Bagian Kelimabelas

1039 Words
Chloe dan yang lainnya sudah melanjutkan perjalanan setelah membereskan tempat tidur sementara tadi malam. Chloe masih saja memiliki perasaan buruk. Dan karena itu, sedari tadi dia diam. “Ada apalagi kali ini, Chloe?” Chloe menoleh pada Kia yang ada di sebelahnya. “Aku punya firasat buruk untuk Sam dan yang lainnya.” Jawab Chloe sambil terus berjalan mengikuti Gibran yang ada di depannya “Tidak usah terlalu dipikirkan, Sam past-“ Sialnya, Kia tidak sempat meneruskan perkataan tentang Sam dan yang lainnya menunggu di sisi benteng karena banyak orang tengah menodongnya dengan senjata. “Ini kawanan orang - orang kurang ajar tadi malam.” Seru seseorang di depan Gibran yang tengah menodongkan pistolnya ke arah Gibran Chloe yang melihat itu tentu saja kaget dan takut. “Kawanan tadi malam?” Gibran bertanya sambil tetap menodongkan pistol Mereka sedang saling menodongkan pistolnya. Gibran dijawab dengan anggukkan oleh orang di depannya. “Iya. Mereka menodongkan pistolnya seperti ini pada kami. Dan kau tau apa yang dia katakan?” Chloe ikut menggeleng dan penasaran. Yang di maksud kawanan kurang ajar bisa jadi Sam dan kawan - kawannya yang lain. “Dia bilang, tidak ada penghuni di sini. Dan orang biasa tidak akan hidup di sini.” Ucapan orang di depan Gibran sangatlah tidak masuk akal “Apa menurutmu itu kurang ajar?” Seannu kali ini yang bertanya. Pergerakan pistol secara tiba - tiba membuat Chloe terkesiap. Mungkin semua orang sama. Chloe mencoba menghitung orang - orang dengan pakaian lusuh dan tampak kelaparan itu. Jumlahnya lebih dari kelompok yang sedang bersama Chloe. Lebih dari tiga belas orang. Kini hampir seluruh orang tengah memegang senjata api. Termasuk kelompok Chloe. Hanya petugas medis yang tidak melakukan apa - apa di dalam diamnya. Senjata milik orang - orang yang kini menjadi lawan itu mengarahkan senjatanya pada Seannu yang dengan lantangnya bertanya seperti tadi. “Tentu saja. Itu seperti meremehkan kami. Kami sudah lebih dari lima belas tahun ada di sini. Tidak ada yang mati. Makanan yang kami dapat di bagi menjadi sama rata. Tidak ada kaya dan miskin di sini.” Sahut orang di depan Gibran. Chloe terkesiap. Chloe menginginkan kehidupan seperti itu. Tidak ada yang kaya atau miskin. Dan makanan yang di dapat di bagi sama rata. “Berapa jumlah dari kalian?” Lengan Chloe disenggol oleh Kia. Chloe bertanya karena ingin tau. Kini yang tadinya bertatapan dengan Gibran melirik ke arah Chloe. “Lebih dari enam puluh.” Katanya lalu tersenyum kecil pada Chloe Dia menganggap Chloe adalah perempuan kecil yang berani membuka suara di antara perempuan lain yang sedang bersamanya. Sang ahli bicara tadi meghitung perempuan yang ada di kelompok Chloe. Hanya tiga orang, dan Chloe yang paling mencolok menurutnya. Menurut orang di depan Gibran yang sedang menatap Chloe sambil tersenyum.   Chloe tidak mengerti arti dari senyuman itu. Chloe hanya bisa mengangguk. “Apa yang kau lakukan terhadap ketiga orang dari kami?” Gibran bertanya untuk mengalihkan mata nakal orang di depannya dari Chloe. “Ada.” Sahutnya tanpa melihat Gibran Mata orang tersebut terus menerus menatap Chloe. “Tapi, ssshhh sepertinya aku mengenal dia.” Katanya lagi sambil menunjuk Chloe. Senjata yang dia todongkan tadi turun. Tidak lagi menodong Gibran. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya, gadis manis?” Seannu mendesis kesal, “dia bersamaku sejak lima belas tahun lalu. Dimana anggota kami?” Kini orang asing itu tertawa kecil, “di lihat dari pakaianmu, kau dari Clinton?” Chloe tidak mengerti apa yang ada di dalam pikirannya. Terus ber- belat belit. Dan tidak menemukan alasan apa yang ingin dia lakukan terhadap kami. “Bagaimana di sana? Ah, apa perangnya sudah berakhir? Atau semakin buruk karena kalian berada di sini?” “Mengapa kau tau tentang kota kami, siapa kau sebenarnya.” Gibran yang bertanya membuat orang di depannya tertawa terbahak. “Aku lahir di Clinton dan muak terhadap perang. Aku membangun kotaku sendiri di sini. Karena menyebrang ke sisi atas sulit dilakukan.” Katanya setelah tawanya berhenti. Sisi atas yang di maksud adalah ketiga kota besar dengan pembatas dinding kebebasan. Tidak akan mudah melewatinya tentu saja. Chloe ingin mengetahui lebih. “Lepaskan teman kami.” Seannu mengompori “Tunggu.” Chloe kali ini memotong orang itu. Chloe maju selangkah mendekati Gibran. Seannu sempat melarangnya tapi Chloe mengangguk menandakan dia tidak akan kenapa - napa. “Kau hidup di sini dengan senjata lengkap seperti ini bersama lebih dari enam puluh orang?” Chloe di balas oleh anggukkan ringan dan senyuman angkuh. “Bagaimana jika hewan di hutan ini habis? Lima belas tahun bukan waktu yang sedikit untuk menghabiskan hewan - hewan di hutan.” Senyuman dari orang itu memudar. Dia tampak berpikir keras. “Kau lebih cerdas dari penampilanmu gadis manis. Lalu apa kau punya solusi?” Chloe menatap Gibran meminta persetujuan. Chloe tersenyum melihat Gibran mengangguk lalu tersenyum. “Bagaimana dengan sistem saling menguntungkan?”     -------------------------------- Sudah malam dan kawanan Chloe masih di dalam perjalanan menuju tempat persembunyian di hutan dalam. “Kau terlalu berani gadis milik Sean.” Gibran kini berjalan di sebelah Chloe yang ada di antara Gibran dan Seannu. “Berhenti memanggilnya seperti itu, Gibs. Dia tidak suka di goda.” Gibran terkekeh, “yang tidak suka dia di goda itu kau atau dia sendiri?” Seannu mendengus kesal. Bagaimana pun seorang Gibran bukan teman yang baik. Itu menurut Seannu. “Kalian seperti ini saat sadar, selalu berdebat. Kalian harus tau jika kalian ti-“ “Aku sudah memperingatkanmu, Chloe.” Chloe terkekeh mendengar gerutuan dari Seannu. Lalu mengangguk paham. “Panggil aku Chloe, Gibran.” “Apa rencanamu, Chloe?” Gibran bertanya setelah mengangguk tadi Chloe menatap Gibran, selama ini dia tidak tau rencananya? “Ku kira kau tau rencananya saat kau mengangguk tadi.” Seannu tertawa, “dia punya kapasitas otak kecil yang tidak bisa ia hilangkan. Dia akan lupa jika itu tidak penting. Memori jangka pendek.” Chloe menggeleng, “bagaimana kau jadi prajurit kelas atas?” Seannu dan Gibran tertawa, “itu yang aku tanyakan pada diriku sendiri.” Chloe menghentikan langkahnya saat di depannya tidak sesuai dengan perkiraannya. Ini bukan tempat persembunyian lagi. Chloe bisa menyebut ini, desa yang tersembunyi,. “Selamat datang di kota tanpa nama.” Chloe benar - benar takjub. Ini adalah kota yang di inginkannya. Kota bebas. Hutan dan segala jenis di dalamnya adalah miliknya. Tidak ada kekangan, tidak ada benteng. Dan ini benar - benar bebas. Chloe bahkan tidak dapat membayangkan jika tidak melihatnya secara langsung. Kota ini ada. Dan tentu saja, Kota Bebas. “Kau bisa menyebutnya desa kebebasan.” Chloe tersenyum menatap sang kepala desa. Itu perkenalan kepala desa tadi. Dia mengaku, dia kepala desanya setelah ayahnya yang dulu kepala desa meninggal karena sakit. “Aku akan tunjukkan satu rumah yang bisa kalian tinggali. Sudah malam, mari kita bicara untuk lebih jelasnya besok.”    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD