aku malas ribet. Biar saja nanti mama ngurusnya sekalian sama resepsinya Gama. Yang penting akad nikahnya dan aku duluan yang menikah dari Gama."
"Baiklah jika itu keputusanmu. Mama ikut senang mendengarnya. Dua anak lelaki mama telah menemukan jodohnya masing-masing."
•••
Di rumah keluarga Gustaf Sampurna.
Gea masih harus menghadapi berbagai macam pertanyaan dari keluarganya. Itu semua lantaran rencana Gery yang mendadak ingin menikahinya. Bayangkan saja, sebagai orangtua dari anak gadis, yang mendadak menerima kenyataan bahwa sebuah keluarga datang dengan tujuan melamar. Ditambah tanggal pernikahan yang juga hanya beberapa bulan dari sekarang. Tentulah membuat mereka sebenarnya kebingungan.
"Kamu serius Dek mau nikah secepat itu?" Gio mengajukan pertanyaan.
Kepala Gea mengangguk. "Iya." Antara yakin dan tidak yakin sebenarnya. Dalam hati Gea berharap pernikahan dadakan yang akan dilakukan bersama Gery akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan selanjutnya. Dan lagi, dengan adanya Gery, semoga dia bisa memupus perasaan yang dimilikinya untuk Gibran.
"Beneran sudah siap jadi istri orang?" Gustaf ikutan bertanya, sedikit menggoda.
"Iya, Pa."
"Dari tadi kamu ini iya iya saja," gerutu mama Gina.
Gea merotasi bola matanya. "Lalu aku harus bilang apa, Ma? Ya kalau maunya Mas Gery begitu, aku ngikut saja lah. Lagian mama dan papa juga tidak perlu repot-repot menyiapkan segala sesuatunya. Biar Mas Gery saja yang atur semuanya."
"Mama sih setuju saja. Lagian kamu ini juga sudah saatnya menikah. Umurmu juga sudah mendekati kepala tiga. Jujur ya, Ge. Mama itu sempat khawatir dengan kamu saat Gibran memutuskan ta'aruf kala itu."
Gea berdecak. "Mama takut aku nggak laku, lalu jadi perawan tua?"
"Ya begitu. Eh, tapi ngomong-ngomong kamu sedang tidak terlibat sesuatu kan dengan Gery sampai nikah dadakan begini?"
"Sesuatu apa? Maksud mama takut aku terlibat hubungan tidak baik sama Mas Gery sampai hamil, begitu?"
Gina nyengir saja karena memang itulah ketakutan yang sempat dirasakan sebagai orangtua. "Habisnya kamu itu nggak pernah bawa lelaki ke rumah. Juga nggak pernah ngenalin pacar ke mama. Wajar kan sebagai orangtua kalau mama khawatir."
"Mama tenang saja. Aku ini nggak pernah berbuat hal yang macam-macam apalagi sampai mempermalukan keluarga. Aku dan Mas Gery juga nggak pernah pacaran. Kami dekat karena Gendis akan menikah dengan Gama. Jadi kami putuskan untuk menikah dulu sebelum Gama, baru nanti kita pacaran setelah nikah."
"Loh, Gendis teman kamu itu kan sedang hamil, Ge?"
"Iya. Dan Gama akan menikahi Gendis setelah melahirkan nanti. Jadi, sebagai anak tertua, Mas Gery enggak mau dilangkahi adiknya."
Sekarang Gina dan Gustaf dapat menyingkirkan sedikit rasa cemas mereka yang sempat mengusik di dalam hati.
Namun, tiba-tiba Gio malah memberikan celetukan. "Jujur ya Dek. Aku beneran kaget ketika tadi mama nelepon minta untuk dateng. Aku pikir selama ini kamu dan Gibran saling jatuh cinta. Habisnya sejak dulu kalian berdua kelihatan dekat dan ke mana-mana bersama."
Mata Gea melotot. Ternyata kakaknya ini pernah curiga padanya.
Gio kembali terkekeh. "Eh, nggak tahunya adik kakak yang paling cantik sedunia ini malah menjerat bosnya. Good job Gea. Meski pun yang kakak lihat jika Gery itu sedikit sombong, tapi tak mengapa. Kakak yakin jika dia tipe pria setia."
Gea berdoa dalam hati semoga saja benar apa yang Gio katakana bahwa Gery bukanlah lelaki tukang selingkuh. Tapi ada keraguan juga mengingat sepak terjang Gery yang begitu mudah mengejar wanita. Tentu Gea tahu jika sebelum mengejar-ngejar Gendis, Gery memiliki kekasih. Karena wanita mantan kekasih Gery wanita pernah datang ke kantor beberapa kali. Selain wanita itu Gea tidak tahu, ada berapa banyak lagi wanita yang menjalin hubungan dengan Gery, mengingat pria itu selain tampan juga banyak hartanya. Gea bergidik ngeri andai saja saat nanti beneran menikah dengan Gery, lalu harus menghadapi wanita-wanita pemuja Gery.
Di kantor saja tidak ada yang tahu bahwa dia dan Gery akan menikah. Entah apa yang akan terjadi jika sampai gosip seputar rencana pernikahannya tersebar, Gea harus menyiapkan iman dan mentalnya.
•••
Gery berdiri di balkon kamarnya setelah pria itu usia mandi. Rasanya penat sekali setelah satu hari ini menjalani banyak sekali aktifitas. Menggunakan piyama tidurnya, seharusnya Gery lekas merebahkan badannya dan beristirahat agar esok hari tubuhnya kembali fit. Namun, yang dia lakukan justru berdiri dalam gelapnya malam. Melamun seolah diri sembari memikirkan kegilaannya hari ini. Tidak pernah ada dalam mimpinya untuk cepat menikah. Apalagi melamar wanita dengan cara mendadak seperti ini. Ini sungguh gilaa. Hanya karena kesal pada dirinya sendiri yang harus datang belakangan di kehidupan Gendis, sehingga Gama lah yang mendapat peruntungan dapat mengambil hati wanita itu. Bersaing dengan saudaranya sendiri, rasanya lucu. Ada kesal, iri, dan juga tidak enak hati pada keluarganya sendiri.
Ah, sudahlah. Semua sudah terlanjur terjadi. Gery juga sepertinya tak akan bisa mencampakkan Gea begitu saja seperti yang pernah dia lakukan sebelum-sebelumnya dengan para wanitanya. Karena hanya Gea lah yang telah berhasil dia ikat dalam hubungan yang lebih jauh lagi