Gea beranjak berdiri. Dia tahu keberadaannya di sini hanya akan menambah kisruhnya kesalah pahaman yang ada. Sungguh Gea sama sekali tidak menyangka bahwa hampir saja Gibran melakukan sesuatu yang diluar dari pemikirannya. Benarkah tadi Gibran berniat untuk menciumnya? Tapi kenapa? Batin Gea bergejolak dengan dipenuhi banyak pertanyaan dalam kepalanya. "Bran, gue pulang dulu, ya? Moga cepet sembuh lu. Jangan lupa dimakan martabaknya." "Ge!" Bahkan Gibran tidak mampu untuk meraih pergelangan tangan Gea karena sepupunya itu keluar kamar begitu saja. Ingin mengejar, akan tetapi pelototan mata Gilda, mengurungkan niatnya. "Jangan ke mana-mana kamu, Gibran! Tetap di sini." "Ma ... Ini bukan salah Gea. Tapi aku yang ceroboh," ucap Gibran mencoba memberikan pengertian pada mamanya. Namun sia-