Nicko duduk di meja kerjanya sejak dua jam yang lalu. Meskipun ini sudah pukul delapan malam, tapi ia tidak berpikir untuk istirahat. Tiba-tiba, Rhea menaruh secangkir kopi di atas meja Nicko.
"Kopi agar pak Nicko bisa lembur malam ini," ujar Rhea sembari tersenyum. Nicko masih memperhatikan Rhea sejenak. Kemudian, ia kembali melihat komputernya.
"Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Nicko dengan nada datar.
"Aku tadi baru saja ke C2 untuk mengawasi sebentar. Terima kasih, sudah membantuku kali ini."
"Itu adalah tanggung jawabku. Kalau ada apa-apa, bukan kamu yang disalahkan, tapi aku. Jadi, kamu tidak perlu berterima kasih. Dari sini, seharusnya kamu belajar, agar tidak sembarangan membuat desain pondasi dasar." Nicko masih datar dan tidak melihat Rhea saat berbicara.
Rhea mengoles senyumnya mendengarkan Nicko. Ia tahu, meski Nicko berbicara dingin seperti itu, tapi hatinya tidak begitu.
"Maafkan aku," ujar Rhea pada Nicko.
"Dari pada minta maaf. Lebih baik, kamu berkata sesuatu yang lebih penting."
"Aku tahu. Aku mendapat pelajaran dari sini. Juga, aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Baguslah kalau kamu mengerti."
"Aku juga sudah pastikan kalau pekerjaan di C2, berjalan dengan baik. Sekarang, aku akan membantu pekerjaan di B4."
"Tidak perlu. Itu sudah menjadi tugasku."
"Aku tidak bisa menerima kebaikan begitu saja. Aku pastikan akan membantumu membenahi proyek di B4 ini dengan baik." Rhea masih bersikukuh. Nicko barulah menoleh ke arah Rhea.
"Baiklah kalau kamu bersikeras." Nicko mengambil beberapa lembar dokumen yang ada di atas mejanya. Ia memberikannya pada Rhea.
"Bantu aku menganalisis tata letak di gedung B4. Lebih cepat lebih baik. Jadi, aku bisa segera melihat apa saja yang perlu dibenahi di gedung itu."
"Baik. Aku mengerti."
Rhea segera mengambil dokumen dari tangan Nicko dengan cepat. Nicko sedikit terkejut karena sambaran tangan Rhea tadi. Rhea, segera kembali ke mejanya.
Nicko masih memperhatikannya. Tanpa menunggu lama-lama, Rhea mengerjakannya dengan semangat. Sama sekali tidak mengeluh. Nicko yang melihatnya menjadi tertegun. Rhea yang sekarang, memang berbeda dengan yang dulu. Pikirnya.
***
Nicko melangkah melewati pintu kantor. Saat ia baru saja masuk, ia sudah melihat Rhea yang serius menghadap di depan komputer. Membuatnya terkejut sejenak.
Nicko melihat jam tangannya. Masih pukul setengah enam pagi. Bukankah masih sangat pagi? Nicko lalu melanjutkan jalannya.
"Kamu sudah bekerja di pagi seperti ini?"
Rhea nampak terhenyak sesaat. Ia yang tengah fokus bekerja, baru sadar jika Nicko baru datang. Membuatnya menoleh ke arah Nicko. Nicko berjalan ke arahnya.
"Aku sudah membuat semua laporan yang kamu inginkan. Jadi, hari ini kamu bisa ke B4 untuk mengontrolnya."
Rhea tidak menanggapi kalimat Nicko sebelumnya. Segera menjawab Nicko dengan mode serius bekerjanya. Nicko yang sudah sampai melihat laporan dari Rhea yang baru diberikan padanya, untuk diperiksa.
"Bagus," ucap Nicko sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Rhea merasa senang saat Nicko mengatakannya. "Ngomong-ngomong, sejak kapan kamu mengerjakannya? Bukankah baru tadi malam aku memberikan tugas ini untukmu?"
"Tadi malam juga."
"Kenapa bisa secepat ini? Apa kamu tidak tidur?"
"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Rhea. Nicko tercekat mendengarnya. Ia menoleh ke arah Rhea cepat.
"Benarkah kamu tidak tidur hanya untuk mengerjakan ini?" tanya Nicko. Rhea hanya menganggukkan kepala dua kali menjawab pertanyaan Nicko. Nicko memperhatikannya sejenak. Kemudian ia menghela nafasnya.
"Apa, aku terlalu keras padamu?" tanya Nicko dengan sedikit merasa bersalah.
"Tidak. Kamu kan tidak menyuruhku untuk menyelesaikannya pagi ini? Aku sendiri yang ingin mengerjakannya, supaya lebih cepat selesai," jawab Rhea dengan santai.
Nicko masih memperhatikan Rhea. Rhea tidak tidur semalaman. Tapi, dia sama sekali tidak terlihat lemas. Masih seperti biasanya.
