Part 06

1021 Words
Kenzo dan Jelen akhirnya sah menjadi pasangan suami istri. Tadi pagi mereka melaksanakan upacara pernikahan di salah satu gereja, dan malam harinya mereka mengadakan resepsi di salah satu hotel milik Kenzo. Jelen sedari tadi berdecak kagum dengan pesta yang diadakan oleh pria yang kini berstatus sebagai suaminya ini. Jelen tidak habis pikir, berapa uang yang dikeluarkan oleh Kenzo untuk biaya pesta ini saja. Jelen sudah mengatakan, kalau pesta pernikahan mereka tidak usah mewah-mewah sekali, karena Jelen lebih suka pesta sederhana daripada pesta yang sekarang. Bukan kata mewah lagi, mungkin kalau ada kata selain itu mungkin Jelen akan menggunakannya. "Hem, kau mengundang berapa orang? Dari tadi tidak ada habisnya!" Jelen memegang kakinya, merasa pegal berdiri terus menerus. Kenzo melirik ke sampingnya, tersenyum mendapati istrinya yang sedang memijat kaki, lelaki itu menggenggam tangan Jelen, dan menggenggam tangan istrinya. "Kamu boleh ke kamar duluan," ucap Kenzo pada Jelen yang sudah tampak kelelahan. Jelen menggeleng, tidak mungkin dirinya akan meninggalkan pesta pernikahannya sendiri. Walau pernikahna ini tidak dilandasi oleh sebuah cinta, namun, Jelen tetap akan berdiri menemani Kenzo menyalami para tamu. "Hem, aku di sini saja. Lagian satu jam lagi, 'kan?" tanya Jelen memastikan. Resepsi pernikah mereka hanya sampai jam sebelas malam dan sekarang menunjukkan pukul sepuluh malam. Sejam lagi dan pesta ini akan berakhir. "Iya, kamu yakin masih mau di sini? Aku nggak pa-pa kamu ke kamar duluan," ujar Kenzo merasa khawatir melihat Jeles yang mengelus kakinya. Jelen menampilkan senyuman sebaik mungkin. "Aku nggak masalah nunggu sejam lagi." "Oke, kalau kamu masih capek, kamu boleh ke kamar terlebih dahulu. Aku juga harus menemani teman-temanku setelah pesta ini," beritahu Kenzo membuat Jelen mengangguk. Jelen juga berharap agar Kenzo tidak ikut bersamanya ke kamar. Jelen belum siap ada seorang pria tidur seranjang dengannya, walau pria itu adalah suaminya sekarang. Bagaimanapun Jelen takut menghadapi malam pertama. Malam pertama? Jelen bergidik ngeri ketika dua hari yang lalu dirinya membaca artikel malam pertama. Dalam artikel itu mengatakan: kalau Jelen harus mengenakan baju tidur seksi, mengenali lekuk tubuhnya sendiri, dan lebih membuat Jelen mengidik ngeri, harus menyediakan pelumas. Ya Tuhan, Jelen tidak akan mau melakukan itu semua. Jelen tidak ingin memakai baju tidur yang tidak menutupi sama sekali, seperti dirinya mencari tahu baju tidur malam pertama wanita. Dan, hasilnya membuat Jelen mengutuk baju tersebut.  Jelen tidak akan mau memakai pakaian terkutuk itu. Walau saudara iparnya mengatakan, kalau malam pertama harus menyenangkan suami. Tetap saja Jelen tidak akan mau. Kenzo yang sedari tadi memerhatikan Jelen menatap istrinya itu dengan bingung. Pasalnya gadis itu sedang mengepalkan tangan dan menggelengkan kepala. "Kau kenapa? Kau lelah?" tanya Kenzo memegang tangan Jelen. Jelen tersentak dari lamunannya, membayangkan baju tidur malam pertama wanita. Gadis itu menepis tangan Kenzo secara halus dan menggeleng. Tak mungkin Jelen mengatakan kalau dirinya sedang membayangkan baju yang ehm ... tak layak disebut baju. "Tidak ada. Aku hanya membayangkan film yang aku tonton kemarin," dusta Jelen. Kenzo menatap selidik pada gadis yang sudah menjadi istrinya itu, pria itu ingin mencari kebenaran pada ucapan dari Jelen. Namun, dirinya hanya menemukan sebuah tatapan tidak tahu artinya. Malu, bingung, kesal, dan apalagi? "Owh, kau jangan sering menonton film. Tidak baik." "Iya, aku tidak akan sering menonton film. Oh