Menghindari Gosip

1049 Words
Rhea memakai dress berwarna putih, berjalan memasuki area PT. Baeda. Dengan memakai high heels setinggi lima sentimeter, nampak anggun di setiap langkahnya. Rambutnya yang sedikit bergelombang terurai panjang, menjadikannya terlihat sangat cantik. Dari jarak agak jauh, Candra dan Nicko yang juga baru datang, tengah memperhatikannya. Tidak bisa dipungkiri, kedua mata laki-laki itu enggan berpaling menatap Rhea, yang hanya berjalan biasa saja. Mereka amat terpesona dengan kecantikan Rhea. "Wah, lihatlah pemandangan indah itu." Suara Anton tiba-tiba muncul di samping Nicko dan Candra. Membuat mereka menoleh cepat ke arah asal suaranya. Wisnu juga ada di sana. "Pagi-pagi kita kedatangan bidadari cantik. Siapa dia?" kata Anton lagi. "Apa kau amnesia? Itu kan Rhea!" tukas Wisnu. Anton lalu menoleh ke arah Wisnu dengan pandangan malasnya. "Kau, benar-benar tidak mengerti majas ungkapan ya?! Tentu saja aku tahu kalau dia Rhea. Tapi, lihatlah penampilannya hari ini! Bahkan para senior kita terpana melihatnya, yang hanya berjalan biasa." Anton terkekeh melihat ke arah Candra dan Nicko. "Apa yang sedang kalian pikirkan?" tanya Candra. "Pak, di perusahaan ini sangat jarang ada arsitek perempuan. Sekalinya ada, dia sangat cantik," ujar Anton dengan menaikkan salah satu alisnya. "Saat bekerja, dia sangat serius. Kemarin-kemarin, dia juga berdandan ala kadarnya. Tapi hari ini, ia merubah dirinya menjadi seorang putri," timpal Wisnu. "Mungkin, dia butuh pengawal?" kata Anton menaikkan kedua alisnya. "Lihatlah. Seandainya kita berbicara dengannya, pasti seluruh karyawan memperhatikan kita bukan?" timpal Wisnu. "Benar juga!" Anton nampak setuju. "Kalau begitu, siapa yang lebih cepat mendekati Rhea sekarang, dia yang akan menjadi pengawalnya!" ajak Anton. "Setuju!" Wisnu nampak bersemangat. Mereka berdua, lalu akan berjalan mendekati Rhea. "Hei!" panggil Candra menarik baju Anton dan Wisnu. Mencegah mereka yang akan berjalan mendekati Rhea. "Rhea itu, adik tingkatku saat kuliah dulu! Kalian jangan berpikir macam-macam!" tukas Candra, membuat terkejut Anton dan Wisnu. "Apa?! Jadi, Rhea adalah adik tingkat pak Nicko juga?!" tanya Anton. "Tentu saja!" jawab Candra. "Jadi, maksud pak Candra bilang kedua kali waktu itu, Rhea dan pak Nicko pernah menjadi senior dan junior di masa kuliah dulu?" tanya Wisnu. "Bisa dibilang begitu. Tapi, ada satu lagi masa-masa antara mereka berdua yang tidak bisa dijelaskan secara detail," jawab Candra dengan terkekeh. "Iya kan, Nick?" Candra menoleh ke arah Nicko yang ada di sampingnya. Namun, Nicko sudah hilang. Membuat mereka bertiga terhenyak sesaat, sejak kapan Nicko pergi dari sana? "Nick, Nicko?!" panggil Candra sembari celingukan ke kanan dan ke kiri. Anton dan Wisnu ikut mencari dengan menoleh ke segala arah. "Kemana pak Nicko?" tanya Anton. "Di sana!" ujar Wisnu, sembari menunjuk ke arah Rhea yang berjalan. Ternyata, Nicko sudah berjalan menyusul Rhea lebih dulu. "Wah, ternyata kita kalah cepat dari pak Nicko," ujar Anton kecewa. Mereka bertiga pun melihat ke arah Nicko. "Pak Nicko sudah menjadi pengawalnya lebih dulu," lanjutnya. "Pengawal apanya? Melihat mereka berjalan beriringan seperti itu, bukankah pak Nicko lebih cocok terlihat seperti pangeran?" sambung Wisnu. "Seperti yang dibayangkan. Semua mata karyawan tertuju pada mereka," tambah Anton lagi. "Ah, sudahlah! Ayo kita bekerja!" ajak Candra dengan mendorong Anton dan Wisnu. Sedangkan, Nicko masih berjalan cepat ke arah Rhea. "Rhe?!" panggil Nicko yang berjalan mendekat. Membuat Rhea menoleh ke arah Nicko. "Pak Nicko?" balas Rhea dengan tetap berjalan. "Tunggu