Resya tak pernah meminta waktu dapat diputar kembali. Tak ada yang ingin ia ulangi, karena apapun yang terjadi inilah hidup dan takdirnya. sesulit apapun yang Tuhan berikan, meskipun sangat menyedihkan Resya bersyukur atas ini. Meskipun demikian, sejak kecil ia tak pernah mengetahui dimana orang tuanya berada. Tapi, dikelilingi oleh orang-orang yang sayang padanya sudah membuat Resya senang. Hingga detik ini, Tante Melody masih menjadi orang paling terdepan yang membelanya, menyayanginya pun juga menjaganya. lantas, mengapa ia harus merasa sedih hanya karena Tuhan menakdirkan seperti sekarang? bukankah harusnya jauh lebih bersyukur? setidaknya ia tak kesusahan hidup di jalanan, paling tidak ia bisa makan makanan favoritnya tanpa harus menadahkan tangan dan meminta belas kasih dari mereka yang bahkan terkadang lebih peduli terhadap masalah perutnya sendiri.
seperti saat Pagi-pagi seperti sekarang, di hari libur yang sebenarnya sih masih sama saja ia harus meluangkan waktu untuk membantu Tante Melody dalam mengurus kedai kopi. Hanya bisa membantu wanita itu dikala waktu senggang. Hingga di usianya yang sekarang pun' Resya tak tahu bentuk balas Budi seperti apa yang pantas ia gambarkan kepada wanita tersebut. terlalu banyak hal yang Tante Melody korbankan, termasuk masa depan dan kisah cintanya.
Kedai nampak ramai, karena memang Tante Melody sudah memiliki pelanggan tetap. Beliau selalu mengedepankan rasa bukan harga, kualitas bukannya penampilan. Ya, mungkin sesekali ia juga memadukan dua komponen itu, sehingga banyak pengunjung yang menganggap kedai Tante Melody murah juga ramah, dan memiliki menu yang bervariatif. entahlah, yang pasti sebagai ponakan ia harus membantu beliau dengan penuh semangat. Resya mengeluh karena sudah harus bersanding dengan peluh di pagi seperti ini. Tantenya itu tersenyum seolah-olah sedang menyemangati. Ah.. wanita itu selalu menjadi alasan Resya untuk kuat. Dan menjadi gadis yang tangguh seperti sekarang ini.
kadang, pikiran-pikiran aneh terlintas dalam benaknya. kira-kira seperti apa kedekatan Tante Melody dengan orang tuanya? dan mengapa hingga detik ini beliau masih menyembunyikan sebuah fakta yang ingin Resya ketahui? apakah karena usianya belum cukup untuk mendengar segala cerita itu, ataukah memang sebenarnya kisah itu tak ada. kadang ia sedih, tapi juga kadang ia kuat karena rasanya percuma mengandalkan kesedihan untuk menghadapi dunia yang penuh warna ini.
"Tante, siang ini aku boleh pergi ke taman kan?" Resya mendekati wanita itu yang tengah memegang nampak kayu.
"Ingin bertemu dengan teman pria mu yang semalam?" goda tantenya, Resya tersenyum malu. selalu saja tantenya itu berusaha untuk meledek, padahal antara ia dan Gio tak ada hubungan lebih selain pertemanan. Tapi, mengapa hatinya jadi berbunga-bunga hanya karena di goda dan membahas anak remaja itu? ya ampun, lucu sekali ini.
"Hanya Gio Tante, kami bahkan tidak memiliki hubungan lebih." pungkasnya, maksud dari itu adalah bahwa keduanya tak ingin berharap ada sebuah hubungan lebih dari pertemanan. mengingat mereka masih dibawah umur atau lebih tepatnya Resya takut terjerumus hal-hal yang tak baik.
"Oh ya? Jadi kamu berharap hubungan lebih?" Lagi-lagi Melody membuatnya bersemu merah, tapi pantas menggeleng dengan kuat.
"Tante.." kesal Resya, memanyunkan bibirnya. wanita itu tertawa pelan, lucu sekali melihat anak remaja yang kini tumbuh dengan cantik, bahkan sangat mirip dengan ibunya. Melody merasa bangga, karena bisa membesarkan Resya yang lahir penuh hina dengan menjadi pribadi yang sedikit berbeda dengan mendiang ibu dan ayahnya. sampai kapan pun, Melody tak akan membiarkan anak ini, memiliki sifat dan sikap yang sama dengan kedua orang tuanya. Melody yakin, sebab itulah kak Sarah menitipkan Resya padanya, agar tak memiliki kepribadian yang buruk.
