"Cerai dari Ernest dan menikahlah denganku, ku mohon."
Rhea melepaskan pelukannya, dia menatap mata Arka dalam mencari maksud dan tujuan dari perkataannya.
Dulu saat Rhea jatuh cinta padanya, dia malah menghilang. Namun, sekarang pria itu malah memintanya menceraikan suami dan menikah dengannya.
"Aku tidak rela kamu terus menerus disakiti pria b******k itu, Rhe." lanjut Arka.
"Tapi, Uncle."
"Kamu tidak usah khawatir, aku yang akan bicara pada Edgar dan Dira setelah ini."
"Bagaimana jika mereka tidak mengijinkan?"
"Kita berjuang bersama-sama sampai mereka merestui."
Arka kembali memeluk erat Rhea dan mencium puncak kepala wanita yang seharusnya menjadi keponakannya itu.
Rhea kembali melepas pelukan Arka karena ponselnya berdering, satu panggilan masuk dari suaminya.
Ernest calling ...
Cukup lama Rhea hanya memandangi layar ponselnya, dia malas menjawab telpon dari suaminya.
"Angkat lah dan bicara padanya seolah tidak terjadi sesuatu," saran Arka.
Rhea mengelap air matanya lalu dia menetralkan tenggorokannya agar suara yang keluar darinya tidak terdengar serak.
"Halo," jawab Rhea setelah dia menekan tombol hijau pada ponselnya.
"Kamu dimana, Sayang?" tanya Ernest diseberang sana.
"Aku sedang dirumah sakit, kamu di mana?"
"Aku baru saja selesai rapat. Mau makan malam bareng nanti? Biar aku jemput kamu di rumah sakit."
"Iya boleh."
"Oke nanti berkabar lagi. I love you."
"Love you too."
Panggilan berakhir.
Rahang Arka mengeras mendengar percakapan Rhea dan Ernest melalui speaker pada ponsel Rhea. Wanita itu sengaja menyalahkan Speakernya agar Arka dapat mendengarnya.
Rhea menarik napasnya dalam, Ernest bilang dia baru selesai rapat, padahal Rhea baru saja melihat suaminya itu baru saja selesai bercinta dengan wanita lain disebuah apartement yang kebetulan berseberangan dengan apartement milik Arka. Dari sana dengan jelas Rhea melihat apa yang Ernest lakukan.
Adegan panas Ernest dengan wanita lain sama percis yang Ernest lakukan jika bersama Rhea.
Arka pergi ke dapur lalu dia membuat cokelat hangat untuk Rhea.
"Sudah telponnya?"
"Sudah, Uncle."
"Ini untukmu."
Rhea menerima satu mug berisi cokelat hangat dari tangan Arka.
Sejenak dia hanya memandangi cokelat hangat itu.
"Kamu kenapa, Princess?"
"Heh? Gak apa-apa, aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
"Mau berbagi?"
"Nope, hanya masalah kecil. Aku bisa menanganinya."
"Baiklah."
Mereka duduk berdua bersebelahan disofa sambil menikmati minuman hangat buatan Arka. Tangan Arka terulur merangkul bahu Rhea dan wanita itu menyandarkan kepala pada d**a bidang Arka.
"Kamu tahu, sejak kamu kecil Edgar selalu memanjakan kamu. Dan mulai sekarang aku yang akan memanjakan dirimu, Princess."
"Benarkah itu?"
"Kamu bisa buktikan sendiri nanti."
Rhea mempererat pelukannya. Sebuah d**a yang membuat dirinya merasa nyaman berlama-lama didalam pelukan seorang Arka Rayyanka.
Setelah cokelat hangatnya habis, Rhea pamit karena dia harus kembali kerumah sakit. Padahal hari ini dia tidak ada jadwal praktek tapi mau tidak mau dia harus ada disana karena Ernest tahunya dia dirumah sakit saat ini.
"Aku antar."
Arka langsung mengambil kunci mobilnya lalu dia menggandeng tangan Rhea tanpa rasa canggung. Seharusnya Arka melakukan ini sejak dulu sebelum Rhea menikah dengan Ernest. Nasi sudah menjadi bubur tinggal bagaimana kita menikmati bubur tersebut agar enak di mulut.
Di dalam perjalanan pulang tidak ada yang bicara seorang pun, Arka konsentrasi menyetir dan Rhea lebih memilih melihat keluar jendela kaca mobil.
Pikiran Rhea masih dipenuhi oleh kelakuan Ernest saat dia bercinta dengan Wanita lain. Selama ini apa yang Ernest perbuat pada dirinya sama seperti tadi saat Ernest di unit apartement lain bersama seorang wanita yang Rhea ketahui itu adalah teman bisnis Ernest karena pernah suatu hari pria itu kepergok Rhea sedang makan siang bersama disebuah restaurant. Namanya Oca, itu yang Rhea tahu karena mereka sempat berkenalan.
Arka mengusap kepala Rhea dengan lembut, sontak wanita itu menoleh dengan senyum palsunya karena dia tidak mau terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Sudah, tidak usah memikirkan hal itu lagi," ucap Arka, sesekali pria itu menatap Rhea.
"Apa Uncle bisa melupakan dengan mudah apa yang baru saja terjadi?"
Kepala Arka menggeleng, dia saja seorang pria sulit melupakan apa lagi Rhea.
Berucap lebih mudah dari pada melakukannya, tapi sebagai manusia kita harus berusaha keluar dari sana.
Awalnya Rhea menyimpan sendiri masalahnya, tidak ada yang tahu ternyata pernikahannya dengan Ernest tidak sebahagia yang dia tunjukan di depan keluarganya dan orang-orang sekitar hingga suatu hari Arka memergoki Ernest beberapa kali jalan bersama wanita yang berbeda dan Arka pernah menemukan Rhea menangis seorang diri.
Arka mulai mencari tahu tentang Rhea dan Ernest, dan benar saja pernikahan Rhea tidak bahagia. Pria itu berusaha sabar sampai pada puncaknya dia geram dan meminta Rhea menceraikan suaminya dan menikah dengannya walaupun dia tahu pasti banyak pihak yang tidak setuju dengan sarannya tapi dia tidak mau wanita sebaik Rhea selalu disakiti oleh pria b******k seperti Ernest.
Ada rasa sesal dihati Arka mengapa dulu dirinya membiarkan Rhea menikah dengan Ernest.
***
Tanpa terasa mereka sudah tiba dirumah sakit tempat Rhea bekerja. Arka menurunkan Rhea tepat didepan pintu utama rumah sakit.
Arka membantu membuka sabuk pengamannya yang Rhea kenakan, sontak sesaat Rhea menahan napasnya karena dia tidak mengira Arka mulai membuktikan ucapannya, kini jarak mereka sangatlah dekat.
"Makasih, Uncle." ucap Rhea setelah Arka membantunya.
"Kabari aku." pinta pria berhidung mancung itu.
Arka ingin Rhea memberi tahu dirinya hasil pertemuan Rhea dan Ernest malam ini. Rhea hanya mengangguk dan tersenyum menjawab permintaan pria yang sejak dulu dia cintai itu. Tanpa Rhea duga, Arka menarik kepala Rhea lalu mencium puncak kepalanya lalu membelai lembut pipi Rhea dengan jemarinya.
Tangan Rhea melambai mengiringi kepergian mobil Arka.
***
"Loh dokter Rhea bukannya libur hari ini?" tanya salah satu suster yang berpapasan dengannya di lorong rumah sakit.
"Ada sesuatu yang mau saya mau ambil, Sus." jawab Rhea.
Rhea masuk kedalam ruang prakteknya dan duduk dikursinya menunggu Ernest datang menjemput. Pria itu mengajak Rhea makan malam dengan maksud ingin memperbaiki hubungannya dengan istrinya, namun berbeda dengam Rhea. Wanita itu hendak meminta cerai darinya.
Sekali lagi Rhea menarik napasnya dalam kala mengingat Ernest.
Rhea mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada pria yang masih menjadi suaminya itu.
[Mas, kamu di mana?]
Rhea mengirim pada ponsel Ernest dan tidak lama dia mendapat jawaban dari pria itu.
[Aku dalam perjalanan ke rumah sakit.]
[Oke, hati-hati dijalan.]
Setengah jam kemudian, Ernest menghubungi Rhea dan meminta istrinya itu bersiap di depan pintu utama rumah sakit karena dia tidak mau masuk ke area parkir.
Rhea langsung keluar dari ruang prakteknya dan menunggu suaminya di pintu utama lobby rumah sakit.