"Apa ada hal baru yang harus aku kerjakan lagi?" tanya Rhea kembali dengan nada antusias.
"Kamu bukan wonder woman. Tidak perlu memaksakan diri."
"Aku masih sanggup kok. Lagi pula, agar pembenahanmu di gedung B4 juga cepat selesai. Jadi, kita semua juga bisa segera mengerjakan proyek yang lain," jawab Rhea tanpa keraguan sama sekali. Nicko berpikir, Rhea yang dihadapannya ini, memang berbeda dengan Rhea yang masih menjadi istrinya dulu.
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan tunjukkan di komputermu."
Nicko berjalan memutari meja Rhea. Ia berada di belakang kursi Rhea. Nicko menjelaskan di layar komputer Rhea, dan Rhea berusaha memahaminya.
Bertepatan setelah itu, Diana masuk ke dalam kantor. Diikuti Candra setelah beberapa detik. Mereka melihat Nicko dan Rhea berduaan dengan jarak dekat tanpa Nicko dan Rhea tahu. Membuat Candra dan Diana memusatkan perhatiannya.
"Wah, lihat ini! Pagi-pagi kalian sudah di sini bersama. Sepertinya kalian sedang sibuk?" Candra berbicara dengan terkekeh.
Rhea dan Nicko melihat Candra yang baru datang. Diana menoleh ke arah Candra dengan memicingkan matanya. Heran, seolah seperti sedang ada sesuatu dari candaan Candra.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Diana heran.
"Bukan urusanmu!" Candra pada Diana. Membuat Diana menjadi kesal.
Rhea menjadi panik. Ia kemudian segera berdiri dari tempat duduknya. Membuat Nicko menjadi heran.
"Pak Nicko bisa memberi tanda mana saja yang akan aku kerjakan," kata Rhea sembari berdiri.
"Mau ke mana kamu?" tanya Nicko.
"Aku mau ke kamar mandi sebentar!" kata Rhea dengan berjalan cepat ke arah kamar mandi.
"Nick. Kamu tidak ke kamar mandi sekalian?" goda Candra masih dengan terkekeh.
"Apa yang lucu? Kenapa kamu cengar cengir begitu?!" tukas Diana pada Candra.
"Memangnya kenapa kalau aku tertawa? Apa itu mengganggumu?" Candra masih tidak serius.
"Sangat!" ucap Diana dengan merapatkan kedua gigi gerahamnya. Candra hanya menyipitkan kedua matanya melihat Diana.
Setelah itu, Rhea kembali dari kamar mandi. Ia berjalan mendekat ke arah meja kerjanya yang masih ada Nicko di sana. Kali ini, Rhea berdiri di belakang Nicko dengan menjaga jarak agak jauh.
"Rhe. Kamu tidak perlu berjauh-jauhan begitu, saat ada aku dan Diana di sini." Candra kembali menggoda mereka. Membuat Diana menjadi semakin penasaran dan curiga.
"Aku dari tadi memang seperti ini, kok," jawab Rhea.
"Oh iya. Semakin lama, aku semakin sering melihat kalian bersama ...." Candra masih meneruskan candaannya.
"Bisakah kamu berhenti?!" potong Diana agak keras, karena sebal dengan ocehan Candra. Membuat Candra tercekat.
"Kenapa kamu yang marah?" tanya Candra pada Diana. "Ah! Aku tahu. Pasti kamu merasa kesal, karena melihat kedekatan Nicko dan Rhea bukan?"
Rhea dan Nicko yang mendengarnya, menjadi salah tingkah. Mereka serba salah mendengar ungkapan Candra itu. Nicko lalu berdiri dari meja Rhea. Ia berjalan keluar kantor.
"Mau kemana kau?!" teriak Candra pada Nicko.
"Pak Krisna sudah menungguku dari tadi!" jawab Nicko sembari terus berjalan. Sedangkan Rhea, mengambil beberapa dokumen, dan ia juga ikut berjalan keluar kantor.
"Kamu juga, mau pergi?" tanya Candra.
"Aku harus mengirim lewat fax dokumen ini," jawab Rhea, terus melangkahkan kakinya keluar.
Sekarang, di kantor hanya tinggal Diana dan Candra. Diana masih memberikan tatapan kesal pada Candra. Membuat Candra berhenti menyengir, karena Diana sedang memelototinya. Diana yang setengah marah, juga ikut berdiri dari kursinya
"Lain kali, jaga mulutmu!" lirih Diana dengan menahan kekesalan. Kemudian, ia juga berjalan keluar kantor pula. Menjadikan Candra di sana sendirian.
"Ada apa dengannya?" gumam Candra tengah berbicara sendirian. Ia lalu celingukan di dalam kantor yang seketika menjadi sepi. Hanya ada Candra seorang.
"Ada apa dengan orang-orang ini?" tambah Candra menggeleng-gelengkan kepalanya sendirian.