"Kamu antarkan minuman ini ke meja nomor satu ya?." pinta Melody menyodorkan dua gelas cappucino dengan kue yang dipesan. hendak membuat suasana hati Resya cerah kembali, melupakan kejadian beberapa menit yang lalu. dan benar saja, tadi itu hanyalah sebuah guyonan. ia dengan senang hati menerima dan berhati-hati membawanya untuk disuguhkan pada meja nomor satu.
"Selamat menikmati kak." Resya meletakkan gelas tersebut satu persatu diatas meja, bahkan belum sempat mengamati wajah si pembeli.
"Resya?" pekik anak gadis itu, sontak saja Resya mendongak dan mendapati Elma yang ternyata sedang menjadi pelanggan di kedai tantenya. keduanya sama-sama terkejut, tapi di detik berikutnya menyunggingkan senyuman.
"Kak Elma?, Selamat menikmati ya kak." Resya dengan ramah menyapa kedua cewek itu.
"Kamu kerja di tempat ini?" tanya gadis manis tersebut. Resya dengan cepat menggeleng, tentu saja ia tak bekerja.
"Ini punya Tante aku." terangnya
"Oh ya? Wah! Aku baru tahu." katanya sedikit terkejut. Resya hanya menampilkan deretan giginya.
"Mulai sekarang kakak sudah tahu, dan wajib mempromosikan." Guyon Resya, Elma dan temannya itu tersenyum. sungguh, melihat Elma itu rasanya tak akan pernah bosan. bagaimana tidak, kecantikan gadis tersebut tak ada tandingannya, wajar saja jika anak sekolahan berlomba-lomba untuk memenangkan hatinya. kadang kala, ia berpikiran bagaimana ya rasanya digemari oleh banyak lelaki? dan menjadi idola. pasti sangat menyenangkan!
"Pasti."Jawab Elma, Resya mengangguk dan tersenyum. sesaat ia teringat oleh sesuatu hal yang mendesak pikirannya bahkan sempat membuatnya merasa tak nyaman.
"Ada apa Sya? ada yang ingin kamu tanyakan pada kami?" nampaknya kegelisahan di raut wajah gadis itu begitu terlihat. Resya meringis bimbang, haruskah ia mengatakan kepada Elma bahwa iblis squad masih terus mengincarnya? Tentu saja sebagai salah satu anggota geng Gio ia bertugas untuk melindungi korban. apalagi Elma adalah pacar dari salah satu anggota geng yang ia tempati.
"Emm, jadi begini kak." Resya memilin ujung baju persatuan kedai kopi milik tantenya.
"Kakak harus berhati-hati dengan Iqbal, dia masih mengincar kakak." terangnya, Elma membelalakan mata, lalu menatap temanya yang juga sama-sama terkejut. Resya mengangguk meyakinkan, sebenarnya gadis ini wajar saja menjadi incaran anak iblis, selain cerdas, Elma juga cantik bak model, manis bak gulali dan legit bak dodol. Bahkan Gio selaku mantan masih menyayangi Elma, jika saja tak memikirkan perasaan Micel.
"Jadi aku harus gimana?" tanyanya ketakutan. Resya nampak mengelus dagunya.
"Untuk beberapa hari ini, kakak harus pulang pergi ke sekolah bersama kak Micel. Demi keselamatan kakak." terang gadis itu, yang diangguki oleh Elma.
"Terima kasih ya, aku akan mempromosikan kedai ini."
Resya tertawa renyah, ia menjadi malu dan menggaruk tengkuknya. "Serius kak, itu bukanlah bentuk sogokan. Aku membantu kakak dengan senang hati." selain itu, ini juga sudah menjadi bagian dari tugasnya menjadi anggota gang.
"Iya, aku percaya kok. Ini inisiatif ku sendiri." sahutnya, jika begitu Resya senang mendengarnya.
"Terima kasih kak, terima kasih banyak." sahutnya lalu pergi meninggalkan dua gadis itu dan kembali menemui Tante Melody.
"Sepertinya kalian terlihat akrab?" Melody yang sejak tadi hanya mengamati ponakannya itu berbincang dengan riang bersama dua pelanggan tersebut. Resya mengangguk antusias.
"Dia kakak kelas disekolah Tan, yang putih itu kak Elma dan yang rambut hitam legam itu kak Siska." terangnya, Melody mengangguki dengan paham. Cukup senang mendapati putrinya bersosialisasi dengan baik disekolah, memiliki teman yang banyak adalah hal yang baik. Setidaknya ia bisa beradaptasi dengan orang-orang baru.
Melody melirik jam di pergelangan tangan, melihat jam menunjukkan pukul sebelas siang. Ia merasa kasihan dengan Resya yang sejak tadi pagi telah membantunya.
"Kalau begitu kamu boleh bermain, tapi ingat waktu ya?" sontak saja Resya loncat-loncat kegirangan, Melody menggelengkan kepala dan tersenyum.