sebentar," kata Nicko dengan membersamai langkah Rhea. "Ada apa, Pak?" "Rhe, ngomong-ngomong ... Soal Minggu depan, apa kamu bisa ...." "Bisa," potong Rhea begitu saja. Membuat Nicko tersentak sesaat. "Laporan hasil presentasi kan? Aku akan segera menyelesaikannya sebelum Minggu depan," lanjut Rhea. Rupanya Nicko salah paham. "Bukan itu. Ini soal ...." "Laporan report hasil dokumentasi gedung C2?" Lagi-lagi, Rhea memutus kalimat Nicko. "Aku akan segera mengirim ke emailmu. Di C2, sudah beres dan tidak ada masalah." Nicko menjadi semakin bingung. Betapa sulit baginya, untuk hanya mengajak Rhea pergi menonton? Kenapa lidahnya tidak selancar Candra kemarin? Ia masih berjalan bersama Rhea dan susah sekali berkata-kata. Membuat Rhea melihatnya. "Apa ada lagi yang ingin disampaikan?" tanya Rhea. "Eemm ... tidak," jawab Nicko ragu. "Kalau tidak, menjaulah dariku!" pinta Rhea cepat. Nicko menoleh ke arah Rhea dengan keheranan. "Kenapa memangnya?" "Aku menghindari gosip yang tidak baik," jawab Rhea setengah berbisik. Nicko pun benar-benar sudah kehilangan kata-kata. Ia bisa apa lagi? Akhirnya, Nicko pun berjalan ke arah yang lain dengan kecewa. Ternyata, tidak semudah yang dibayangkannya. Sedangkan, Rhea masih berjalan menuju gedung perusahaan. Ia yang sudah memasuki lantai satu PT. Baeda, langsung menuju ke arah lift menuju kantornya. Rhea yang sudah berada di lantai tiga, keluar dari lift. Ia kemudian berjalan ke arah kantor. Di dalam, ternyata sudah ada Diana yang menatap komputernya. Rhea memasuki kantor dan berjalan ke arah meja kerjanya. Diana memperhatikannya. "Jadi, kamu dan pak Candra dari universitas yang sama ya?" tanya Diana pada Rhea. Membuat Rhea menoleh ke arah Diana. "Iya." "Artinya, alumni yang sama dengan pak Nicko juga?" "Aku adik tingkat mereka." "Apa kalian sudah dekat dari dulu?" "Aku hanya dekat soal pelajaran kuliah." "Apa itu yang membuat kalian dekat sampai sekarang?" "Tidak juga. Sekarang pun sama. Kami hanya dekat soal pekerjaan." "Tapi, aku sering melihatmu berduaan dengan pak Nicko," kata Diana santai. Rhea menoleh ke arah Diana. "Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" tanya Rhea. "Baiklah. Aku akan mengatakan hal jujur padamu. Aku iri denganmu yang langsung bisa menjadi pasangan kerja pak Nicko. Pak Nicko adalah arsitek ternama yang terkenal. Aku sudah lama menantikan bekerja di PT. Baeda ini, untuk bisa menjadi juniornya. Kalau dibandingkan jenjang karir dan pengalaman, aku lebih baik darimu. Tapi kenapa kamu yang dipilih menjadi pasangannya?" "Mana aku tahu? Kenapa kamu tidak bertanya pada pak Nicko sendiri? "Aku sudah bertanya langsung padanya. Tapi, tidak ada jawaban masuk akal darinya. Lagi pula, aku juga melihatmu sangat dekat dengan pak Nicko. Bahkan pak Candra selalu menggoda kalian saat kalian bersama. Apa jangan-jangan, kalian sedang berkencan?" "Mana mungkin?!" jawab Rhea cepat. "Kalau kamu mengelaknya. Aku akan bertanya satu hal. Apa kamu menyukai pak Nicko?" tanya Diana. Membuat Rhea tercekat kembali. "Tentu saja tidak!" jawab Rhea cepat setelah beberapa detik. "Kalau begitu, aku akan mengatakan padamu. Aku menyukai pak Nicko," kata Diana tanpa keraguan sama sekali. Membuat Rhea hanya terus terdiam melihat ke arah Diana. "Maaf, aku memang tipe jujur dan langsung blak-blakkan," lanjut Diana lagi. "Kalau memang di antara kalian tidak ada perasaan, maka aku yang akan mendekati pak Nicko." Setelah mengatakan hal itu, Diana melihat layar komputernya lagi. Ia kembali fokus akan pekerjaannya. Sedangkan Rhea, hanya terdiam dan tidak membalas ungkapan Diana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD