Prolog
Lani mengembuskan napasnya dengan berat, menatap sendu punggung laki-laki yang baru saja berstatus menjadi suaminya tadi pagi itu. Pria itu tengah tertidur membelakanginya, dia kira dia akan melakukan hal yang menyenangkan seperti pasangan suami istri kebanyakan. Tapi ternyata dugaannya salah, setelah acara resepsi pernikahan selesai Dimitri, pria yang menjadi suaminya itu meminta izin untuk ke kamar terlebih dahulu. Dengan alasan bersih-bersih, yang membuat dirinya bersama para saudaranya bercerita tentang pernikahannya, dan berakhir dengan menggoda dirinya.
Lani tersenyum getir ketika mengingat gurauan saudaranya soal malam pertama, ia mencoba untuk sabar toh masih ada malam-malam lain, jadi kalau tidak jadi malam ini tidak masalah bukan. Batinnya menyemangati, Lani baru saja keluar dari kamarnya ia merasa haus, begitu dilihatnya Nasha adiknya yang akan membuka pintu kamarnya, karena kamar dirinya dengan Nasha berada bersisian.
"Sha, dari mana?" Nasha tersenyum ketika melirik kesamping melihat Lani, kakak cantiknya itu yang baru saja keluar dari kamar pengantinnya. Wajahnya segar sehabis mandi dengan rona merah yang mewarnai pipi chubby sang kakak.
Nasha, tersenyum kecut. Ketika pikiran bodohnya melanglang ke arah lain.
"Ambil minum, Mbak." Sahutnya sambil mengangkat gelas bening berisi air putih. Lani hanya mengangguk ketika Nasha pamit untuk kembali ke kamarnya.
Nasha menatap langit-langit kamarnya dengan membuang napas yang begitu berat, ia pikir rasa sesak di dadanya bisa hilang begitu saja. Namun, sepertinya malah semakin menjadi, lalu sekarang apa rencana selanjutnya yang ia harus ambil? Meninggalkan rumah ini dan mencari apartement di dekat tempat kerjanya. Tapi dirinya sudah di wanti-wanti untuk tidak meninggalkan rumah ini, tapi dirinya tidak bisa seperti ini terus. Semakin lama dirinya berada dirumah ini semakin dirinya susah untuk melangkah ke depan, pikirannya yang begitu penuh membuat dirinya jatuh tertidur dengan sendirinya.
***
Ke esokan harinya, Nasha yang sudah berkumpul di ruang makan dengan keluarga besarnya minus pengantin baru. Keluarga mereka terlihat asyik bercerita, tentang calon cucu-cucunya kelak, sedangkan Nasha sendiri sibuk mengolesi selai kedalam roti guna menyibukan diri. Ia tidak berminat untuk ikut campur soal calon keponakannya kelak, tidak ada dalam bayangannya sekalipun.
"Maaf sepertinya kami telat untuk sarapan." Kata suara bariton menginterupsi keluarga besarnya. Aktifitas Nasha seketika berhenti begitu mendengar suara yang familiar ditelinganya. Para keluarga besar itu memaklumi, mereka malah menggoda pasangan baru tersebut. Lani menjawab gurauan itu dengan senyuman berbeda dengan pria yang duduk di hadapan Nasha, pria itu tidak menampakkan raut apapun selain datar, dan malah pria itu fokus memandangi wanita di hadapannya-Nasha.
Dimitri seolah tidak peduli akan reaksi keluarga besarnya, jika aksinya kini tengah mengamati adik iparnya akan diketahui mereka semua. Nasha yang sadar jika dirinya di awasi oleh seseorang dihadapannya, semakin menundukan wajahnya, tangannya yang sedari tadi mengolesi selai cokelat pun tidak sadar. Jika roti yang di olesinya kini begitu penuh dengan selai.
"Dek, kamu nggak salah ngambil selai cokelat?" tegur Gumi Kakak tertua Nasha. Nasha seperti tersadar atas ucapan abangnya itu, ia begitu bodoh sampai lupa bisa salah mengambil selai. Pasalnya keluarganya tahu bahwa dirinya tidak menyukai selai berwarna hitam tersebut, Nasha langsung saja menghentikan aksinya dengan gugup yang tak luput dari perhatian pria di depannya.
"Kamu kenapa Sha, sakit? Dari tadi Mas liatin kamu, kamu diem aja, nggak kayak biasanya." Raut wajah Gumi seketika berbeda menyerupai rasa khawatir. Pasalnya adik bungsunya itu tidak seperti biasanya yang cerewet dan pecicilan entah kenapa hari ini adiknya itu hanya diam saja, seolah-olah tidak mempunyai gairah dalam hidupnya.
Perkataan Gumi sukses membuat keluarga besarnya itu menatap kearahnya, tak luput pria di hadapannya itu turut serta semakin menatapnya dengan tatapan yang hanya dirinya tahu. Nasha hanya tersenyum, menampilkan lesung pipi dikedua pipi tirusnya membuatnya semakin cantik saja.
"Ekhem." Dehem Nasha membasahi tenggorokannya yang kering, ia kemudian menatap keluarganya satu persatu minus orang yang di hadapannya. Ia tidak ingin bertatap muka dengan pria itu tidak sekarang atau pun nanti.
"Enggak kok, aku nggak apa-apa. Cuman agak enggak enak badan aja." Jawabnya lagi yang langsung mendapat desahan lega dari Gumi, sedangkan keluarga yang lain hanya mengangguk dan kembali sibuk dalam obrolan.
Nasha yang tidak ingin berlama-lama disituasi seperti ini, lantas secepatnya menyelesaikan aksi sarapannya.
"Maaf, aku duluan. Banyak kain-kain yang masuk hari ini." Pamit Nasha yang dapat anggukan dari sebagian keluarganya.
Ketika Nasha akan meninggalkan meja makan, tanpa disangka-sangka olehnya. Pria yang sedari tadi memperhatikannya itu ikut beranjak dari tempat duduknya tanpa menyentuh sarapannya sama sekali.
"Maaf, sepertinya aku juga harus berangkat ke kantor. Biar aku sekalian yang antar Nasha." Semua yang berada di meja tersebut menatap Dimitri dengan pandangan berbeda-beda, termasuk Lani. Wanita yang menyandang sebagai istri Dimitri itu memandang suaminya dengan pandangan yang sulit dijelaskan.
"Kamu mau kerja?" tanya mamanya kaget.
"Hn, maafkan aku, Mam. Banyak pekerjaan yang terbengkalai seminggu belakangan ini." Lani hanya terdiam kaget mendengar ucapan suaminya itu, pasalnya ia baru tahu kalau prianya akan kembali lagi bekerja hari ini.
"Apa kamu tidak kasian dengan istrimu, kalian baru kemarin menikah seharusnya kamu berbulan madu. Bukannya malah bekerja." Sahut Mamanya sebal.
"Aku nggak apa-apa kok Mam, Dimitri emang udah minta izin dari aku. Lagian honeymoon bisa nanti-nanti Mam."
"Nggak bisa nanti kamu tahu kan Lan, Dimitri itu anak tunggal. Mama mau secepatnya punya cucu dari kalian!" Cukup sudah, Nasha tidak mau terlambat ketempat kerjanya gara-gara drama tidak penting keluarganya. Nasha melirik ke arah Gumi meminta izin untuk segera pergi.
Gumi hanya mengangguk mengizinkan ia begitu tahu adik satunya itu benar-benar sudah jengah dengan obrolan keluarganya. Ketika Nasha akan membuka pintu taksi yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Seseorang dari arah belakang menarik tangannya lalu menutup pintu taksi tersebut, ia berujar pada sang sopir untuk tidak jadi menaiki taksinya.
"Lepas!" Nasha mencoba untuk melepaskan cekalan tangannya, begitu tangannya bebas ia kembali berjalan meninggalkan pria itu yang wajahnya berubah marah.
"s**t!" Umpat pria itu yang langsung membopong wanita itu untuk masuk kedalam mobilnya. Perlakuan pria itu terhadap Nasha tak luput dari pandangan seseorang, seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua, Kedua mata itu menatap sendu kepergian kedua orang tersebut.
***
"Terimakasih Mas, atas tumpanganya." Ujar Nasha dingin, ketika wanita itu hendak membuka pintu mobil lengannya kembali dicekal.
"Kita perlu bicara." seru Dimitri dengan terus mencekal lengan Nasha seolah wanita itu akan kabur saja. Nasha tidak berniat untuk menatap Dimitri, wanita itu lebih memilih membelakanginya.
"Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi."
"Baiklah, tapi jawab pertanyaanku. Kenapa kau menghindariku?"
Nasha menghela napasnya berat mendengar pertanyaan Dimitri.
"Aku menuruti keinginanmu." Balasnya datar tapi tidak dengan hatinya.
"Bukan aku yang menginginkan pernikahan ini, Sha. Tapi, kamu!" Bentaknya keras dengan tangan yang memukul dashboard mobil, pria itu benar-benar frustasi. Wanita di sampingnya itu benar-benar membuat dirinya gila, Dimitri yang lengah membuat Nasha memiliki peluang untuk segera pergi dari mobilnya. Dengan langkah cepat hampir berlari ia menuju gerbang tempat dirinya membuang waktu.
Tanpa diketahui oleh siapapun ketika dirinya keluar dari mobil Dimitri, ia seketika menangis. Tangis yang semalam dirinya tahan kini keluar dengan sendirinya. Sambil menutup bibirnya dengan tangan, ia mencoba untuk meredam suara tangisnya, yang semakin dirinya tahan semakin tangisnya pecah.
***