"Terima kasih Tante, Resya pamit dulu ya?" katanya, yang diangguki Melody.
Resya mirip sekali dengan mendiang ibunya. Sarah dulu adalah gadis periang dan pemberani, sama seperti anak itu. Tapi kisah dan perjalanan hidup yang membuat Sarah menjadi manusia kesepian. Melody hanya bisa menebak Karena rasa kesepian itulah membuat Sarah putus asa dan memilih orang yang dapat mengobati rasa kesepiannya.
Melody menggeleng, rasa sakit itu tak bisa terus-terusan ia ingat. Hanya akan membuatnya mengingat kenangan kelam dimasa lalu. Hal yang tepat, adalah untuknya menatap masa depan yang cerah.
Ditaman yang asri, Resya menatap langit-langit biru dengan senyum mengembang. Cinta penuh yang tantenya berikan sudah cukup, tapi ada satu hal yang membuatnya penasaran. Sejak kecil ia tak pernah tahu seperti apa wajah orang tuanya, apakah mirip dengan dirinya? Resya ingin sekali, setidaknya memiliki satu foto orang tuanya yang bisa ia kenang dan bawa kemana-mana.
"Aku rindu ibu, meski aku gak tahu masihkah kalian hidup?" cicitnya pelan, matanya sudah berkaca-kaca.
"Sendiri aja!" Gio datang mengejutkannya, Resya menoleh dan memutar bola mata jengah.
"Kan aku nungguin kamu, apa kamu terlalu sibuk?"
"Tidak, hanya saja banyak ritual yang harus aku lakukan sebelum pergi."
"Seperti?"
"Bangun pagi, mandi, sarapan, olahraga, dan memikirkan mu." senyum Gio, Resya hanya bisa memukul pelan pundak kakak kelasnya itu. Yap, Gio memang suka sekali merayu membuat pipi anak gadis lainnya bersemu. Untung saja Resya sudah terbiasa, jadi ia menganggapnya angin lalu.
"Kamu sudah lama disini?"
"Setidaknya tidak sampai berlumut. Aku baru saja selesai membantu Tante Melody." Gio menganggukan kepalanya.
"Oh ya, aku juga baru bertemu dengan kak Elma dan kak Siska. Mereka ada di kedai Tante Mel." terang Resya, Gio nampak acuh, membuat Resya mengerutkan dahi.
"Kenapa sepertinya kamu tidak berminat?"
"Untuk apa? Elma kan' milik Micel? Masalah iblis squad bisa kita tangani bersama kan? Seharusnya yang lebih peduli bukan hanya kita tapi pacar Elma."
Resya tersenyum dan mendorong pundak Gio. "Emm..sepertinya kamu cemburu ya?" ledek gadis itu, Candra menggeleng dan mengelak.
"Untuk apa cemburu Resya? Aku bahkan bisa dengan mudah memacari siapapun."
"Dasar Playboy." cibirnya.
"No! Kamu gak bisa mengatakan itu tanpa bukti ya?"
"Kenyataanya begitu kan?"
"Gak!"
"Iya.." Mereka terus bercanda gurau.
"Permisi.." sampai ketika seorang pria berambut gondrong dan berkumis tebal menghampirinya.
"Iya, ada apa ya om?" tanya Resya
"Apa kalian mengetahui alamat rumah ini?" pria itu menunjukkan secarik kertas. Kedua remaja itu menggeleng.
"Maaf om, kami tidak mengetahuinya. Oh ya kalau boleh tahu asal om darimana ya?" tanya Resya, Gio sempad memberikan anak gadis itu sebuah kode untuk tidak terlalu akrab dengan orang baru.
Pria tersebut nampak terdiam lalu menjelaskan. "Om dari Jakarta dan ingin bertemu dengan teman om." katanya, Resya mengangguk.
"Semoga lekas bertemu ya Om."
"Iya, terima kasih ya. Om permisi dulu." Kata pria itu dan berlaku pergi.
"Pasti om-om itu orang yang setia, sampai rela mencari rumah temannya." terang Resya, Gio sejenak berpikir. Wajah pria itu sangat familiar dalam hidupnya, tapi siapa? Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya? Atau mungkin hanya perasaanya saja.
"Kenapa diam?"
Gio mengangkat alisnya, lalu berikutnya tersadar. "Kamu ini, lain kali kalau ada orang yang baru kamu kenal jangan sok akrab. Kalau orang itu berbuat jahat dengan kamu gimana?" gerutu Gio, Resya meringis.
"Kan ada kamu."
"Percaya diri sekali."
"Iya dong, kamu pahlawan aku!" terangnya dengan riang, Gio tersenyum melihat semangat Resya yang luar biasa. Gadis itu memang memberikan energi yang positif padanya dan semua orang.