ya, kita akan tetap tinggal bersama dengan orangtuamu?" tanya Jelen mengalihkan pembicaraan mereka. Jelen tidak ingin memperbanyak kebohongannya pada Kenzo. "Tidak. Kita akan memiliki mansion sendiri, aku tidak suka tinggal dengan orangtuaku setelah menikah. Mom sangat berisik dan suka mencampuri segala urusan orang-orang di dalam rumahnya," ucap Kenzo sedikit kesal pada ibunya itu. Sebelum Kenzo memperkenalkan Jelen, maka setiap jam ibunya itu akan mengakatan. "Kapan kau akan membawa calon istrimu?" Selalu saja itu yang ditanyakan oleh ibunya. Kenapa ibunya tidak pernah menanyakan, bagaimana saham perusahaan, bagaimana kabar keuangan perusahaan, bagaimana kesehatanmu hari ini. Tidak akan ada ibunya menanyakan hal-hal tersebut. Wanita yang tidak pernah melihat status sosial tersebut, selalu membuat kepala Kenzo mendadak pusing. Untung saja ibunya tidak seperti ibu-ibu temannya, yang akan memandang status sosial. Kalau ibunya seperti itu, maka pernikahannya dengan Jelen tidak akan pernah terjadi. "Kau tidak boleh seperti itu. Masih untung kau memiliki orangtua yang lengkap, aku sangat ingin sepertimu," ucap Jelen tersenyum sendu. Jelen sangat merindukan kebersamaannya dengan orangtuanya. Mereka dahulu sangat memanjakan Jelen, apa pun yang diinginkan oleh Jelen selalu dituruti oleh orangtuanya. Kenzo yang melihat kesedihan di mata Jelen, merasa bersalah. Pria itu tidak bermaksud membuat gadis itu merasa sedih. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih, kau bisa menganggap orangtuaku adalah orangtuamu juga. Mereka sekarang adalah orangtuamu, mertuamu, dan kau bisa bersandar dan bercerita pada mereka." Jelen menyeka air matanya mendengar ucapan Kenzo. Ia terharu mendengar ucapan pria itu, betapa beruntungnya Jelen mendapatkan Kenzo. Jelen hanya gadis jalanan yang sering kelaparan. Sekarang Jelen menjadi istri pengusaha yang kaya raya. "Hei, kau kenapa menangis? Aku tidak membuatmu sedih lagi, 'kan?" tanya Kenzo merasa khawatir. Semenjak bertemu dengan Jelen, Kenzo mulai bisa menerima seorang perempuan lain dalam hidupnya. Jelen mengubah prinsipnya untuk tidak menikah dan sekarang lihatlah, Kenzo sudah menjadi seorang suami. Jelen menggeleng, "kau tidak membuatku sedih. Tapi, kau membuatku terharu." Jelen memeluk Kenzo begitu erat, membagikan rasa bahagianya memiliki Kenzo. Kenzo tersenyum dan membalas pelukan Jelen, pria itu juga sangat bahagia menikah dengan Jelen. Walau rasa cinta belum tumbuh, tapi, Kenzo akan membahagiakan wanita dalam pelukannya ini. Para tamu undangan yang datang tersenyum senang melihat bagaimana pengantin saling berpelukan. Yang datang sendirian dan belum memiliki pasangan, mereka gigit jari. Apalagi diantara mereka ada pengemar Kenzo dan berharap menjadi wanita Kenzo. Namun, ketika kabar Kenzo akan menikah. Mereka semua berlomba mencari tahu siapa calon istri pria itu, tapi, mereka tidak bisa mengetahuinya. Kenzo seakan menyembunyikan identitas dari istrinya. "Hah, betapa beruntungnya wanita itu. Dia bisa mendapatkan pangeran kita!" "Iya, aku sangat iri padanya. Aku pernah menggoda Kenzo, tapi, pria itu tidak tergoda sama sekali." "Heh, dia alergi dengan seorang wanita." Banyak percakapan tamu undangan dari kalangan wanita sosialita bergunjing dan memandang Jelen dengan rasa iri. Untung saja Jelen adalah gadis yang sangat cantik, tidak perlu mendapatkan cibiran dan hinaan. Kenzo juga sengaja menyembunyikan identitas istrinya, agar tidak dihina da dicemooh oleh orang-orang. Kenzo tidak akan membiarkan istrinya dihina dan dicemoohkan. Istrinya adalah ratunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD